Pembayaran dengan QR code belum populer di kalangan unit-unit usaha mikro, kecil, dan menengah Sulawesi Utara. BI menargetkan jumlah penjual yang menyediakan metode pembayaran digital tersebut meningkat dua kali lipat.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·3 menit baca
MANADO, KOMPAS — Pembayaran dengan kode respons cepat atau QR code belum populer di kalangan unit-unit usaha mikro, kecil, dan menengah Sulawesi Utara. Bank Indonesia menargetkan jumlah penjual yang menyediakan metode pembayaran digital tersebut meningkat dua kali lipat sepanjang 2021.
Kantor Pewakilan Bank Indonesia (KPw BI) Sulut meluncurkan program digitalisasi tersebut dengan menyosialisasikan kode QR standar Indonesia (QRIS) kepada pedagang di Pasar Segar Paal II, Manado, Kamis (25/2/2021). Per Desember 2020, baru 41.803 dari 292.122 pedagang mikro, kecil, dan menengah di Sulut yang menyediakan QRIS sebagai sarana pembayaran via aplikasi dompet digital.
”Baru 14 persen dari total UMKM di Sulut yang menggunakannya. Jadi, peluang memopulerkan QRIS masih sangat besar. Sulut adalah market yang menarik bagi PJSP (Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran) untuk meningkatkan transaksi digital masyarakat,” kata Kepala KPw BI Sulut Arbonas Hutabarat.
Beberapa pedagang di Pasar Segar Paal II sudah menyediakan kode QR, seperti Kasman (40) yang berdagang pakaian serta sepatu. Ia bahkan memiliki empat kode QR, tiga di antaranya dari LinkAja, BRI, dan Bank Mandiri. Semuanya berlabel QRIS.
”Masalahnya, tidak ada orang yang belanja pakai itu. Jadi, tidak pernah terpakai. Sepertinya memang masyarakat belum terbiasa,” katanya.
Baru 14 persen dari total UMKM di Sulut yang menggunakannya. Jadi, peluang memopulerkan QRIS masih sangat besar
Secara pribadi, Kasman malas menerima pembayaran dengan kode QR karena uangnya tidak langsung dapat ia gunakan sendiri. ”Kalau masuk ke rekening BRI, saya harus isi saldo (dompet digital) di Alfamart. Kena biaya transaksi lagi Rp 2.000-Rp 3.000. Jadi, malah rugi,” katanya.
Sofyan Tulande (52), pedagang sayuran, belum menyediakan kode QRIS, tetapi telah mendatakan diri sebagai calon pengguna. Agen salah satu PJSP telah mencatat nama dan nomor teleponnya. ”Saya sendiri belum pernah pakai, tetapi tertarik mencoba,” ujarnya.
Menurut Arbonas, perluasan penggunaan QRIS akan menguntungkan masyarakat. Transaksi menjadi lebih cepat, mudah, dan efisien. Warga juga bisa terhindar dari penularan Covid-19 melalui uang kertas. ”Tahun ini kami harap bisa mencapai angka 86.000 merchant (pedagang) demi mendukung target nasional 12 juta merchant,” kata Arbonas.
Khusus di Pasar Segar Paal II, KPw BI Sulut akan menyediakan sambungan Wi-Fi gratis selama satu tahun ke depan. Sebuah TV pintar (smart TV) juga disediakan sebagai sarana sosialisasi QRIS.
Deputi Kepala KPw BI Sulut Haratua Panggabean mengatakan, QRIS sangat cocok digunakan untuk transaksi sektor ritel yang jumlahnya cenderung kecil, kebanyakan di kisaran puluhan ribu rupiah. Agar makin mudah digunakan, BI berupaya mengonversi kode-kode QR terbitan setiap PJSP menjadi QRIS agar fleksibel bagi segala aplikasi dompet digital.
”Seharusnya hampir semua pedagang yang punya QR code (dari berbagai PJSP) sudah punya QRIS karena program penyeragaman sudah dimulai sejak lama. Yang juga harus diperkuat saat ini adalah infrastruktur komunikasi agar jaringan kuat dan stabil demi mendorong digitalisasi,” kata Haratua.
KPw BI Sulut pun akan berupaya memperluas penggunaan QRIS ke beberapa daerah prioritas, seperti Manado, Bitung, Tomohon, dan Kotamobagu. Namun, semua merchant yang siap menggunakan QRIS akan dilayani, di mana pun tempat tinggalnya.
Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga yang turut hadir di Pasar Segar Paal II, mengatakan, QRIS akan menjadi sarana literasi keuangan sekaligus pendisiplinan protokol kesehatan. ”Kita ingin QRIS dikembangkan agar UMKM juga bisa berkembang. Kami juga akan menggandeng berbagai pihak, seperti pemprov, perbankan, dan pengusaha untuk turut mengembangkan UMKM,” kata Jerry.