Kepala Daerah di Jabar Diminta Jaga Integritas dan Produktif
Lemahnya integritas menjadi salah satu persoalan paling krusial dalam kepemimpinan daerah di Jawa Barat. Lima pasangan kepala daerah yang baru dilantik diminta membangun sistem birokrasi untuk menjaga benteng integritas.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·4 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Lima pasangan kepala daerah terpilih pada Pilkada 2020 di Jawa Barat dilantik di Gedung Merdeka, Kota Bandung, Jumat (26/2/2021). Mereka diingatkan membangun sistem birokrasi untuk menjaga integritas, meningkatkan pelayanan masyarakat, dan cepat beradaptasi agar bekerja produktif di tengah pandemi Covid-19.
Pelantikan diikuti Bupati dan Wakil Bupati Sukabumi Marwan Hamami-Iyos Somantri, Bupati dan Wakil Bupati Indramayu Nina Agustina-Lucky Hakim, Bupati dan Wakil Bupati Karawang Cellica Nurrachadiana-Aep Syaepuloh, Bupati dan Wakil Bupati Pangandaran Jeje Wiradinata-Ujang Endin Indrawan, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota Depok Mohammad Idris-Imam Budi Hartono. Namun, Imam dilantik secara virtual karena sedang sakit. Kelima pasangan akan menjabat pada periode 2021-2026.
Pengambilan sumpah jabatan dilakukan oleh Gubernur Jabar Ridwan Kamil atas nama Presiden Joko Widodo. Sebelum dilantik, dibacakan Keputusan Menteri Dalam Negeri tentang Pengesahan Pengangkatan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Hasil Pemilihan Kepala Daerah Serentak Tahun 2020 di Kabupaten dan Kota pada Provinsi Jawa Barat.
Kamil menitipkan tiga pesan kepada pasangan kepala daerah tersebut. Pertama, menjaga benteng integritas yang diwujudkan dalam sistem birokrasi.
”Sejarah sudah membuktikan, banyak pemimpin berguguran karena jebolnya benteng integritas,” ujarnya.
Kedua, meningkatkan pelayanan masyarakat. Ia berharap, kepala daerah sigap memberikan solusi atas permasalahan masyarakat.
”Terakhir, beradaptasilah dengan segala teknologi agar bisa produktif. Covid-19 membuat kita tidak bisa lagi bekerja dengan pola-pola lama,” ujarnya.
Terdapat 101 kasus korupsi di Jabar pada periode 2004-2020. Jumlah itu menjadi yang terbanyak di Indonesia diikuti Jawa Timur (93 kasus) dan Sumatera Utara (73 kasus).
Selain lima daerah tersebut, Pilkada 2020 di Jawa Barat juga digelar di Kabupaten Cianjur, Bandung, dan Tasikmalaya. Namun, pelantikan kepala daerah di tiga kabupaten itu belum dapat dilakukan.
Bupati Cianjur terpilih Herman Suherman, misalnya, jabatannya sebagai Pelaksana Tugas Bupati Cianjur baru berakhir pada Mei 2021. Sementara untuk Kabupaten Bandung dan Tasikmalaya masih menunggu hasil gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK).
”Keputusan MK baru hadir kurang lebih Maret ini sehingga masih menunggu hasil finalnya,” ujarnya.
Kamil pun meminta kepala daerah menyukseskan vaksinasi Covid-19. Pemerintah Provinsi Jabar menargetkan penyuntikan vaksin kepada 36 juta warganya dalam satu tahun untuk membentuk kekebalan kelompok (herd immunity).
Lemahnya integritas menjadi salah satu persoalan paling krusial dalam kepemimpinan pemerintah daerah di Jabar. Bupati dan wali kota di provinsi ini telah beberapa orang terseret kasus korupsi.
Dalam diskusi di Jakarta, Juni 2020, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengatakan, terdapat 101 kasus korupsi di Jabar pada periode 2004-2020. Jumlah itu menjadi yang terbanyak di Indonesia diikuti Jawa Timur (93 kasus) dan Sumatera Utara (73 kasus).
Rabu (24/2), Wali Kota nonaktif Tasikmalaya Budi Budiman divonis hukuman satu tahun penjara dan denda Rp 200 juta di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung. Ia dinyatakan terbukti menyuap pegawai Kementerian Keuangan untuk mengurus dana insentif daerah 2017 dan dana alokasi khusus Tasikmalaya 2018.
Oktober tahun lalu, Wali Kota Cimahi Ajay Muhammad Priatna ditangkap KPK diduga terlibat korupsi kasus perizinan pengembangan RS Kasih Bunda Cimahi. KPK menyita uang Rp 420 juta dari kesepakatan Rp 3,2 miliar.
Wali kota sebelumnya, Atty Suharti (2012-2017), juga ditangkap KPK karena terlibat korupsi proyek Pasar Atas Baru senilai Rp 57 miliar pada 2016. Ikut ditangkap kala itu suaminya, M Itoch Tochija, Wali Kota Cimahi dua periode, 2002-2012. Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung memvonis 4 tahun penjara Atty pada 30 Agustus 2017 dan 7 tahun bagi Itoch.
Bekas Bupati Indramayu, Supendi, dijatuhi hukuman 4 tahun 6 bulan penjara di Pengadilan Tipikor Bandung pada Juli 2020. Ia dijerat kasus suap proyek pembangunan jalan.
Pada akhir 2018, Bupati Cianjur kala itu Irvan Rivano Muchtar ditangkap KPK dengan tuduhan terlibat korupsi dana alokasi khusus bidang pendidikan. Ia divonis lima tahun penjara. Kasus korupsi juga menjerat Bupati Bandung Barat dua periode 2008-2013 dan 2013-2018 Abubakar dan Bupati Subang 2016-2018 Imas Aryumningsih.
Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Katolik Parahyangan Asep Warlan Yusuf mengatakan, upaya pemberantasan korupsi butuh cara pencegahan yang efektif. Mulai dari regulasi ketat, jaminan kesejahteraan pegawai, dan penguatan aparat penegak hukum.
Selain itu, juga keterlibatan warga dan pihak swasta dalam mengawasi sistem perizinan serta ketegasan hukuman terhadap koruptor. ”Kalau koruptor dihukum berat dan dimiskinkan, efek jeranya akan lebih kuat. Sebab, hidup keluarganya terancam lebih menderita,” ujarnya.
Menurut Asep, penguatan sistem pencegahan korupsi saja tidak cukup. Dibutuhkan integritas kepala daerah dan pejabat pemerintah lainnya untuk tidak tergiur merampok anggaran negara serta menolak suap dan gratifikasi.