Jalan Panjang Penyelamatan Meratus
Perjuangan untuk menyelamatkan Pegunungan Meratus di Kalimantan Selatan masih panjang setelah Mahkamah Agung memutuskan agar izin operasi produksi salah satu perusahaan yang akan menambang di kawasan Meratus dibatalkan.
Gerakan #SaveMeratus yang bergaung di Kalimantan Selatan sejak tiga tahun lalu mulai membuahkan hasil. Baru-baru ini, Mahkamah Agung memutuskan agar izin operasi produksi salah satu perusahaan yang akan menambang di Pegunungan Meratus dibatalkan. Namun, pembatalan itu belum membuat Meratus aman. Perjuangan untuk menyelamatkannya masih panjang.
Di grup Whatsapp Desk Relawan Banjir Kalsel, Kamis (18/2/2021), seorang anggota grup mengunggah foto kondisi terkini di Kecamatan Hantakan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Dari dua foto yang diunggah tampak sungai yang sangat keruh airnya. Tepian sungai itu juga masih dipenuhi lumpur.
Sudah lewat satu bulan pascabanjir bandang di Hulu Sungai Tengah, kondisi sungai di daerah Pegunungan Meratus itu belum normal. Airnya belum bisa digunakan warga untuk kebutuhan sehari-hari karena masih bercampur lumpur. Air bersih yang sebelumnya melimpah ruah, pascabanjir menjadi sesuatu yang langka.
Banjir di Kalsel pada awal tahun 2021 merupakan bencana besar yang belum pernah dialami dalam kurun waktu lebih dari 50 tahun. Bahkan, Pemerintah Provinsi Kalsel menyebut banjir besar ini merupakan siklus 100 tahun sekali karena pernah terjadi pada tahun 1928 di Hulu Sungai Tengah. Banjir menyebabkan 11 dari 13 kabupaten/kota terendam.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah Hulu Sungai Tengah mencatat, banjir melanda 10 dari 11 kecamatan di Hulu Sungai Tengah. Sebanyak 92 desa/kelurahan terdampak banjir dengan jumlah warga terdampak mencapai 87.506 jiwa.
Bencana banjir dan longsor itu juga mengakibatkan 10 orang meninggal, 183 rumah hilang, 2.973 rumah rusak, dan 20.553 rumah terendam. Untuk itu, Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Tengah memberlakukan status tanggap darurat bencana selama enam minggu, dari 14 Januari sampai 24 Februari 2021.
Baca juga: Banjir Besar Kalsel, Potret Suram Kerusakan Alam
Di tengah kenestapaan akibat bencana, pada 4 Februari 2021, Mahkamah Agung melalui putusan peninjauan kembali Nomor 15 PK/TUN/LH/2021 menolak PK yang diajukan oleh PT Mantimin Coal Mining (MCM) dan memenangkan gugatan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) terhadap Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral 2016-2019 Ignasius Jonan.
Gugatan itu berdasarkan Surat Keputusan Menteri ESDM Nomor 441.K/30/DJB/2017 tentang Penyesuaian Tahap Kegiatan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) PT MCM menjadi Tahap Kegiatan Operasi Produksi. PT MCM diizinkan mengelola tambang di kawasan Meratus seluas 5.908 hektar dalam tiga wilayah kabupaten, yaitu Tabalong, Balangan, dan Hulu Sungai Tengah.
Banjir di Kalsel pada awal tahun 2021 merupakan bencana besar yang belum pernah dialami dalam kurun waktu lebih dari 50 tahun. Bahkan, Pemerintah Provinsi Kalsel menyebut banjir besar ini merupakan siklus 100 tahun sekali karena pernah terjadi pada tahun 1928 di Hulu Sungai Tengah. Banjir menyebabkan 11 dari 13 kabupaten/kota terendam.
Menurut Direktur Eksekutif Walhi Kalsel Kisworo Dwi Cahyono, putusan PK MA itu menjadi kabar yang dinantikan rakyat Kalsel. ”Setelah melalui proses panjang dan dua kali gagal dalam gugatan awal di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta dan di tingkat banding di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Jakarta, akhirnya suara rakyat Kalsel dimenangkan,” kata Kisworo di Banjarbaru, Minggu (14/2/2021).
Proses hukum penyelamatan Meratus dimulai pada 28 Februari 2018. Ketika itu, Walhi bersama kuasa hukum yang tergabung dalam Tim Advokasi Pengabdi Lingkungan Hidup mendaftarkan gugatan terhadap Menteri ESDM Ignasius Jonan, yang telah mengeluarkan SK Menteri ESDM Nomor 441.K/30/DJB/2017 pada 4 Desember 2017.
Gugatan awal Walhi di PTUN Jakarta dan banding di PTTUN Jakarta ditolak semua. Walhi kemudian mengajukan kasasi ke MA dan memenangkan gugatan di tingkat kasasi MA melalui Putusan Kasasi MA Nomor 369 K/TUN/LH/2019 pada 15 Oktober 2019. ”Pada tingkat kasasi ini putusan pengadilan telah berkekuatan hukum tetap, final, dan mengikat,” kata Kisworo.
Amar putusan Kasasi MA mengabulkan gugatan penggugat (Walhi) untuk seluruhnya dan menyatakan batal atau tidak sah SK Menteri ESDM Nomor 441.K/30/DJB/2017, serta mewajibkan tergugat (Menteri ESDM) untuk mencabut surat keputusannya.
Baca juga: Putusan MA Jadi Momentum Penyelamatan Meratus
Pertimbangan majelis hakim kasasi MA menyebutkan bahwa sebagian areal tambang PT MCM berada di kawasan karst yang merupakan kawasan lindung geologi. Apabila kawasan tersebut dieksploitasi, maka berpotensi merusak fungsi akuifer air karena ekosistem karst memiliki fungsi akuifer air alami sebagai penampung dan penyalur air bagi wilayah di sekitarnya.
Berdasarkan data Walhi Kalsel, area konsesi tambang PT MCM di Hulu Sungai Tengah seluas 1.959,12 hektar. ”Hampir 56 persen area konsesi tambang yang berada di Hulu Sungai Tengah adalah perbukitan karst yang berfungsi sebagai penyimpan air sekaligus penyalur air bagi ekosistem sekitarnya,” ujarnya.
Ekosistem esensial
Direktur Eksekutif Nasional Walhi Nur Hidayati mengatakan, putusan MA itu sangatlah penting bagi semua pihak yang sudah ikut serta dalam memperjuangkan dan mempertahankan kawasan ekosistem yang sangat penting bagi masyarakat Hulu Sungai Tengah dan Kalsel, yaitu Pegunungan Meratus.
”Kami berharap momentum dikabulkannya gugatan Walhi atas penyelamatan kawasan Meratus bisa menjadi langkah awal pemerintah daerah dan DPRD melakukan upaya perlindungan yang lebih menyeluruh bagi kawasan ekosistem esensial di Kalsel tersebut,” katanya dalam konferensi pers daring, Minggu (14/2/2021).
Menurut Hidayati, warga Kalsel yang saat ini dalam situasi pascabencana dan terus melakukan upaya-upaya pemulihan masih berada dalam ancaman yang tidak ringan. Masih banyak izin eksploitasi, baik itu perkebunan sawit, hutan tanaman industri, maupun pertambangan, di Kalsel yang bisa menjadi bom waktu bagi warga masyarakat Kalsel.
”Kami berharap agar DPRD dan Pemkab Hulu Sungai Tengah bisa menindaklanjuti putusan MA ini dengan kebijakan yang bisa memberikan perlindungan kepada kawasan Meratus sebagai kawasan ekosistem esensial dan sumber air. Kalau ini rusak, dampaknya bisa jangka panjang dan bisa berpotensi bencana lebih lanjut,” ujarnya.
Anggota Komisi II DPRD Hulu Sungai Tengah, Yazid Fahmi, menyatakan, pihaknya tetap berkomitmen memperjuangkan penyelamatan Meratus. ”Terlepas pemerintah akan berganti dinamikanya, ini harus tetap jadi perhatian. Kami akan terus mendukung dan mengingatkan pemerintah yang akan datang bahwa ada sebuah harapan besar yang harus dipegang dan komitmen yang harus dikawal bersama,” kata politikus Partai Berkarya itu.
Kami berharap momentum dikabulkannya gugatan Walhi atas penyelamatan kawasan Meratus bisa menjadi langkah awal pemerintah daerah dan DPRD melakukan upaya perlindungan yang lebih menyeluruh bagi kawasan ekosistem esensial di Kalsel tersebut.
Menurut Yazid, penyelamatan Meratus dengan gerakan #SaveMeratus bukan hanya persoalan tambang batubara dan perkebunan kelapa sawit, melainkan juga menyangkut adanya kemungkinan atau indikasi pembalakan liar di kawasan Meratus. ”Semua kegiatan yang menimbulkan kerusakan hutan harus menjadi keprihatinan bersama supaya bisa ditanggulangi,” ujarnya.
Tidak dieksploitasi
Wakil Bupati Hulu Sungai Tengah Berry Nahdian Forqan, yang baru saja mengakhiri masa jabatannya pada 17 Februari 2021, menyebut, kawasan Meratus adalah kawasan yang sangat penting. Sedikit saja kawasan itu terganggu bisa berdampak fatal bagi seluruh kawasan di Hulu Sungai Tengah, termasuk pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. ”Semua wajib menjaga kawasan Pegunungan Meratus agar tidak dieksploitasi,” katanya.
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Hulu Sungai Tengah 2016-2021 juga disebutkan penolakan terhadap pertambangan dan perkebunan sawit, termasuk aktivitas yang merusak hutan seperti pembalakan liar. Untuk itu, kerja bareng dan kerja sama pemda bersama DPRD, warga, organisasi masyarakat, dan lembaga swadaya masyarakat harus terus diperkuat.
”Walau masa jabatan kami berakhir, kami akan tetap memberikan rekomendasi dan usulan konkret kepada pemerintahan yang baru agar kawasan Meratus tidak dieksploitasi. Harus dibangun gerakan penghijauan kembali kawasan Meratus agar dapat menjadi kawasan konservasi dan penyimpan air,” tuturnya.
Menurut Berry, putusan PK MA itu menjadi kabar gembira di tengah dukacita mendalam masyarakat Hulu Sungai Tengah, yang baru ditimpa musibah banjir bandang dan tanah longsor. ”Kemenangan ini mesti ditindaklanjuti dengan langkah konkret, yakni meminta Kementerian ESDM untuk segera mencabut segera keseluruhan konsesi PT MCM,” katanya.
Presiden Joko Widodo ketika meresmikan Bendungan Tapin di Kalsel, Kamis (18/2/2021), mengatakan, banjir di Kalsel memerlukan penanganan yang komprehensif dari hulu sampai hilir. ”Saya titip kepada gubernur dan semua bupati agar intervensi terhadap rehabilitasi lahan itu sangat penting. Penghutanan atau penanaman kembali di lahan-lahan, terutama yang berkaitan dengan daerah aliran sungai, perlu segera dilakukan secara besar-besaran,” tuturnya.
Penyelamatan Meratus di Kalsel sejatinya sudah lama diperjuangkan. Dari tahun 1980-an sampai sekarang, berbagai isu terkait kehutanan, pertambangan, perkebunan skala besar, dan pengakuan Masyarakat Hukum Adat terus digaungkan. Perjuangan penyelamatan Meratus masih panjang dan tak pernah ada habisnya.
Baca juga: Cegah Banjir di Kalsel Terulang