Babak Baru, Oknum TNI AU Juga Terseret dalam Kasus Senjata Ilegal di Ambon
Kasus penjualan senjata ilegal dari Ambon kepada kelompok kriminal bersenjata memasuki babak baru. Selain oknum anggota Polri dan TNI AD, kini ada anggota TNI AU yang terseret di dalamnya.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS — Kasus jual beli senjata ilegal di Ambon, Maluku, tak hanya melibatkan oknum anggota Polri dan TNI Angkatan Darat. Oknum anggota TNI Angkatan Udara juga terseret dalam kasus itu. Senjata revolver standar militer yang hendak dikirim ke kelompok kriminal bersenjata itu sempat mampir ke tangan anggota Pangkalan TNI AU Pattimura, Ambon.
”Jadi, yang terduga sudah ditahan dan diproses, tetapi belum bisa disampaikan karena masih dalam proses pengembangan. Ditunggu saja prosesnya, nanti disampaikan,” ujar Kepala Penerangan Pangkalan TNI AU Pattimura Ambon Letnan Dua Sus Yogi Tri Santoso, Jumat (26/2/2021).
Yogi enggan menjelaskan kronologi keterlibatan oknum yang ditahan tersebut beserta identitasnya. Yoga juga belum memastikan kapan pihaknya akan menggelar konferensi pers untuk menyampaikan penanganan kasus itu kepada publik. Menurut informasi yang dihimpun Kompas, oknum itu berinisial Prajurit Kepala AL.
Secara terpisah, Kepala Polres Kota Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease Komisaris Besar Leo Simatupang mengatakan, keterlibatan AL merupakan hasil pendalaman dari penjualan senjata revolver oleh Brigadir Kepala MRA, anggota Polres Kota Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease. ”Mereka masih bersaudara,” ujar Leo menjelaskan hubungan antara AL dan MRA.
Menurut Leo, senjata revolver itu merupakan milik Polri yang disimpan di gudang senjata Brimob Polda Maluku. Pada tahun 2000, saat konflik sosial terjadi di Maluku, gudang senjata tersebut dibobol oleh perusuh. Ribuan pucuk senjata dibawa kabur. ”Termasuk senjata revolver itu,” ucapnya.
Leo tidak mengetahui perjalanan senjata itu hingga sampai ke tangan AL, kemudian berpindah lagi ke tangan MRA, dan selanjutnya dijual. Informasi lebih dalam menjadi ranah penyidik polisi militer Pangkalan TNI AU Pattimura. Leo mengatakan, pihaknya akan berkoordinasi untuk membantu kelancaran penyidikan.
Penjualan dua pucuk senjata sbeerta 600 butir amunisi ilegal itu bisa jadi hanyalah puncak gunung es,
Dua anggota Polres Kota Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease, yakni Brigadir Kepala SAT dan Brigadir Kepala MRA, terlibat dalam penjualan dua pucuk senjata, yakni revolver standar militer dan senjata rakitan laras panjang menyerupai SS1. Harga jual revolver Rp 12 juta dan rakitan laras panjang Rp 20 juta.
Selain itu, ada juga keterlibatan seorang anggota TNI AD dari Batalyon 733/Masariku yang menjual 600 butir amunisi kaliber 5,53 milimeter. Harga jual keseluruhan Rp 1,5 juta. Senjata dan amunisi itu dibeli oleh J, warga Papua. Transaksi pembelian berlangsung di Ambon.
J lalu membawa barang ilegal itu keluar dari Ambon ke Pulau Seram menggunakan kapal. Dari Pulau Seram, ia menyeberang ke Papua. Pada 10 Februari lalu, J ditangkap oleh polisi di Bintuni, Papua Barat. J kala itu hendak menyalurkan senjata dan amunisi kepada penadah dan nantinya akan dikirim ke kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua.
Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Provinsi Maluku Benediktus Sarkol berpendapat, keterlibatan oknum aparat keamanan lintas institusi ini memberi peringatan bahaya akan peredaran senjata ilegal di Maluku. ”Ini sesuatu yang mengerikan sekali. Mungkin ada jaringan yang kuat di antara mereka,” ujar Benediktus.
Menurut dia, penjualan dua pucuk senjata dan 600 butir amunisi ilegal itu bisa jadi hanya puncak gunung es. Perlu penyelidikan mendalam. Selama masa konflik Maluku, 1999 sampai 2003, banyak senjata api standar dan rakitan beredar luas.