Sindikat Pengedar Mata Uang Asing Palsu Setara Rp 4,5 Triliun Dibekuk
Minimnya literasi mata uang asing di masyarakat Indonesia dijadikan celah oleh sindikat pengedar untuk melancarkan aksi mereka.
Oleh
ANGGER PUTRANTO
·3 menit baca
BANYUWANGI, KOMPAS — Polresta Banyuwangi membongkar sindikat pengedar mata uang asing palsu dari sejumlah negara dengan daerah peredaran di Jawa dan Bali. Hingga saat ini, polisi menyita mata uang palsu dari sejumlah negara dengan total setara rupiah mencapai Rp 4,5 triliun.
Minimnya literasi mata uang asing di masyarakat Indonesia dijadikan celah oleh sindikat pengedar untuk melancarkan aksinya. Masyarakat diimbau untuk menolak tawaran transaksi menggunakan mata uang asing guna menghindari kerugian.
Hal itu disampaikan Kepala Kepolisian Resor Kota Banyuwangi Ajun Komisaris Besar Arman Asmara Syarifudin di Banyuwangi, Senin (1/3/2021). ”Hasil dari pengembangan, kami menemukan kembali 100 lembar pecahan 1 juta euro palsu. Apabila dikurskan, nilainya setara dengan 1,7 triliun rupiah,” ungkapnya.
Uang euro tersebut sempat berlaku pada tahun 1999 hingga 2000 di 15 negara. Kini uang tersebut banyak dijadikan barang koleksi. Selain lembaran euro palsu, polisi juga menemukan lembaran kuning keemasan yang bertuliskan Renmin Zhonghua. Polisi belum bisa menyimpulkan bahwa barang itu bernilai, barang palsu, atau hanya semata suvenir. Diduga, lembaran tersebut berlaku di China.
”Kami masih perlu melakukan pengecekan ke Konjen China atau Bank Indonesia untuk memastikan lembaran tersebut. Kami belum bisa menghitung berapa nilai lembaran tersebut bila lembaran tersebut asli,” tutur Arman.
Temuan ratusan lembaran tersebut merupakan pengembangan kasus penemuan uang asing palsu. Minggu lalu, Polresta Banyuwangi menangkap 10 orang yang terlibat dalam sindikat peredaran mata uang palsu. Selain itu, masih ada dua orang lain dalam sindikat tersebut yang berstatus buron.
Dari tangan tersangka, polisi menemukan ribuan lembaran uang palsu dari berbagai mata uang. Beberapa di antaranya ialah dollar Amerika, yuan China, uang kertas yi jiao, uang kertas cruzeiros Brasil, dollar Hong Kong, ringgit Brunei Darussalam, dan dollar Kanada. Selian itu, polisi juga menemukan uang rupiah palsu dengan pecahan Rp 1.000 tahun pembuatan 1964.
”Sebelumnya kami mendapatkan ribuan uang asing palsu yang kalau ditotal dan dikurskan jumlahnya mencapai Rp 2,8 triliun. Sehingga total uang asing palsu yang kami sita dalam kasus ini Rp 4,5 triliun,” tutur Arman.
Para tersangka, lanjut Arman, akan mengedarkan uang palsu tersebut di sejumlah kota/kabupaten di Jawa dan Bali. Belum diketahui berapa besaran uang asing palsu yang telah diedarkan oleh para pelaku.
Para tersangka akan mengedarkan uang palsu tersebut di sejumlah kota/kabupaten di Jawa dan Bali.
Secara terpisah Kepala Perwakilan Bank Indonesia Jember Hestu Wibowo mengatakan, peredaran uang palsu jelas merugikan masyarakat. Pasalnya, uang tersebut tidak memiliki nilai yang dapat digunakan sebagai alat tukar.
”Mengedarkan atau menjual uang palsu itu sama saja menjual kertas yang tidak berharga. Kertas tersebut tidak bisa digunakan sebagai mana mestinya,” tutur Hestu.
Hestu mengatakan, uang palsu yang digunakan untuk transaksi merugikan para peyedia jasa atau barang. Pasalnya, barang dan jasa yang ditawarkan sejatinya tidak dibayarkan.
Hestu menduga, peredaran uang palsu ini dilakukan para tersangka karena melihat celah lemahnya literasi keuangan asing. Masyarakat yang tidak bisa membedakan uang asing asli dan palsu menjadi sasaran kejahatan para pelaku.
”Kalau memalsukan uang rupiah, mungkin akan lebih sulit karena masyarakat sudah lebih waspada. Masyarakat juga sudah lebih paham membedakan rupiah asli dan palsu. Sementara untuk mata uang asing, banyak warga tidak tahu ciri-ciri keasliannya,” ungkap Hestu.
Bank Indonesia, lanjut Hestu, mengimbau agar warga tidak mudah tergiur dengan iming-iming uang asing. Ia juga mengingatkan agar warga tetap bertransaksi menggunakan mata uang rupiah.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, seluruh transaksi di wilayah Indonesia harus dilakukan menggunakan mata uang rupiah. Apabila warga mendapat tawaran pembayaran mata uang asing, Hestu mengimbau, agar warga memerintahkan pembayar menukarkan uangnya terlebih dahulu ke tempat penukaran uang.