MK Diharapkan Jadi Jalan Akhir atas Kebuntuan Persoalan Orient
Gugatan perselisihan hasil untuk Pilkada Sabu Raijua di Mahkamah Konstitusi dinilai tepat. Hal ini diharapkan bisa jadi solusi kebuntuan persoalan bupati terpilih Sabu Raijua Orient yang belakangan diketahui warga AS.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mahkamah Konstitusi diharapkan menjadi jalan terakhir atas kebuntuan persoalan bupati terpilih Sabu Raijua, Orient Patriot Riwu Kore, yang masih mengambang hingga kini. Dengan begitu, polemik bupati terpilih yang berkewarganegaraan asing itu bisa segera berakhir dan ada kepastian hukum.
Peneliti Kajian Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif, Ihsan Maulana, saat dihubungi di Jakarta, Sabtu (27/2/2021), mengatakan, gugatan perselisihan hasil untuk Pilkada Sabu Raijua di Mahkamah Konstitusi (MK) sudah tepat. Sebab, sejauh ini, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) tak kunjung menyelesaikan kajian atas status kewarganegaraan Orient Patriot Riwu Kore.
Di sisi lain, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tidak bisa memutuskan pelantikan Orient apabila kajian tersebut belum selesai. Hal ini dikhawatirkan akan terjadi saling lempar tanggung jawab antar-instansi.
”Kami menilai bahwa MK seharusnya bisa menilai kebuntuan hukum yang terjadi pada Pilbup Sabu Raijua. Makanya, demi kepastian hukum, ya, mending itu semua diselesaikan di MK. Karena memang biasanya pasca-MK memutuskan tentang sengketa pilkada, problematikanya selesai, kan, keputusan tertinggi dan keputusan terakhir. Jadi, semua pihak harus menindaklanjuti itu,” tutur Ihsan.
Sebelumnya, ada dua penambahan permohonan perselisihan hasil Pilkada Sabu Raijua di MK. Gugatan pertama diajukan pemohon pasangan calon nomor urut 1 di Pilkada Sabu Raijua, Nikodemus N Rihi Heke dan Yohanis Uly Kale. Sementara permohonan kedua diajukan Yanuarse Bawa Lomi atas nama Aliansi Masyarakat Peduli Demokrasi Sabu Raijua serta Marthen Radja dan Herman Lawe Hiku selaku perseorangan warga negara Indonesia.
Dalam permohonannya, Nikodemus meminta MK membatalkan keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sabu Raijua tentang penetapan rekapitulasi hasil penghitungan suara pemilihan bupati dan wakil bupati terpilih dalam pemilihan bupati dan wakil bupati Sabu Raijua pada 16 Desember 2020.
Ia keberatan atas keputusan KPU yang menetapkan pasangan Orient-Thobias Uly sebagai pemenang karena terjadi pelanggaran administrasi yang dilakukan pasangan tersebut. Orient belakangan diketahui merupakan warga negara Amerika Serikat dan secara sadar mengakui bahwa dirinya memiliki paspor AS.
Ihsan berpandangan, seharusnya MK menerima pokok permohonan itu. Dengan begitu, MK bisa memeriksa pokok permohonan dan memanggil semua pihak untuk dilihat bukti kebenaran secara materiilnya.
Kasuistik
Jika mengacu pada Pasal 157 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, pengajuan gugatan perselisihan hasil untuk Pilkada Sabu Raijua telah terlewat jauh. Sebab, seharusnya pengajuan gugatan adalah tiga hari kerja setelah penetapan pemenang diumumkan.
Namun, pada Pilkada 2020, ada gugatan yang lewat tenggat, tetapi tetap diproses MK, yakni Pilkada Samosir, Sumatera Utara. Pasangan calon Rapidin Simbolon dan Juang Sinaga mendaftarkan gugatan pada 21 Desember 2020, sedangkan hasil rekapitulasi KPU diumumkan pada 16 Desember 2020.
Menurut Ihsan, itu bisa menjadi satu pertimbangan MK untuk menerima atau minimal memeriksa perkara terkait perselisihan hasil untuk Pilkada Sabu Raijua.
”Jadi, kalau memang soal batas waktu, di Kabupaten Samosir itu seharusnya, kan, itu jadi syarat formil, tetapi ternyata kalau MK menilai itu ada masalah. Apalagi, kita tahu Sabu Raijua ini memang masalahnya adalah soal di persyaratan yang itu cukup fundamental, ya, maka seharusnya itu tidak menjadi hambatan bagi MK,” ucap Ihsan.
Sementara itu, mengacu pada rumusan Pasal 158 UU Pilkada, ambang batas pengajuan gugatan untuk Sabu Raijua paling banyak 2 persen. Adapun selisih suara antara Orient-Thobias Uly dan Nikodemus-Yohanis Uly Kale sebesar 18,2 persen.
Ihsan pun berpandangan, hal itu juga tidak menjadi halangan. Sebab, di Pilkada 2020, ada sembilan permohonan atau perkara yang lewat ambang batas, tetapi MK tetap memeriksa perkara tersebut.
”Jadi, jika memang ada satu temuan dan pada saat proses pilkada itu memang ada permasalahan, MK akan memeriksa itu lebih lanjut. Sebab, ini berkaitan juga dengan keadilan substantif yang harus MK periksa,” kata Ihsan.
Namun, ia mengingatkan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dan menjadi catatan bagi MK. MK harus bisa menekankan di pertimbangan hukumnya bahwa pengabaian syarat batas waktu dan selisih suara di UU Pilkada hanya diterapkan secara kasuistik.
Jika tidak, ia khawatir ini akan menjadi preseden buruk dalam proses pilkada ke depan sehingga semua daerah kelak merasa boleh mendaftarkan permohonan gugatan ke MK tidak sesuai batas waktu. Padahal, kasus di Pilkada Samosir dan Pilkada Sabu Raijua memiliki persoalan substantif sendiri yang sangat fundamental.
”Itu perlu ada di pertimbangan hukum supaya juga ada kepastian hukum ke depan. Jadi, tidak serta-merta nanti sudah lewat tiga hari, banyak juga permohonan,” lanjut Ihsan.
Menunggu hasil MK
Sementara itu, Staf Khusus Mendagri Bidang Politik dan Media Kastorius Sinaga menjelaskan, pada 4 Februari lalu, Kemendagri dipimpin Direktur Jenderal Otonomi Daerah sudah mengadakan rapat koordinasi dengan sejumlah pihak, yaitu KPU, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Kepala Polda Nusa Tenggara Timur, untuk membahas masalah di Pilkada Sabu Raijua.
Pertemuan itu mendalami kronologi dan dokumen pendukung atas isu kewarganegaraan ganda Orient secara lengkap. Atas dasar itu dan setelah dilakukan pendalaman lanjutan oleh Kemendagri, diputuskan penundaan pelantikan bupati/wakil bupati Sabu Raijua. Hal itu juga mempertimbangkan surat permohonan Bawaslu untuk menunda pelantikan Bupati Sabu Raijua.
”Kami menunggu keputusan resmi dari lembaga yang berwenang atas status kewarganegaraan Orient yang disinyalir warga negara AS,” ujar Kastorius.
Karena itulah, lanjut Kastorius, Sabu Raijua tidak ikut dalam gelombang pelantikan serentak pada 26 Februari 2021. Sesuai ketentuan persyaratan UU Pilkada, sejak status calon pun, kepala daerah harus dipastikan secara formal dan materiil sebagai seorang WNI.
”Status warga negara Orient secara formal dan materiil sedang diteliti oleh lembaga yang berwenang. Putusan resmi lembaga resmi atas status warga negara Orient oleh lembaga berwenang akan menjadi pijakan pengambilan langkah selanjutnya,” ucap Kastorius.
Terkait upaya sengketa Pilkada Sabu Raijua di MK, Kastorius berpandangan, itu adalah proses lain di luar ranah kewenangan pemerintah. Namun, Kemendagri akan menghormati apa pun hasil putusan MK.
”Kemendagri akan mengikuti putusan MK atas perselisihan hasil Pilkada Kabupaten Sabu Raijua kelak karena sesuai ketentuan undang-undang, putusan MK soal sengketa pilkada memang bersifat final,” lanjutnya.
Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Benni Irwan menambahkan, Kemendagri tentu akan memperhatikan pandangan dan pendapat dari berbagai pihak. Ini tidak hanya berkaitan dengan permasalahan status kewarganegaraan, yang saat ini masih dalam kajian Kemenkumham, tetapi juga permasalahan lain yang terkait dengan perspektif hukum.
”Saat ini, masih ditunggu hasil kajian yang berkaitan dengan status kewarganegaraan dan keputusan hukum lainnya, termasuk dari MK, sebagai dasar penetapan keputusan lebih lanjut,” kata Benni.