Pengendalian Banjir Kota Semarang Belum Terpadu dan Simultan
Banjir setiap kali hujan lebat di Semarang, termasuk di tengah kota, menunjukkan indikasi bahwa air tak tertampung lagi. Sistem saluran air dan penataan ruang cenderung kacau karena tak terhubung satu sama lain.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·4 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Sejumlah lokasi di Kota Semarang, Jawa Tengah, hingga Jumat (26/2/2021) masih terendam banjir sehingga mengganggu aksesibilitas warga. Banjir yang beberapa kali melanda sejak awal 2021 ini diharapkan menjadi momentum evaluasi pengelolaan sumber daya air di ibu kota Jateng itu agar dibenahi secara terpadu dan simultan.
Berdasarkan pantauan, Jumat siang hingga sore, genangan masih dijumpai di beberapa titik ruas jalan kota, antara lain Jalan MT Haryono, Dokter Cipto, Ronggowarsito, Pengapon, dan Raden Patah. Ketinggian genangan hingga sekitar 30 sentimeter (cm). Padahal, pada Jumat siang hingga sore, cuaca di Kota Semarang cerah.
Banjir juga menggenangi Jalan Kaligawe, Kecamatan Gayamsari, Kota Semarang, dengan ketinggian 30-40 cm. Permukiman di sekitarnya juga tergenang. Mobil dan truk melambatkan laju kendaraan, sedangkan beberapa sepeda motor mogok akibat dipaksa menerjang banjir.
Golib (49), warga Sawah Besar, Kaligawe, Kelurahan Kaligawe, Kecamatan Gayamsari, mengatakan, hujan sejak beberapa hari lalu membuat rumahnya terendam air sekitar 20 cm. Sepeda motor terpaksa ia tempatkan beberapa meter dari rumah atau di tempat yang lebih tinggi dan tak tergenang.
”Kemarin (Kamis), air semakin tinggi. Hari ini perlahan surut, tetapi belum signifikan. Banjir akibat luapan dari anak sungai. Selama 15 tahun tinggal di sini, baru pertama kali kebanjiran,” kata Golib.
Sementara itu, Bagyo (60), warga Jalan Karang Kimpul, Kaligawe, menuturkan, banjir di rumahnya sempat menggenang hingga 30 cm, kini tinggal 20 cm. Sejak akhir 1990-an ia sudah dua kali meninggikan rumah, lebih dari 2 meter agar tidak kebanjiran, serta berkejaran dengan peninggian jalan. Namun, kini rumahnya tetap kemasukan air.
Di Jalan Raya Pantura Semarang-Demak, Kecamatan Genuk, banjir masih menggenang. Bahkan, di Trimulyo, Genuk, jenazah warga terpaksa diangkut dengan perahu menuju Makam Trimulyo. ”Betul, tadi anggota BPBD (Kota Semarang) dibantu komunitas sukarelawan,” ujar Sekretaris Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Semarang Winarsono, membenarkan kejadian itu.
Winarsono menuturkan, hingga Jumat sore, air juga masih menggenang di sejumlah titik, antara lain Jalan Gajah Birawa (Tlogosari Kulon), Jalan Sido Luhur, Jalan Sido Asih, dan Muktiharjo Kidul (Pedurungan), dengan ketinggian 5-40 cm. Dapur Umum BPBD Kota Semarang pun mendistribusikan 725 nasi bungkus ke tujuh titik.
Sejak akhir 1990-an Bagyo sudah dua kali meninggikan rumah, lebih dari 2 meter agar tidak kebanjiran, serta berkejaran dengan peninggian jalan. Namun, kini rumahnya tetap kemasukan air.
Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi menuturkan, penanganan banjir menjadi salah satu program prioritas setelah ia dilantik. Pihaknya akan mengevaluasi total banjir di Kota Semarang yang tidak hanya melanda daerah pesisir dengan muka tanah rendah, tetapi juga perkotaan, meski kemudian dapat segera surut.
Menurut Hendrar, jika ditemukan masalah kurangnya pompa, pengadaan pompa dengan kapasitas lebih besar akan dilakukan. ”Namun, untuk di tengah kota, mestinya tidak boleh begitu (banjir). Saya enggak tahu apakah teman-teman di (dinas) pekerjaan umum lalai membersihkan saluran atau pompanya yang kurang. Kami evaluasi,” katanya.
Namun, untuk di tengah kota, mestinya tidak boleh begitu (banjir). Saya enggak tahu apakah teman-teman di (dinas) pekerjaan umum lalai bersihkan saluran atau pompanya yang kurang. Kami evaluasi. (Hendrar Prihadi)
Sebelumnya, Kepala Satuan Kerja Pelaksanaan Jaringan Sumber Air Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali Juana, Yulius, menuturkan, terkait dengan banjir di sekitar Kaligawe, pihaknya sudah mengoptimalkan total 11 pompa dengan kapasitas masing-masing 2 meter kubik per detik pada Sistem Kali Tenggang dan Sringin.
Namun, ada pelambatan aliran air yang menyebabkan genangan sulit surut. Menurut dia, saat banjir sudah surut, penyebabnya akan ditelusuri, termasuk kemungkinan tersumbatnya drainase. Pasalnya, setiap curah hujan melebihi 50 milimeter (mm) langsung terjadi genangan.
Satu manajemen
Guru Besar Bidang Kependudukan dan Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang Saratri Wilonoyodho mengatakan, banjir setiap kali hujan lebat, termasuk di tengah kota, menunjukkan indikasi bahwa air tak tertampung lagi. Sistem saluran air dan penataan ruang cenderung kacau karena tak terhubung satu sama lain.
Pemerintah harus menjadikan bencana banjir ini sebagai momentum evaluasi. ”Saat ini, sebenarnya sudah ada teknologi drone (pesawat nirawak) untuk memetakan semuanya. Baik itu drainase, pendangkalan sungai, pompa air, dan lainnya. Jadi, penanganannya jangan terpotong-potong, harus simultan, satu manajemen,” kata Saratri.
Banjir, terutama di wilayah utara Kota Semarang, juga dipengaruhi penurunan muka tanah serta pasang surut air laut. Saratri memaparkan, pengambilan air tanah berlebih memicu percepatan penurunan muka tanah. Pengaturan penggunaan air tanah bagi pelaku bisnis dan industri, termasuk perhotelan, perlu diatur. Pelayanan air bersih PDAM juga harus terjamin.
Tak kalah penting, kata Saratri, Pemkot perlu menginisiasi gerakan warga untuk menjaga dan merawat sungai. ”Dengan pendekatan itu, akan tumbuh kesadaran warga untuk menjaga sungai. Sebab, saat ini saya melihat perilaku masyarakat untuk merawat sungai, baik kalangan bawah maupun industri, belum baik,” ujar Saratri.