Hanya terdapat 18 tempat pemeriksaan imigrasi di wilayah Papua yang berbatasan langsung dengan negara Papua Niugini. Hal ini menyebabkan rawan terjadi masalah pelanggaran keimigrasian oleh warga negara asing di Papua.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Penyalahgunaan izin keimigrasian di wilayah Papua rawan terjadi. Sepanjang tahun 2020, Imigrasi Papua telah memproses hukum 116 warga asing yang melanggar izin keimigrasian.
Pelaggaran itu, antara lain, berupa tak memperpanjang visa ketika habis, masuk ke wilayah RI diam-diam tanpa memiliki paspor, dan bekerja di wilayah RI dengan visa turis.
Kepala Divisi Keimigrasian Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Papua Novianto Sulastono, di Jayapura, Papua, Jumat (26/2/2021), mengatakan, 116 warga negara asing yang diproses hukum berasal dari Papua Niugini (PNG) 99 orang, China 14 orang, Korea Selatan 2 orang, dan Amerika Serikat 1 orang. Saat ini ke-116 orang tersebut telah dideportasi ke negara masing-masing.
Dari 116 kasus itu, sebanyak 112 kasus ditangani oleh Kantor Imigrasi dan Rumah Detensi Imigrasi Jayapura, 3 orang ditangani Kantor Imigrasi Biak, serta 1 orang ditangani Kantor Imigrasi Mimika.
”Sebesar 90 persen dari 116 warga negara yang terjerat pelanggaran keimigrasian di Papua adalah warna Papua Niugini. Hal ini karena Papua adalah wilayah Indonesia berbatasan langsung dengan Papua Niugini,” papar Novianto.
Ia menuturkan, pihak Imigrasi kewalahan mengawasi warga asing karena wilayah Papua sangat luas, sementara jumlah petugas sangat terbatas. Sebagai gambaran, hanya terdapat 18 pos tempat pemeriksaan imigrasi (TPI) di 28 kabupaten dan 1 kota serta perbatasan RI-PNG.
Terlibat narkoba
Selain pelanggaran keimigrasian, sebagian warga negara asing juga terjerat pelanggaran hukum lain. Diketahui dari data Polresta Jayapura, terjadi 62 kasus penyalahgunaan narkoba jenis ganja dan sabu. Sebanyak 10 warga PNG ditetapkan sebagai tersangka karena membawa ganja dari negaranya untuk dijual di Jayapura.
”Warga negara asing yang terjerat kasus hukum seperti penyalahgunaan narkoba harus menjalani pidana penjara di Lapas Narkotika Doyo. Setelah itu, barulah kami mendeportasi mereka ke negaranya,” ucap Novianto.
Ia mengakui, idealnya, semakin banyak TPI, pengawasan aktivitas warga negara asing di Papua lebih efektif. Karena itu, lanjut Novianto, pihaknya telah membentuk Tim Pengawasan Orang Asing (Pora) di seluruh Papua.
”Tim Pora merupakan gabungan pihak Imigrasi, pemda setempat, dan aparat keamanan TNI Polri. Tim ini saling bersinergi untuk menangani masalah keimigrasian di lapangan,” lanjutnya.
Komandan Resor Militer 172/Praja Wira Yakti Brigadir Jenderal TNI Izak Pangemanan memaparkan, para penyelundup ganja memanfaatkan banyak jalan pintas yang belum dapat dijaga aparat keamanan.
Ia menyebutkan, terdapat tiga batalyon Satgas Pamtas yang mengamankan batas darat di antara tiga daerah di Indonesia dan PNG sepanjang 430 kilometer, yakni Kota Jayapura, Keerom, dan Pegunungan Bintang.
”Hanya terdapat 51 pos Satgas Pamtas yang mengamankan perbatasan sepanjang 430 kilometer. Karena itu, kami selalu bersinergi dengan Polri, Bea dan Cukai, masyarakat, dan sejumlah lembaga yang terkait untuk mencegah penyelundupan ganja, senjata api, dan amunisi,” ungkap Izak.
Ia berharap, masyarakat juga berkontribusi untuk melaporkan kepada aparat kepolisian apabila menemukan ladang ganja dan oknum yang berupaya menyelundupkan ganja ke wilayah Indonesia.
Kepala Perwakilan Komnas HAM Perwakilan Wilayah Papua Frits Ramandey mengungkapkan, perbatasan Papua-PNG menjadi salah satu dari tiga pintu masuk penyelundupan amunisi dan senjata api ke Organisasi Papua Merdeka.
Adapun pelaku melalui ratusan jalan tikus di perbatasan Papua-PNG di sejumlah daerah, meliputi Skouw-Wutung di Kota Jayapura, daerah Sota di Merauke, dan Pegunungan Bintang.
”Penyelundupan amunisi dan senjata di perbatasan Papua-PNG melalui jalur darat. Kami berharap, pemerintah dan aparat TNI Polri dapat meningkatkan pengawasan di daerah perbatasan,” ucap Frits.