Harimau ”Ciuniang Nurantih” Kembali ke Rimba Sumatera
Harimau sumatera bernama Ciuniang Nurantih, asal Padang Pariaman, dilepasliarkan ke rimba setelah tujuh bulan menjalani rehabilitasi di PRHSD Arsari, Sumatera Barat.
Oleh
YOLA SASTRA
·3 menit baca
PADANG, KOMPAS — Harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) bernama Ciuniang Nurantih, asal Padang Pariaman, dilepasliarkan ke rimba setelah tujuh bulan menjalani rehabilitasi di Pusat Rehabilitasi Harimau Sumatera Dharmasraya Arsari, Sumatera Barat. Harimau betina berusia sekitar 2,5 tahun ini sebelumnya dievakuasi Balai Konservasi Sumber Daya Alam karena kerap memangsa ternak.
Ciuniang Nurantih dilepasliarkan di Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), tepatnya di kawasan Danau Sakti, Kabupaten Kerinci, Jambi, Minggu (28/2/2021) pagi. Tim yang terdiri atas personel BKSDA Sumbar, Balai Besar TNKS, Yayasan Arsari Djojohadikusumo, dan Yayasan Sintas Indonesia menuju lokasi pelepasliaran menggunakan helikopter Super Puma NAS 332 milik Kementerian Pertahanan.
”Penggunaan helikopter agar kami bisa melepasliarkan harimau di lokasi yang aman dari jangkauan pemburu satwa liar ataupun aktivitas manusia yang akan mengganggu kehidupan satwa liar. Kami berterimakasih dan ini menjadi contoh baik, mudah-mudahan bisa diteruskan,” kata Catrini Pratihari Kubontubuh, Direktur Eksekutif Yayasan Arsari Djojohadikusumo, yang mengelola Pusat Rehabilitasi Harimau Sumatera Dharmasraya (PRHSD) Arsari, dalam webinar, Minggu siang.
Lokasi diputuskan di sekitar Danau Sakti. Untuk kelayakan habitat, Balai Besar TNKS memiliki data dan informasi relatif lengkap.
Ciuniang ditempatkan dalam kandang di kabin helikopter dengan pengawalan 1 dokter hewan, 1 orang dari PRHSD Arsari, 1 polhut BKSDA Sumbar, 1 orang dari Balai Besar TNKS, dan 3 kru helikopter Kemenhan RI. Berangkat dari PRHSD Arsari pukul 09.30, helikopter tiba di lokasi pelepasliaran pukul 10.30 dan harimau keluar kandang pukul 10.58. Pelepasliaran ini rencananya akhir Desember 2020, tetapi batal karena cuaca dan perlu survei tambahan.
Sebelum pelepasliaran, tim PRHSD Arsari, BKSDA Sumbar, dan Sintas memasangkan GPS collar atau kalung khusus pada harimau Ciuniang. Dengan demikian, pergerakan dan keberadaan Ciuniang dapat dipantau sehingga petugas bisa mengantisipasi bila harimau itu mendekati permukiman.
Pelaksana Tugas Kepala BKSDA Sumbar Lugi Hartanto mengatakan, pelepasliaran satwa terancam punah itu dilakukan sesuai prosedur. Tim menerapkan prinsip kehati-hatian agar tidak menimbulkan dampak negatif terhadap satwa, habitat, ataupun masyarakat sekitar. ”Kami terus memonitor Ciuniang,” ujarnya.
Pelaksana Tugas Kepala Balai Besar TNKS Pratono Suroso mengatakan, lokasi pelepasliaran berada di daerah terpencil dan sulit ditempuh melalui jalur darat. Penentuan lokasi melalui proses panjang dan sejumlah diskusi antara BKSDA Sumbar, Balai Besar TNKS, dan mitra lainnya. Tim juga melakukan kunjungan lapangan untuk melihat kelayakan lokasi.
”Lokasi diputuskan di sekitar Danau Sakti. Untuk kelayakan habitat, Balai Besar TNKS memiliki data dan informasi relatif lengkap sehingga dapat ditentukan dengan baik lokasi representatif untuk menjamin keberlangsungan hidup satwa dan memiliki kesesuaian habitat,” kata Pratono.
Ciuniang Nurantih dievakuasi dari Korong Surantiah Koto Buruak, Nagari Lubuk Alung, Padang Pariaman, Sumbar, Senin (13/7/2020). Sehari kemudian, Ciuniang tiba di PRHSD Arsari untuk menjalani rehabilitasi. Dalam bahasa Minangkabau dialek Pariaman, Ciuniang berarti gadis kecil, sedangkan Nurantih diadaptasi dari Nur, nama pemberian warga setempat, dan nama Korong Surantiah.
”Sejak awal masuk ke pusat rehabilitasi, kondisi harimau sumatera Ciuniang Nurantih sangat baik dan sifat liarnya tetap terjaga,” kata Kartika Amarilis, Direktur Operasional PRHSD Arsari.
Dari catatan Kompas (13/2/2021), Ciuniang ditangkap karena berkali-kali memangsa ternak kambing. Setidaknya ada tujuh kambing di dalam kandang di hamparan tanah dekat permukiman yang dimangsa harimau itu. Menurut Sekretaris Nagari Lubuk Alung, Landi Efendi, lokasi itu berjarak 1,5 kilometer hingga 2 kilometer dari permukiman dan 5-6 kilometer dari Hutan Lindung Bukit Barisan atau Suaka Margasatwa Barisan.
Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wiratno mengimbau masyarakat terus membangun kesadaran bersama menjaga satwa dilindungi. Masyarakat diminta melaporkan hal-hal terkait satwa dilindungi yang ditangkap, ditembak, atau sebagainya kepada petugas konservasi. ”Kami juga mengimbau masyarakat agar tidak memasang jerat apapun, baik demi keselamatan manusia maupun satwa di dalam hutan tersebut,” ucapnya.
Secara terpisah, Ketua Yayasan Arsari Djojohadikusumo, Hashim Djojohadikusumo, mengapresiasi semua pihak yang mendukung kegiatan lepas liar ini. ”Kami bangga, di awal tahun, dengan kondisi sulit di masa pandemi ini, kita masih bisa menyaksikan kembalinya satwa liar ke habitat alaminya,” ujar Hashim, dalam siaran pers.