Pencegahan penyelundupan senjata dan amunisi amat diperlukan guna mengatasi konflik berkepanjangan di sejumlah tempat di Papua. Aparat keamanan memperketat pengawasan di sejumlah koridor laut antara Maluku dan Papua.
Oleh
FABIO LOPEZ DA COSTA/ FRANSISKUS PATI HERIN
·4 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS - Penyelundupan senjata dan amunisi untuk kelompok kriminal bersenjata di Papua umumnya memakai jalur perairan dari Maluku ke Sorong, Manokwari, dan Nabire. Terkait hal itu, aparat keamanan memperketat pengawasan di sejumlah koridor laut antara Maluku dan Papua guna mencegah penyeludupan itu.
Pencegahan penyelundupan untuk kelompok kriminal bersenjata (KKB) ini amat diperlukan guna mengatasi konflik berkepanjangan yang terjadi di sejumlah tempat di Papua.
”Kami akan meningkatkan pengawasan di tiga pintu masuk ini, yakni Sorong, Manokwari, dan Nabire. Sudah saatnya kami menghentikan pasokan senjata dan amunisi ke KKB,” kata Wakil Kepala Kepolisian Daerah Brigadir Jenderal (Pol) Matius Fakhiri saat dikonfirmasi di Jayapura, Kamis (25/2/2021).
Matius membenarkan, pihaknya bersama TNI menggagalkan penyelundupan senjata dan amunisi beberapa hari terakhir. Lima orang ditangkap dalam dua hari berbeda di Nabire. Mereka diduga termasuk dalam jaringan penjualan senjata dan amunisi dari Makassar, Sulawesi Selatan. Kepolisian di Nabire dan Makassar tengah menyelidiki pasokan senjata dan amunisi dari jaringan itu.
Dari data Polda Papua, awalya kepolisian dan TNI menangkap tiga orang yang diduga terlibat penjualan amunisi dan senjata api, Senin (22/2), di Kelurahan Bumi Wonorejo, Nabire. Mereka ialah JWI, DJ, dan RN. Dari ketiga tersangka disita 20 butir peluru kaliber 5,56 milimeter, uang Rp 84 juta, 2 sepeda motor, dan 5 telepon seluler.
Dua tersangka lain kembali ditangkap pada Selasa (23/2), yakni Ma di Kampung Lani dan Ra di Jalan Poros Distrik Yaro. Dari keduanya disita 2 pucuk airsoft gun, 10 butir peluru berkaliber 7,62 milimeter, 22 butir peluru berkaliber 5,56 milimeter, 2 telepon seluler, dan 4 tabung gas untuk senjata airsoft gun.
”Diduga, ada seorang mantan anggota TNI yang terlibat dalam kasus penjualan senjata dan amunisi dari jaringan Makassar. Dia telah dipecat dari satuannya,” ungkap Fakhiri.
Komandan Resor Militer 173/PVB Brigjen Iwan Setiawan, saat dihubungi, mengakui, pihaknya terlibat bersama Polri dalam penangkapan pelaku penjualan senjata dan amunisi di Nabire.
”Kami bersinergi dengan kepolisian untuk mencegah masuknya senjata dan amunisi bagi KKB. Kami akan meningkatkan pengawasan di setiap pintu masuk wilayah teritorial Korem 173,” tutur Iwan.
Kasus itu menunjukkan terus berulangnya upaya penyelundupan senjata ke Papua. Sebelum itu, dua anggota Polres Kota Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease, Maluku, yakni Brigadir Kepala SAT dan Brigadir Kepala MRA diduga terlibat penjualan revolver dan senjata rakitan laras panjang menyerupai SS1.
Selain itu, seorang anggota TNI AD dari Batalyon 733/Masariku diduga menjual 600 peluru kaliber 5,56 milimeter. Senjata dan amunisi itu dibeli J, warga Papua. Transaksi pembelian berlangsung di Ambon. Pada 10 Februari, J ditangkap polisi di Bintuni, Papua Barat. J hendak menyalurkan senjata dan amunisi ke penadah dan nantinya akan mengirimnya ke KKB di Papua.
Hentikan penyelundupan
Uskup Jayapura Monsinyur Leo Laba Ladjar mengatakan, Gereja Katolik di Papua menyerukan agar pihak keamanan bisa menghentikan serta mencegah penyelundupan amunisi dan senjata api ke Organisasi Papua Merdeka. Hal ini untuk mencegah konflik berkepanjangan yang terjadi di Papua.
”Selama kelompok ini masih memiliki senjata dan amunisi, konflik di tanah Papua tidak akan berakhir. Situasi di daerah seperti Intan Jaya tidak akan kondusif dan warga yang menjadi korban,” kata Leo.
Data dari Polda Papua, terjadi 49 gangguan keamanan oleh KKB di Papua sepanjang 2020. Penembakan KKB terjadi di tujuh wilayah hukum Polda Papua, yakni Nduga, Intan Jaya, Paniai, Mimika, Puncak Jaya, Keerom, dan Pegunungan Bintang. Sebanyak 17 orang meninggal.
Pada 2021, penembakan masih terjadi. Misalnya, di Intan Jaya, terjadi tujuh kali teror oleh KKB dari Januari hingga pertengahan Februari. Tiga anggota TNI dan dua warga sipil meninggal.
Maluku menjadi salah satu daerah yang diincar pedagang senjata dan amunisi ilegal. Terkait hal itu, Polda Maluku mengimbau warga agar menyerahkan senjata yang dimiliki kepada aparat.
”Bagi warga yang dengan sukarela menyerahkan senjata kepada aparat atau kepada pemerintah setempat, kami pastikan tidak akan diproses hukum. Namun, bagi yang ketahuan aparat akan diproses hukum dengan ancaman maksimal hukuman mati,” kata Kepala Bidang Humas Polda Maluku Komisaris Besar M Roem Ohoirat di Ambon.
Roem mengatakan, kemungkinan masih banyak senjata api dan amunisi peninggalan konflik disimpan warga di Maluku. Konflik sosial terjadi di Maluku selama lebih kurang empat tahun sejak 19 Januari 1999. Kala itu, banyak senjata beredar di Maluku, yang selain karena dipasok dari luar daerah juga dirakit sendiri oleh warga yang berkonflik.
Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Provinsi Maluku Benediktus Sarkol mengatakan, perdagangan senjata ilegal dan keterlibatan sejumlah oknum aparat di Maluku sangat mengganggu rasa aman masyarakat.
”Ini bisa membangkitkan kembali trauma konflik dan rasa saling curiga di antara sesama warga masyarakat,” ujar Sarkol.