Gubernur Papua Ingin Penjabat Sekda Tetap Bertugas hingga Masa Jabatan Berakhir
Mendagri Tito Karnavian melantik Dance Yulian Flassy sebagai Sekda Papua, sedangkan Pemprov Papua melantik Doren Wakerkwa sebagai penjabat sekda. Pemprov Papua ingin Doren menjabat hingga akhir masa jabatan enam bulan.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA / NIKOLAUS HARBOWO / IQBAL BASYARI
·4 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Papua menyatakan Penjabat Sekretaris Daerah Doren Wakerkwa akan tetap bertugas hingga masa jabatannya berakhir. Pemprov Papua tetap menghargai keputusan pemerintah pusat yang telah melantik Dance Yulian Flassy sebagai Sekretaris Daerah Papua pada Senin kemarin.
Hal ini disampaikan Gubernur Papua Lukas Enembe dalam siaran pers yang diterima Kompas pada Selasa (2/3/2021) di Jayapura. Lukas mengatakan, pihaknya menghargai dan akan melaksanakan Keputusan Presiden Nomor 159 Tahun 2020 tentang Pengangkatan Pejabat Pimpinan Tinggi Madya di Lingkungan Pemprov Papua.
Namun, lanjut Lukas, pelantikan Doren hanyalah bertujuan untuk mengisi kekosongan jabatan. Ia juga mengaku tidak mengetahui pelantikan Dance sebagai sekda di Jakarta.
Diketahui, Wakil Gubernur Papua Klemen Tinal melantik Doren sebagai Penjabat Sekda Papua di Jayapura pada Senin kemarin. Sementara pada waktu yang sama, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian melantik Dance sebagai Sekda Papua.
Lukas menegaskan, Doren akan tetap bertugas sebagai Penjabat Sekda Papua selama enam bulan ke depan. Setelah itu, barulah Dance sebagai Sekda definitif bertugas di Papua.
Dualisme jabatan
Sementara itu, Wakil Gubernur Papua Klemen Tinal mengatakan, Papua sebagai salah satu provinsi di Indonesia yang mendapatkan kewenangan untuk mengatur bidang pemerintahan. Hal ini sesuai dengan amanah Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.
Ia berpendapat, seharusnya masalah dualisme jabatan Sekda Papua dapat diselesaikan dengan kearifan lokal setempat. Ia menilai, sebaiknya Doren mendapatkan kesempatan untuk menjabat hingga September mendatang.
Klemen juga membantah hubungan Pemprov Papua dan pemerintah pusat tidak harmonis karena masalah dualisme jabatan sekda. Ia berharap ada komunikasi yang lebih baik ke depan antara pusat dan daerah sehingga masalah ini tidak lagi terulang.
Staf Khusus Mendagri Bidang Politik dan Media Kastorius Sinaga enggan mengomentari persoalan dualisme sekda tersebut. Namun, ia membenarkan bahwa pelantikan Dance Yulian Flassy sebagai sekda Papua yang definitif oleh Mendagri telah dilakukan pada Senin kemarin di Gedung A Kemendagri.
Pelantikan dihadiri jajaran eselon 1 Kemendagri. Adapun yang menjadi saksi dari pelantikan tersebut adalah Direktur Jenderal Otonomi Daerah dan Direktur Jenderal Keuangan Daerah.
”Pelantikan oleh Mendagri ini berdasarkan Keputusan Presiden No 159/TPA Tahun 2020. Mohon dukungan semua pihak untuk kelancaran tugas Bapak Sekda Papua yang baru,” ujar Kastorius.
Kepala Badan Kepegawaian Negara Bima Haria Wibisana juga enggan mengomentari keterpilihan Dance sebagai Sekda Papua. Sebagai anggota panitia seleksi sekda Papua, ia hanya ingin menegaskan bahwa selama proses seleksi berjalan transparan dan tanpa intervensi siapa pun hingga akhirnya terpilih tiga nama. Tiga nama tersebut kemudian diajukan ke Presiden.
”Kalau masalah penentuan satu dari tiga calon, itu sudah wewenang Presiden,” ucap Bima.
Pelayanan publik
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Papua Sabar Iwanggin berpendapat, masalah dualisme jabatan Sekda Papua berpotensi mengganggu pelayanan publik dari pemda kepada masyarakat.
”Jabatan sekda sangat penting dalam pemerintahan di daerah. Sebab, tugas dari sekda juga untuk menetapkan anggaran dari program-program pemda,” ujar Sabar.
Guru Besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Djohermansyah Djohan pun mengatakan, dualisme sekda semestinya tidak terjadi apabila Kemendagri mampu membaca penolakan sekda pilihan Tim Penilai Akhir (TPA). Sebab, selama lima bulan seusai terbitnya keputusan presiden tentang pengangkatan Sekda Papua, Gubernur tak kunjung melantik sekda.
Ia mencontohkan, kasus serupa terjadi saat pengisian jabatan Sekda Kalimantan Timur pada 2019. Gubernur Kaltim saat itu, Isran Noor, tidak melantik sekda yang dipilih TPA. Belakangan, Mendagri bermusyawarah dengan Isran sehingga akhirnya melantik sekda sesuai pilihan gubernur.
“Belajar dari pengalaman terdahulu, masalah ini harus diselesaikan dengan musyawarah agar mendapat titik temu antara Kemendagri dan Gubernur Papua. Sebab, Sekda akan bekerja dan melaksanakan tugas wewenang dari gubernur sehingga pengisian jabatannya perlu dikoordinasikan dengan gubernur,” katanya.
Meskipun secara legal Sekda Papua yang sah secara hukum adalah yang dilantik Kemendagri berdasarkan keppres, perlu ada kesepakatan agar pengisian jabatan tidak merugikan publik. Tawaran dari Gubernur Lukas perlu dipertimbangkan agar pemerintah pusat dan Pemprov Papua mendapatkan konsensus terbaik dalam pengisian jabatan sekda dan tidak menimbulkan gejolak di Papua.