Gempa M 4,1 Landa Buton Utara, Sesar Sumber Gempa Belum Teridentifikasi
Sumber gempa M 4,1 yang menggungcang Buton Utara, Sulawesi Tenggara, dan tidak berpotensi tsunami itu diperkirakan berasal dari sesar lokal yang belum teridentifikasi.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·4 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Gempa dengan kekuatan magnitudo 4,1 mengguncang wilayah Buton Utara, Sulawesi Tenggara. Sumber gempa yang tidak berpotensi tsunami ini diperkirakan berasal dari sesar lokal yang belum teridentifikasi. Masyarakat diharapkan tidak panik, tetapi meningkatkan kewaspadaan.
Gempa M 4,1 ini terjadi pada Sabtu (27/2/2021) pukul 16.50 Wita. Episenter gempa terjadi di laut sebelah tenggara Buranga, pusat pemerintahan Buton Utara, pada kedalaman 16 kilometer.
Asri (29), warga Kulisusu, merasakan guncangan yang kuat selama beberapa detik. Ia oleng dan tidak mampu berdiri tegak akibat gempa tersebut. Bersama keluarganya, ia segera keluar dari rumah untuk menyelamatkan diri.
”Malam ini masih mati lampu dan jaringan susah,” katanya saat dihubungi dari Kendari.
Kepala Stasiun Geofisika Kendari Rudin menjelaskan, guncangan gempa dirasakan cukup kuat di wilayah Kecamatan Kulisusu atau yang sering disebut Ereke pada skala III MMI (Modified Mercalli Intensity). Pada skala ini guncangan dirasakan nyata di dalam rumah seolah-olah ada truk yang berlalu.
”Gempa ini adalah gempa pertama, tanpa adanya catatan gempa awalan. Tapi kekuatan skala III MMI seharusnya tidak berdampak ke pembangkit listrik atau jaringan,” kata Rudin di Kendari, Sabtu malam.
Meski terjadi di laut, lanjut Rudin, gempa ini tidak berpotensi tsunami. Sejauh ini, belum ada kerusakan bangunan atau korban luka yang dilaporkan akibat kejadian ini. Gempa susulan juga belum terjadi.
Meski demikian, ia mengharapkan warga tetap waspada dan mempersiapkan mitigasi dini. Tidak hanya itu, warga juga diharapkan memastikan kondisi rumah aman sebelum kembali ke dalam bangunan. Warga diimbau untuk tidak panik dan tidak memercayai berita yang tidak jelas sumbernya.
Selama ini juga belum pernah tercatat ada riset terkait sesar di lokasi gempa saat ini.
Menurut Rudin, gempa bumi yang terjadi merupakan jenis gempa dangkal akibat aktivitas sesar lokal di tenggara Buranga. Sumber gempa bukan berasal dari Sesar Buton yang memang telah teridentifikasi sebelumnya.
”Sumber gempanya kami sebutnya sesar lokal karena belum ada referensi adanya sesar di sekitar wilayah tersebut. Selama ini juga belum pernah tercatat ada riset terkait sesar di lokasi gempa saat ini. Memang ada Sesar Buton, tetapi tidak melintasi wilayah tersebut,” tuturnya.
Sesar Buton merupakan salah satu sesar aktif di wilayah Sulawesi Tenggara. Sesar ini memiliki pergerakan 0,1 milimeter per tahun yang memiliki dua segmen, yaitu segmen A sepanjang 60 kilometer di Pulau Muna dan segmen B sepanjang 29 kilometer di Pulau Buton.
Medio Agustus 2020, tiga gempa dengan kekuatan hingga M 4,6 mengguncang Kabupaten Buton Utara. Gempa ini diakibatkan meningkatnya aktivitas Sesar Buton, khususnya segmen B di wilayah tersebut.
Sementara itu, pada Oktober 2020, aktivitas Sesar Buton juga menimbulkan gempa berkekuatan M 5,4 di wilayah Buton Selatan. Gempa terjadi sekitar pukul 10.00 Wita dengan guncangan yang dirasakan selama beberapa detik.
Guncangan gempa dirasakan warga di Kabupaten Buton Selatan hingga Kota Baubau, keduanya di Pulau Buton. Gempa membuat getaran di dalam rumah dan beberapa benda bergoyang cukup kuat. ”Terasa sekali guncangannya, tetapi cuma sebentar, sekitar beberapa detik. Saya kira ada truk lewat, ternyata gempa,” kata Salman, warga Baubau.
Di Sultra, terdapat sejumlah sesar aktif, di antaranya Sesar Buton, Sesar Naik-Tolo, Sesar Kendari, Sesar Tolo, dan Sesar Lawanopo. Sesar Buton termasuk yang cukup aktif, ditandai dengan guncangan gempa yang terjadi beberapa kali di wilayah ini.
Sebelumnya, Ketua Forum Pengurangan Risiko Bencana Sultra Jamhir Safani menyampaikan, gempa yang terjadi beberapa kali di wilayah Buton menunjukkan adanya aktivitas sesar yang terus terjadi beberapa waktu terakhir. Hal ini sebaiknya menjadi pengingat bagi pemerintah dan masyarakat akan rentannya bencana.
”Hal ini harus menjadi perhatian karena di sekitar kita ada sesar yang aktif dan terus bergerak. Pemerintah harus memperhitungkan dampak dan upaya mitigasi sedini mungkin,” ucapnya.
Mitigasi, lanjut Jamhir, bisa dimulai dengan membuat sistem zonasi di setiap wilayah. Zonasi menunjukkan lokasi dengan risiko rendah, sedang, hingga tinggi. Selain itu, juga membuat hitungan bangunan yang berada di lokasi risiko tinggi. Hal itu untuk mengurangi korban ketika terjadi bencana, khususnya gempa. Rencana mitigasi ini harus dikaitkan dengan perencanaan pembangunan.