Nikel Melimpah, Pemprov Sultra Dorong Manufaktur Motor Listrik
Pemprov Sultra mendorong pengembangan infrastruktur dan manufaktur motor listrik dilakukan di wilayah tersebut. Hal itu seiring potensi pengembangan baterai litium dan masuknya motor listrik untuk digunakan massal.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·5 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara mendorong pengembangan infrastruktur dan manufaktur motor listrik di wilayah tersebut. Hal itu seiring dengan potensi pengembangan baterai litium dan masuknya motor listrik untuk digunakan massal. Infrastruktur dasar hingga sumber daya manusia penting disiapkan.
”Kami sampaikan ke pihak terkait agar melakukan perakitan motor listrik di sini. Jika berkenan, kami sediakan lahannya,” kata Gubernur Sultra Ali Mazi selepas peresmian motor listrik Gesits untuk pertama kali di kawasan timur Indonesia, di Kendari, Sabtu (27/2/2021) petang. Hadir juga dalam peresmian tersebut Direktur Utama PT Wika Industri Manufaktur (Wima) Muhammad Samyarto, Pangdam XIV/Hasanuddin Mayor Jenderal Andi Sumangerukka, dan sejumlah perwakilan intansi terkait.
Menurut Ali, pihaknya akan bermohon secara resmi terkait upaya mendorong fasilitas untuk perakitan motor listrik ini. Kendaraan listrik merupakan amanat pemerintah, yang tidak hanya efisien, tetapi juga ramah lingkungan.
Terlebih lagi, Sultra sebagai daerah kaya nikel memiliki bahan baku untuk pembuatan baterai sebagai sumber energi utama kendaraan listrik. Hal ini tentu menjadi sebuah potensi yang harus terus dikembangkan dan berdampak luas terhadap masyarakat, warga, hingga ekonomi nasional.
”Dalam waktu dekat, akan ada perusahaan besar yang fokus memproduksi baterai di wilayah ini. Komunikasi oleh pemerintah pusat terus berjalan, mulai dari Jepang hingga perusahaan seperti Tesla. Kami siapkan fasilitasnya di sini,” tutur Ali.
Sejauh ini, investasi baterai listrik di Indonesia yang telah resmi disepakati adalah investasi dari Korea Selatan. Perusahaan baterai kendaraan listrik LG Energy Solution Ltd itu, berinvestasi dengan nilai 9,8 milliar dollar AS.
Investasi meliputi kerja sama proyek di bidang industri sel baterai kendaraan listrik terintegrasi dengan pertambangan, peleburan, pemurnian, serta industri prekursor dan katoda, yang sebagian proyeknya akan berlokasi di Batang, Jawa Tengah (Kompas, 30 Desember 2020).
Saat ini, Ali melanjutkan, pihaknya telah mengeluarkan aturan yang mengimbau instansi pemerintah, BUMN, ataupun swasta menggunakan kendaraan listrik untuk kegiatan operasional. Aturan tersebut juga berisi insentif bagi industri yang akan memproduksi baterai ataupun infrastruktur pendukung lainnya.
Infrastruktur listrik, ujar Ali, menjadi penting untuk dikembangkan. Ia berharap agar pemerintah segera menyediakan stasiun pengisian daya yang masif di sejumlah tempat di Sultra.
Muhammad Samyarto, Direktur Utama PT Wima, mengungkapkan, pihaknya sangat menyambut baik usulan Pemprov Sultra terkait pengembangan manufaktur di wilayah ini. Terlebih lagi, pihaknya sengaja mengambil Kendari sebagai daerah pertama untuk meluncurkan motor listrik ini di kawasan timur Indonesia karena tingginya kandungan nikel di Sultra.
”Kami memang sengaja menjadikan Kendari dan Sultra ini untuk meluncurkan pertama kali di kawasan timur Indonesia karena, seperti kita tahu, kandungan nikel di wilayah ini tinggi. Dengan begitu, semua pihak terkait mengetahui bahwa ada industri otomotif lokal yang bisa memanfaatkan material penting di Sultra,” katanya.
Tahun ini, perusahaan merencanakan membuka unit penjualan di semua provinsi dengan target penjualan hingga 45.000 unit.
Ke depan, lanjut Samyarto, pihaknya melakukan kajian bisnis yang matang untuk daerah ini. Selain kondisi industri dan animo masyarakat terkait motor listrik, kajian juga melihat potensi-potensi bisnis yang bisa dikerjasamakan, baik dengan pemerintah daerah maupun dengan swasta.
Motor listrik besutan perusahaan, kata Samyarto, memang selama ini berpusat di Jawa dan Bali dengan penjualan sekitar 2.000 unit. Tahun ini, perusahaan merencanakan membuka unit penjualan di semua provinsi dengan target penjualan hingga 45.000 unit.
Motor listrik Gesits yang pertama kali diresmikan di kawasan timur Indonesia ini merupakan produksi PT Wijaya Industri Manufakturing (Wima). Perusahaan ini merupakan bentukan PT Wima dengan PT Gesits Technologies Indo. Motor listrik buatan perusahaan ini menggunakan komponen dalam negeri sebesar 85 persen, dengan nilai tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) sebanyak 46,73 persen.
Sejumlah perusahaan BUMN juga terlibat dalam pembuatan komponen, antara lain PT Pindad, PT LEN, dan PT PLN. Sumber tenaga utama motor ini berasal dari baterai litium NCM berkapasitas 1,44 kWh, dengan biaya listrik diklaim Rp 2.000 yang bisa menempuh jarak 50 kilometer.
Sementara itu, Manajer PLN UP3 Kendari Albert Safaria mengatakan, pihaknya mendukung perubahan era dari kendaraan berpenggerak energi fosil menjadi penggerak baterai. Penyediaan fasilitas terus dilakukan dan diupayakan untuk ditingkatkan di waktu mendatang.
”Kami sudah menyediakan stasiun penyedia listrik umum di Kendari, telah ada empat lokasi yang terpasang. Bisa digunakan oleh masyarakat umum hingga usaha kecil,” ucapnya.
Tidak hanya itu, lanjutnya Albert, pihaknya juga akan membuat stasiun pengisian kendaraan listrik umum, bahkan hingga stasiun penggantian baterai listrik umum. Dua hal ini yang didorong untuk mendukung masuknya kendaraan listrik di wilayah ini. Pasokan listrik di Sultra juga surplus sekitar 100 megawatt (MW) dan bisa sampai 500 MW untuk jaringan di tingkat regional.
Dengan adanya berbagai model pengisian ini, masyarakat diharapkan tidak khawatir dalam menggunakan kendaraan listrik. Sebab, pengisian energi hingga penggantian baterai telah tersedia dan mudah dijangkau.
Sejumlah pihak terus mendorong agar Pemprov Sultra menyegerakan hilirisasi di wilayah ini seiring dengan tingginya sumber daya nikel. Meski memiliki kandungan tinggi, manfaat nikel selama ini hanya dirasakan oleh sebagian kecil kalangan karena industri hanya fokus pada bahan mentah.
Ekspor kita 99 persen itu nikel dengan nilai ratusan miliar dollar AS setiap tahun. Tetapi, masyarakat seperti tidak mendapat apa-apa, hanya dampak lingkungannya saja.
Ekspor komoditas besi dan baja dari Sultra, khususnya feronikel, menembus nilai tertinggi pada November lalu, yakni 406 juta dollar AS atau lebih dari Rp 5,7 triliun. Ini merupakan nilai tertinggi selama tiga tahun terakhir.
Syamsir Nur, Kepala Laboratorium Ilmu Ekonomi Universitas Halu Oleo, menjabarkan, niatan Pemprov Sultra untuk memajukan industri hilirisasi nikel perlu diapresiasi. Sebab, selama ini hasil nikel hanya dinikmati oleh industri skala besar dan tidak sampai ke masyarakat luas. ”Ekspor kita 99 persen itu nikel dengan nilai ratusan miliar dollar AS setiap tahun. Tetapi, masyarakat seperti tidak mendapat apa-apa, hanya dampak lingkungannya saja,” katanya.
Oleh sebab itu, ujarnya, pemerintah daerah harus sejak dini membuat peta jalan (road map) hilirisasi nikel di Sultra, baik jangka pendek, menengah, maupun jangka panjang. Penyiapan infrastruktur, mulai dari jalan, pelabuhan, hingga sistem listrik, penting untuk dikembangkan di tahap awal.
Selanjutnya, sumber daya manusia yang kompeten melalui pelatihan, pemagangan, hingga mengirim anak muda belajar ke luar negeri. Ia menyebutkan, sejauh ini upaya tersebut belum terlihat di daerah.
Pemerintah dinilainya tidak fokus terkait hilirisasi ataupun sektor pertanian dan kelautan yang menjadi tulang punggung ekonomi, malah beralih ke aspek yang tidak ada kaitannya sama sekali. Di antaranya, pembangunan jalan Toronipa yang menelan anggaran hampir Rp 1 triliun hingga perpustakaan skala internasional dengan alokasi ratusan miliar rupiah.