Ekspor Pertanian Bali Masih Prospektif, Syaratnya Tingkatkan Kualitas
Balai Karantina Pertanian Kelas I Denpasar, Bali, tetap mendorong ekspor komoditas unggulan pertanian Bali. Pandemi Covid-19 secara global diakui berdampak terhadap kinerja ekspor daerah yang mengalami penurunan.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA M PUTRA
·3 menit baca
DENPASAR, KOMPAS – Balai Karantina Pertanian Kelas I Denpasar, Bali, mendorong ekspor komoditas unggulan pertanian Bali meski dalam situasi pandemi Covid-19. Ekspor sejumlah komoditas unggulan daerah seperti manggis, kakao, kopi, mangga, dan vanili berpeluang ditingkatkan seiring pembukaan kembali jalur perdagangan internasional.
Pandemi Covid-19 secara global diakui berdampak terhadap kinerja ekspor daerah yang menurun. Dalam rilis Balai Karantina Pertanian Kelas I Denpasar disebutkan, Karantina Pertanian mendukung program Gratieks, atau Gerakan Tiga Kali Lipat Ekspor, yang digagas Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. Terkait hal tersebut, Karantina Pertanian juga memberikan pendampingan, di antaranya, melalui bimbingan prosedur pemenuhan persyaratan ekspor.
Berdasarkan data di sistem pelayanan perkarantinaan Indonesian Quarantine Full Automation System (IQFAST), kinerja ekspor di Bali pada 2020 menurun dibandingkan tahun 2019. Adapun dari laporan Balai Karantina Pertanian Kelas I Denpasar, jumlah negara tujuan ekspor pun turut berkurang. Penurunan disebabkan berlakunya pembatasan wilayah akibat kondisi pandemi Covid-19 secara global.
Menurut Kepala Balai Karantina Pertanian Kelas I Denpasar Putu Terunanegara, seiring pembukaan kembali jalur perdagangan internasional, ekspor produk pertanian dari Bali berpeluang ditingkatkan, baik volume maupun nilai komoditasnya secara bertahap. “Selain manggis, kakao, kopi, dan mangga, saat ini terdapat juga vanili yang akan ditingkatkan ekspornya,” kata Terunanegara yang dihubungi Kompas , Jumat (26/2/2021).
Pada 2020, ekspor komoditas vanili dari Bali tercatat 36,496 ton. Terjadi penurunan volume ekspor vanili karena pada 2019, ekspor komoditas vanili dari Bali mencapai 39,137 ton.
Dihubungi terpisah, Sabtu (27/2), Made Yudiana dari Kelompok Group Vanilla Mature Bali mengatakan, petani didorong terus menjaga kualitas produk hasil pertanian, terutama komoditas vanili. Pasalnya, vanili dari Bali memiliki pasar besar di Eropa. Meski demikian, mereka mencari produk berkualitas.
Bantuan pendampingan dari pemerintah kepada kelompok-kelompok tani, ujar Yudiana, penting dan bermanfaat bagi petani. Hal itu dirasakan Yudiana dan petani vanili di Yehembang Kauh, Kecamatan Mendoro, Kabupaten Jembrana. “Adapun harga jual masih ditentukan pasar,” kata Yudiana.
Peningkatan ekspor dari daerah, khususnya komoditas pertanian di Bali, menurut Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Trisno Nugroho, dapat menjadi bantalan ekonomi di kala krisis, sekaligus upaya mempercepat pemulihan ekonomi. Trisno menyebutkan, beberapa komoditas pertanian Bali, misalnya, kopi dan kakao, dan hasil perikanan memiliki potensi yang tinggi untuk dikembangkan dan menjadi komoditas yang memiliki pertumbuhan pangsa pasar ekspor bernilai positif (rising star).
“Komoditas dimaksud (kopi, kakao, dan ikan) termasuk dalam kategori 20 komoditas dengan pangsa dan pertumbuhan tinggi di tahun 2020,” kata Trisno melalui surat elektronik kepada Kompas.
Dari catatan Bank Indonesia, produksi kopi di Bali mencapai 15.302 ton pada 2019. Adapun produksi kakao pada 2019 sebesar 4.951 ton. Sedangkan komoditas perikanan di Bali mencapai 112.252 ton pada 2019. Produktivas kopi dan kakao di Bali masih di bawah produksi nasional namun produktivitas perikanan Bali, yang mencapai 112.252 ton pada 2019, dinyatakan setara dengan 13,94 persen dari produksi nasional.
Menurut Trisno, tingginya peluang ekspor komoditas pertanian itu perlu didukung kebijakan-kebijakan sektoral dalam rangka peningkatan produksi, kapasitas kelembagaan, dan perluasan pasar serta hilirisasi. Selain itu, diperlukan adanya insentif dan kemudahan berinvestasi di sektor pertanian.
“Diharapkan komoditas pertanian berbasis ekspor dapat menjadi salah satu sumber pertumbuhan bagi perekonomian Bali sehingga dapat mengurangi ketergantungan pada sektor pariwisata,” kata Trisno.
Trisno juga menerangkan, Bank Indonesia berpartisipasi secara aktif dalam mempromosikan produk unggulan Bali dan mendorong adanya pertemuan bisnis (business matching) antara pelaku usaha di Bali, pelaku usaha di luar Bali, dan pelaku usaha dari luar Indonesia. Bank Indonesia juga mendorong produktivitas pertanian, termasuk melalui program sosial Bank Indonesia dengan kalangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) binaan Bank Indonesia.