Penangkapan Gubernur Nurdin Abdullah dan Kisah Politiknya
Penangkapan Nurdin Abdullah masih jadi perbincangan hangat di Makassar. Saat ini warga masih menunggu keputusan KPK terkait status penangkapan Nurdin
Oleh
RENY SRI AYU
·4 menit baca
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah tiba di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Sabtu (27/2/2021). Tim KPK melakukan operasi tangkap tangan dan menahan enam orang terdiri dari kepala daerah, pejabat di lingkungan Pemprov Sulawesi Selatan dan pihak swasta. Tim penyidik akan memeriksa untuk menentukan status hukumnya.
MAKASSAR, KOMPAS - Terkait penangkapan Gubernur Sulawesi Selatan, Nurdin Abdullah, sejumlah ruangan di Kantor Dinas Pekerjaan Umum Sulawesi Selatan disegel Komisi Pemberantasan Korupsi. Salah satunya, ruangan Kepala Dinas dan Sekretaris Dinas. Bahkan kamar pribadi gubernur di rumah jabatan dan rumah pribadi dikabarkan ikut disegel.
Veronica Moniaga, juru bicara Gubernur Sulsel mengatakan, pihak keluarga dan Nurdin pribadi menghormati proses yang sedang berlangsung. “Saya ingin menegaskan bahwa bapak dibawa tidak dalam kondisi OTT karena saat dijemput, gubernur sedang istirahat bersama keluarga. Tak ada barang bukti yang disita dari rumah jabatan. Gubernur bahkan tidak tahu dalam kaitan apa dijemput KPK,” kata Veronica, Sabtu (27/2/2021).
Sejumlah pihak menyayangkan penangkapan ini. Sepanjang Sabtu, pembicaraan terkait penangkapan ini memenuhi ruang-ruang percakapan, baik secara langsung maupun di media sosial. Kasus yang diduga menjerat Nurdin juga menjadi perbincangan.
“Sayang sekali karena kami mengenalnya sebagai orang berpendidikan dan berlatar belakang pengusaha. Semoga saja pemeriksaannya hanya sebatas saksi,” kata Abdul Wahab (52), warga Makassar.
Nurdin Abdullah memulai karier politiknya saat maju mencalonkan diri sebagai Bupati Bantaeng. Sebelumnya dia kuliah di Universitas Hasanuddin (Unhas) dan melanjutkan S2 dan S3 di Kyushu University, Jepang. Dia kemudian kembali mengajar di Unhas dan merintis usaha ekspor furnitur berbahan kayu ke Jepang.
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah tiba di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Sabtu (27/2/2021). Tim KPK melakukan operasi tangkap tangan dan menahan enam orang terdiri dari kepala daerah, pejabat di lingkungan Pemprov Sulawesi Selatan dan pihak swasta. Tim penyidik akan memeriksa untuk menentukan status hukumnya.
Lahir di Parepare, Nurdin bisa meraih simpati masyarakat Bantaeng karena ayahnya keturunan raja di wilayah ini. Selama dua periode menjabat bupati (2008-2018), Nurdin dinilai banyak membuat perubahan. Dia membenahi infrastruktur, fasilitas umum, dan membuat Bantaeng menjadi salah satu kabupaten yang bersih dan tertata cukup baik.
Dia juga mengembangkan sektor pertanian dengan mengembangkan kawasan Loka di Bantaeng menjadi pusat pengembangan berbagai tanaman, bahkan yang selama ini dinilai sulit tumbuh di daerah ini. Dia juga merintis Bantaeng sebagai kota smelter walau daerah ini tak punya nikel. Nurdin bekerja sama dengan sejumlah perusahaan membangun smelter dengan memanfaatkan nikel dari daerah lain untuk diolah di Bantaeng.
Kepemimpinannya diapresiasi banyak pihak dengan berbagai penghargaan. Salah satunya adalah Bung Hatta Anti-coruption Award yang diterima pada 2017. Penghargaan ini diberikan karena Nurdin dinilai bekerja bersih dan jujur.
Pada perhelatan Pemilihan Gubernur Sulsel 2018, Nurdin maju dengan kendaraan PDIP, PKS, dan PAN.
Semula dia sudah mendeklarasikan berpasangan dengan Andi Tanribali Lamo dengan Gerindra sebagai salah satu pengusung. Belakangan, Nurdin berubah haluan. Dia kemudian berpasangan dengan Andi Sudirman Sulaiman, adik kandung Menteri Pertanian saat itu, Andi Amran Sulaiman. Saat itu Amran menawarkan PDIP sebagai pengusung. Pasangan ini menang atas tiga pasangan calon lain dan dilantik September 2018.
Dia kemudian berpasangan dengan Andi Sudirman Sulaiman, adik kandung Menteri Pertanian saat itu, Andi Amran Sulaiman.
Selama tiga tahun memimpin Sulsel, Nurdin banyak fokus pada pembangunan infrastruktur. Sebagian didanai APBD Sulsel, sebagian dana pusat. Ditengah pandemi, Nurdin misalnya memutuskan merenovasi Stadion Mattoangin. Padahal ada Stadion Barombong yang belum tuntas pada masa kepemimpinan Syahrul Yasin Limpo.
Dia juga mencanangkan pembangunan gedung kembar di kawasan reklamasi Losari dengan anggaran Rp 1,9 triliun. Gedung yang dirancang 35 lantai ini disebut akan digunakan sebagai perkantoran untuk Pemprov dan DPRD Sulsel. Selebihnya menjadi pusat bisnis dan jasa.
MEDIA SOSIAL
Foto Gubernur Sulawesi Selatan, Nurdin Abdullah berjalan yang diduga saat dibawa KPK ramai beredar di media sosial, Sabtu (27/2/2021). Entah dari mana sumber gambar ini namun foto ini seolah melengkapi informasi yang beredar terkait penangkapan Nurdin Abdullah.
Di daerah, Nurdin juga banyak membangun infrastruktur seperti jalan, area istirahat, hingga membenahi kawasan wisata. Salah satu yang direncanakan adalah pembangunan jalan tol Makassar-Bulukumba yang akan dilakukan dalam tiga tahap.
Salah satu pengusaha yang ditangkap dalam OTT KPK di Makasaar pada Sabtu (27/2/2021) dini hari WIT, dikenal sebagai pengusaha yang sangat dekat dengan Nurdin. Dia juga diketahui mengerjakan sejumlah proyek terutama jalan.
Nurdin pernah berkonflik dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulsel yang membuat DPRD saat itu mengusulkan hak angket. Hal ini terkait dugaan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) pengelolaan APBD Sulsel, hingga kisruh pelantikan pejabat. Namun konflik ini kemudian berakhir damai.
Nurdin juga sempat berkonflik dengan lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang mengangkat isu lingkungan serta warga karena dinilai berada dibalik tambang pasir yang merugikan nelayan dan warga Pulau Kodingareng. Tambang pasir ini melibatkan perusahaan asal Belanda yang bekerjasama dengan perusahan di Makassar, yang dikelola anak Nurdin dan koleganya.
Pasir yang ditambang itu untuk kepentingan reklamasi pembangunan Makassar New Port. Hingga Nurdin dijemput KPK, kisruh tambang pasir ini belum juga tuntas.