Sejuta Pohon Ditanam untuk Pulihkan Lahan Gambut Sebangau
Area gambut bekas terbakar di kawasan Sebangau, Kota Palangkaraya, Kalteng, bakal mulai ditanami pohon. Tak tanggung-tanggung, sejuta pohon bakal ditanam di lokasi itu.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Lahan gambut yang rusak di kawasan Laboratorium Alam Hutan Gambut milik Universitas Palangka Raya, Kalimantan Tengah, bakal ditanami sejuta pohon. Pada tahap pertama, ada 40.000 pohon yang ditanam di sana.
Penanaman satu juta pohon itu dilaksanakan Borneo Nature Foundation (BNF) bersama Center for International Cooperation in Sustainable Management of Tropical Peatland (Cimptrop) Universitas Palangka Raya (UPR) dan Taman Nasional Hutan Sebangau. Lokasinya di kawasan bekas kebakaran di Laboratorium Alam Hutan Gambut (LAHG).
Koordinator Kerja Sama dan Penelitian Cimptrop Kitso Kusin mengungkapkan, tahun 2015, lahan seluas 300 hektar di kawasan laboratorium gambut terbakar. Setelah kebakaran usai, pihaknya bersama BNF bekerja keras memulihkan lahan yang rusak itu.
Pemulihan, lanjut Kitso, dilakukan dengan beragam cara. Mulai dari memperbaiki tata kelola air untuk memastikan lahan gambut tetap basah hingga menanam beragam jenis pohon.
Luas laboratorium itu mencapai lebih kurang 50.000 hektar atau hampir satu kali luas DKI Jakarta. Wilayah itu bersejarah karena merupakan tempat simposium gambut pertama di dunia yang diikuti belasan negara sekitar seperempat abad yang lalu. Beberapa negara peserta simposium itu pun menilainya sebagai kawasan gambut terbaik di dunia.
”Memang sejak 2015 terdapat tanaman yang sudah tumbuh secara alami, nah, untuk mempercepat pemulihan itu perlu revegetasi lagi,” kata Kitso di Palangkaraya, Kamis (25/2/2021).
Kitso menjelaskan, tanaman yang sudah ada terlebih dahulu bakal membantu pertumbuhan tanaman yang baru dengan cara menemukan unsur hara. Selain itu, perlu juga pengaturan cahaya matahari yang masuk jika sudah menjadi tutupan.
”Jadi, nanti kami teliti juga mana tanaman yang tumbuh lebih cepat, ini penting sekali untuk mengembalikan fungsi gambut atau keadaannya paling tidak seperti sebelum terbakar,” kata Kitso.
Wakil Direktur BNF Indonesia Yunsiska Ermiasi mengatakan, pada tahap pertama, akan ditanam 40.000 bibit pohon di area bekas terbakar yang disebut area Ruslan-Sebangau seluas 100 hektar. Penanaman tahap pertama itu dilakukan hingga April 2021.
”Ini lanjutan upaya restorasi kami selama beberapa tahun terakhir, setidaknya sepanjang 2020 kami sudah menanam 50.600 pohon di area seluas 50 hektar,” kata Yunsiska.
Jenis bibit yang ditanam dalam program ini, antara lain, belangeran (Sorea belangeran), prupuk (Lophopetalum sp), tempohot (Syzigium sp), jambu-jambu (Eugenia sp), gerunggang (Cratoxylon arborescens), papung (Sandoricum beccanarium), tabaras (Stemonorus scorpioides), dan patanak galeget (Eleocarpus sp).
”Jenis bibit itu kami pilih karena sudah melalui beragam kajian dan penelitian bahwa jenis-jenis itu merupakan endemik gambut dan memang cocok untuk lahan gambut,” tambah Yunsiska.
Yunsiska menjelaskan, dari 40.000 bibit pohon sedang ditanam selama Maret, 20.000 bibit pohon di antaranya didistribusikan ke area persemaian. Bibit-bibit yang ditanam diambil langsung dari hutan sebelum dibesarkan di tempat pembibitan sampai usia siap tanam.
”Penanaman ini didukung donatur dari sejumlah negara yang mempunyai harapan yang sama, yaitu berupa berjalannya upaya reforestasi di kawasan gambut yang ada di Sebangau,” katanya.
Direktur Eksekutif BNF Simon J Husson menjelaskan, revegetasi dilakukan untuk mengembalikan fungsi ekologi hutan Sebangau yang pernah terbakar hebat, khususnya di wilayah gambut. Program itu juga merupakan bagian dari pemulihan habitat untuk spesies yang terancam punah, seperti orangutan.
”Beberapa spesies terancam punah karena berbagai faktor, terutama akibat kebakaran hutan dan penebangan liar di masa lalu,” ungkap Simon.
Berdasarkan hasil penelitian BNF selama beberapa tahun terakhir diperkirakan terdapat 65 spesies mamalia, 172 burung, 11 amfibi, 46 reptil, 55 ikan, dan 22 vertebrata endemik di Sebangau. Kemudian, ada enam spesies mamalia yang terancam punah dan 6.000 individu orangutan yang hidup di sana.
”Mereka butuh habitat alami sebagai tempat hidup dan rumah yang seharusnya melindungi mereka. Program ini tentunya akan sangat membantu,” kata Simon.
Simon mengungkapkan, masyarakat sekitar juga dilibatkan dalam upaya pemulihan tersebut. Hal itu menjadi bagian dari revitalisasi ekonomi masyarakat sekitar wilayah Sebangau.