Warga Desa Siron Blang, Kecamatan Kuta Cot Glie, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, harus bertaruh nyawa saat menyeberangi Sungai Keumireu karena jembatan tak kunjung dibangun. Di sisi lain, pejabat diberi fasilitas.
Oleh
ZULKARNAINI
·5 menit baca
Setelah jembatan gantung Desa Siron Blang di Kecamatan Kuta Cot Glie, Aceh Besar, ambruk diterjang banjir dua tahun silam, warga bertaruh nyawa menyeberangi derasnya Sungai Keumireu. Berjarak 15 kilometer dari kantor bupati dan 40 km dari kantor gubernur, suara hati warga seolah tak terdengar.
Muhammad Rendi (10) dan teman-temannya pulang sekolah, Jumat (19/2/2021) siang. Mereka berjalan cepat menyusuri jalan berbatu karena teman lainnya menunggu di tepi sungai.
Dengan cekatan, mereka melompat ke rakit bambu. Tangan kecil Rendi meraih tali tambang agar rakit berukuran 1,5 meter x 2 meter itu bergerak menyeberangi sungai. Air sungai jernih, beberapa perempuan terlihat mencuci pakaian.
”Bang, pajan titi dipeuget? Neupeugah bak Pak Jokowi, jok titi ke kamoe (Bang, kapan jembatan dibangun? Tolong sampaikan ke Presiden Joko Widodo, beri kami jembatan),” ujar Rendi kepada Kompas, sambil menarik tali tambang.
Desa Siron Blang dibelah Sungai Keumireu. Jumlah penduduknya sekitar 300 orang. Terdapat dua dusun yang dipisahkan sungai, yakni Dusun Siron Cut yang dihuni sekitar 200 orang dan Dusun Siron Krung dihuni 100 orang.
Dusun Siron Krung berada di sisi yang mudah diakses, sekitar 10 kilometer dari jalan nasional Banda Aceh-Meulaboh. Sekolah dan fasilitas publik lain ada di dusun itu. Sementara Dusun Siron Cut berada di sisi lain dari sungai. Akses paling mudah ke dusun itu dari Dusun Siron Krung adalah dengan menyeberangi sungai atau memutar sejauh belasan kilometer.
Dulu, antardusun itu dihubungkan dengan jembatan gantung sepanjang 80 meter dan lebar 1 meter. Jembatan itu sangat tua, hingga akhir 2018 ambruk diterjang banjir. Beberapa bulan kemudian, pemerintah membantu pembangunan jembatan darurat dari batang kelapa. Namun, jembatan itu juga ambruk akibat banjir.
Setelah jembatan darurat rusak, warga terpaksa menyeberangi sungai menggunakan rakit bambu. Jika air sedang surut, warga menyeberangi sungai tanpa alas kaki dengan menyunggi barang bawaan. ”Ada yang jatuh, buku-buku basah semua,” ucap Rendi.
Jika air sedang naik, warga terpaksa menempuh jalan alternatif sejauh 15 km. ”Kalau air besar, kami tidak sekolah,” kata Rendi. Ia dan anak-anak di Desa Siron Blang, khususnya Dusun Siron Cut, berharap pemerintah segera membangun jembatan untuk memudahkan mereka ke sekolah.
Aktivitas terhambat
Ketiadaan jembatan membuat warga tidak bisa beraktivitas dengan leluasa. Riza Juliani (38), warga setempat, mengatakan, hasil kebun petani pun sulit dijual ke luar dusun. Hal yang paling utama, ia khawatir keselamatan anaknya saat menyeberangi sungai ketika berangkat dan pulang sekolah.
”Apalagi kalau sakit tengah malam, susah sekali. Puskesmas jauh di seberang, harus menyeberang sungai tengah malam. Bahaya,” kata Riza. Di Desa Siron Blang tidak ada fasilitas kesehatan. Warga pun harus pergi ke pusat kecamatan yang berjarak 15 km.
Pada Februari 2019, Bupati Aceh Besar Mawardi Ali meninjau jembatan yang rusak. Dia ikut naik ke perahu karet untuk membantu anak-anak menyeberang. Meski ia menyampaikan bahwa pada 2020 jembatan akan dibangun, hingga kini hal itu belum terealisasi.
Pada Januari 2021, anggota DPR asal Aceh, Irmawan, juga meninjau Desa Siron Blang. Ia berjanji mengusulkan pembangunan jembatan ke Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). ”Saya akan menyampaikan langsung kepada Menteri PUPR untuk membangun jembatan pada tahun ini,” katanya.
Kepala Dinas PUPR Aceh Besar Syahrial menuturkan, pembangunan jembatan di Desa Siron Blang adalah kebutuhan mendesak bagi warga. Namun, Pemerintah Kabupaten Aceh Besar tak bisa membangun jembatan itu karena beban APBD terlalu besar.
Pihaknya pernah mengusulkan kepada Pemda Aceh, tetapi ditolak dengan alasan pembangunan jembatan itu tanggung jawab Pemkab Aceh Besar. Pada 2019, pihaknya juga mengusulkan pembangunan jembatan itu ke Balai Pelaksanaan Jalan Nasional Aceh dan berharap pada tahun berikutnya jembatan bisa dibangun.
Awalnya, Syahrial mendapatkan kabar baik bahwa pembangunan jembatan itu dikabulkan. Namun, belakangan, dia memperoleh kabar rencana pembangunan jembatan batal.
Berkas permohonan pembangunan kepada Kementerian PUPR juga telah disampaikan. ”Sedang diupayakan semoga masuk Rancangan APBN Perubahan 2021,” katanya.
Kebutuhan anggaran pembangunan jembatan Siron Blang sekitar Rp 6 miliar. Menurut rencana, jembatan baru itu bisa dilalui kendaraan roda empat kapasitas terbatas. Setidaknya mobil bak terbuka bisa melewati jembatan beton itu. ”Mudah-mudahan tahun ini terwujud,” ujar Syahrial.
Sebagai provinsi penerima dana otonomi khusus (otsus), Aceh sebenarnya memiliki anggaran cukup untuk membangun jembatan itu. Pada 2008-2020, Aceh menerima dana otsus Rp 73 triliun. Bahkan, Pemda Aceh pada 2019 membeli 172 mobil dinas, total seharga Rp 100 miliar.
Meski dana otsus cukup besar, Koordinator Masyarakat Transparansi Anggaran Aceh Alfian menilai, pembangunan di Aceh sebagian tidak sesuai dengan kebutuhan publik. Infrastruktur yang sudah dibangun pun terbengkalai. Kompleks terminal angkutan umum di Saree, Aceh Besar, misalnya, kini tidak digunakan. Padahal, terminal itu dibangun dengan dana Rp 7 miliar.
Di sisi lain, tidak jauh dari Saree, warga Desa Siron Blang harus menyeberangi sungai dengan rakit bambu karena jembatan yang mereka butuhkan tidak kunjung dibangun.
Alfian menambahkan, fasilitas yang digunakan oleh pejabat sangat kontras dengan pembangunan bagi rakyat. Pejabat diberikan kendaraan dinas, tunjangan, dan akses, tetapi warga dibiarkan hidup terisolasi bertahun-tahun.
Ketidakadilan pembangunan menyebabkan angka kemiskinan di Aceh masih tinggi. Pada September 2020, jumlah penduduk miskin di Aceh 833.000 jiwa atau 15,34 persen. ”Pembangunan lebih banyak sesuai keinginan pejabat, bukan kebutuhan rakyat,” kata Alfian.
Pejabat diberikan kendaraan dinas, tunjangan, dan akses, tetapi warga dibiarkan hidup terisolasi bertahun-tahun.
Padahal, untuk mengatasi kendala akses jalan bagi warga Siron Blang, jembatan darurat yang lebih sederhana bisa dibangun terlebih dulu. Jembatan beton senilai Rp 6 miliar bisa dibangun belakangan.
Tak heran, Rendi pun sampai minta pesannya disampaikan kepada Presiden agar jembatan di desanya segera dibangun.