Rentan Miskin, Bantuan untuk UMKM Sangat Dibutuhkan di Tengah Pandemi
Warga menengah ke bawah banyak yang memilih mengurangi konsumsi di tengah pandemi Covid-19. Penurunan pendapatan hingga konsumsi ini berpotensi pada bertambahnya masyarakat miskin baru, seperti dari pelaku UMKM.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Meski kondisi ekonomi menunjukkan tanda pemulihan pada 2021, pandemi Covid-19 tetap berdampak pada peningkatan angka kemiskinan global. Bantuan terhadap pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah diperlukan karena sektor ini diisi masyarakat yang rentan terhadap kemiskinan.
Managing Director of Development Policy and Partnership World Bank (Bank Dunia) Mari Elka Pangestu menyatakan, lebih kurang 150 jutaan warga dunia diperkirakan berada di bawah garis kemiskinan (extremely poor) pada 2021. Bahkan, Bank Dunia memperkirakan delapan dari 10 orang yang menjadi miskin baru berada di negara dengan pendapatan menengah sebagai akibat dari pemutusan hubungan pekerjaan.
Hal ini terlihat berdampak pada konsumsi rumah tangga yang berkurang. Dalam International Conference On Covid-19 Pandemic yang disaksikan di Bandung, Kamis (25/2/2021), Mari berujar, 80 persen warga Indonesia menurunkan konsumsinya di tengah pandemi. ”Pandemi memiliki dampak mempertajam ketimpangan. Warga yang mengalami penurunan sumber pendapatan berada di pekerja kelompok pendidikan rendah dan sektor informal di daerah perkotaan,” ujarnya.
Kondisi ini juga berdampak pada pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sebagai penggerak perekonomian sektor informal. Mari berujar, sektor UMKM di Indonesia mengalami penurunan penjualan hingga 60 persen. Karena itu, perlindungan terhadap warga miskin dan rentan perlu dilakukan untuk memperbaiki konsumsi masyarakat.
Di sisi lain, kondisi ekonomi di kawasan Asia Timur menunjukkan tren positif. Mari menuturkan, pertumbuhan ekonomi kawasan Asia Timur menjadi yang tertinggi, mencapai 7,4 persen. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi di setiap kawasan yang mencapai 4 persen.
”Penciptaan lapangan pekerjaan dan memperkuat jaring pengaman sosial diperlukan untuk membangun kembali sumber daya manusia. Bank Dunia juga memberikan 12 miliar dollar AS bagi negara berkembang untuk mendapatkan akses vaksin,” ujarnya.
Kolaborasi
Tidak hanya dari Bank Dunia, berbagai institusi nasional dan dunia ikut memberikan berbagai pandangan dalam seminar yang diadakan Ikatan Keluarga Alumni Universitas Padjadjaran (IKA Unpad) itu. Namun, seluruh pandangan tersebut berujung pada kerja sama lintas sektor.
”Kolaborasi ini menjadi kunci dalam menghadapi pandemi. Kami juga bekerja sama dengan Islamic Chamber of Commerce and Industry and Agriculture (ICCIA) di berbagai sektor, terutama terkait industri halal, karena kami melihat Indonesia punya peluang besar,” ujar Ketua IKA Unpad Irawati Hermawan.
Wakil Ketua IKA Unpad Philips J Vermonte menambahkan, penanganan pandemi ini membutuhkan peran negara dan swasta dalam memperbaiki perekonomian. Ekonomi yang ditopang UMKM ini perlu dibantu dengan memberikan stimulus. Selain itu, program-program sosial yang menjadi kewajiban negara juga tetap dilakukan.
”Tujuan konferensi ini untuk memberikan pemikiran alternatif dan solusi. Sebagian besar negara nyaris tidak memiliki pengalaman dalam mengatasi pandemi, terutama Indonesia. Jadi, kami melihat dari berbagai sisi, mulai dari sisi kesehatan, diplomasi vaksin, hingga perbaikan ekonomi,” ujarnya.
Sementara itu, Menteri BUMN Erick Thohir menyatakan, pandemi Covid-19 jadi momentum percepatan inovasi dan transformasi mengatasi pandemi. Dengan kerja sama dari berbagai pihak, segala permasalahan di tengah pandemi bisa diselesaikan untuk indonesia yang sehat.
”Saat ini pemerintah dituntut memberikan inisiatif dan kepemimpinan di tengah krisis dalam menghadapi tantangan yang ada. Kami bekerja sama dengan berbagai pihak, mulai dari fasilitas kesehatan, penyediaan wisma atlit, hingga pengadaan vaksin. Pandemi jadi momentum untuk inovasi di Indonesia,” ujar Erick.