Prioritaskan Kenyamanan Wisatawan dan Kemudahan Pelaku Wisata Terapkan Protokol Kesehatan
Konsep CHSE di sektor pariwisata, termasuk kegiatan MICE atau Pertemuan, Insentif, Konvensi, dan Pameran harus disiplin diterapkan. Itu diyakini bisa menggairahkan sektor pariwisata yang terdampak pandemi.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·3 menit baca
KOMPAS/ISMAIL ZAKARIA
Sosialisaasi dan Simulasi Panduan Pelaksanaan Kebersihan, Kesehatan, Keselamatan, dan Kelestarian Lingkungan (CHSE) Pada Penyelenggaraan Kegiatan Pertemuan, Insentif, Konvensi, dan Pameran (MICE) di Destinasi Super Prioritas Mandalika oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif di Senggigi, Lombok Barat, Selasa (23/2/2021).
MATARAM, KOMPAS — Pelaksanaan protokol kesehatan ketat yang diyakini bakal menggairahkan dunia pariwisata perlu diperkuat dengan komponen penunjang lainnya. Tujuannya, memberikan kenyamanan pada wisatawan hingga memudahkan pelaku usaha menjamin protokol kesehatan berjalan ideal.
Terkait hal itu, Selasa (23/2/2021), Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menggelar Sosialisaasi dan Simulasi Panduan Pelaksanaan Kebersihan, Kesehatan, Keselamatan, dan Kelestarian Lingkungan (CHSE) pada Penyelenggaraan Kegiatan Pertemuan, Insentif, Konvensi, dan Pameran (MICE) di Destinasi Super Prioritas Mandalika.
Destinasi Super Prioritas Mandalika tidak hanya merujuk pada Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika di Kuta, Lombok Tengah, tetapi seluruh Nusa Tenggara Barat. Oleh karena itu, sosialisasi tersebut melibatkan lintas pemangku kepentingan dari berbagai kawasan wisata di NTB.
Sosialisasi diikuti 140 peserta. Sebanyak 60 peserta mengikuti secara daring dan 80 orang secara langsung di Aruna Senggigi Resort & Convention. Mereka terdiri dari unsur pemerintah daerah provinsi dan kabupaten kota, asosiasi dan lembaga kepariwisataan, manajemen hotel, usaha jasa perjalanan wisata, hingga desa wisata.
Koordinator Pengembangan Jejaring dan Kapasitas Wisata MICE Kemenkraf Titik Lestari.
Koordinator Pengembangan Jejaring dan Kapasitas Wisata MICE Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Titik Lestari menjamin pemerintah bakal fokus menyiapkan destinasi unggulan sebaik mungkin. Namun, butuh kolaborasi berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk memastikan terlaksananya pedoman CHSE.
”Tujuannya meyakinkan calon wisatawan. Sosialisasi hari ini terkait panduan CHSE MICE, misalnya, calon wisatawannya khusus keperluan bisnis. Jadi, ketika wisatawan bisnis merencanakan kegiatan di Mandalika atau NTB, daerah atau destinasi sudah sangat siap,” kata Titik.
Titik berharap sosialisasi itu bisa membangkitkan industri MICE kembali. ”Kami juga tidak ada capeknya. Jadi sosialisasi juga terus kami lakukan, termasuk bersurat ke dinas-dinas untuk menyebarkan tentang konsep CHSE ini ke industri, asosiasi, dan seluruh pihak terkait CHSE ini,” kata Titik.
Trainer Kemenkraf Aldo Lendy Sumolang dalam Sosialisasi CHSE MICE di Hotel Aruna Senggigi, Lombok Barat, Selasa (23/2/2021).
Memutus mata rantai
Narasumber sekaligus trainer Kemenkraf Aldo Lendy Sumolang menambahkan, CHSE MICE fokus pada segala tindakan yang diperlukan untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Hal itu meliputi pencegahan, menghindari dan mengantisipasi penyebaran Covid-19. Aldo menambahkan, konsep CHSE MICE juga meliputi deteksi atau proses mengidentifikasi dan menilai kondisi orang-orang yang diduga terpapar Covid-19.
”Termasuk penanganan, yakni upaya cepat tanggap penanganan kejadian orang terindentifikasi atau terpapar Covid-19 dalam kegiatan MICE sesuai dengan protokol kesehatan,” kata Aldo.
Kegiatan pertemuan, insentif, konferensi, dan pameran (MICE) mulai diselenggarakan di hotel-hotel di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Seperti kegiatan Sosialisasi Keimigrasian yang diselenggarakan Kantor Imigrasi Kelas I Tempat Pemeriksaan Imigrasi Mataram di Hotel Jayakarta, Lombok Barat, Rabu (22/7/2020). Penyelenggaraan MICE dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat, menggairahkan kembali hotel yang selama ini sepi dan sangat terdampak pandemi Covid-19.
Akan tetapi, sejumlah pelaku usaha berharap, pelaksanaan CHSE didukung dengan kesiapan sektor lainnya. Wakil Ketua Asosiasi Travel Agent Indonesia (Astindo) NTB Sahlan mengatakan, di tengah pelaksanaan CHSE, perlu kesiapan terutama untuk penanganan saat terjadi kasus positif. Apalagi saat ini, banyak lokasi wisata yang jauh dari fasilitas layanan kesehatan.
Sehingga ketika ada yang teridentifikasi di lokasi wisata itu, akan sulit untuk menangani mereka. Oleh karena itu, dia berharap ada fasilitas pendukung seperti ambulan yang ditempatkan di titik-titik terdekat.
Ketua Asosiasi Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) NTB Dewantoro Umbu Joka mengatakan, pemerintah juga perlu meninjau kembali masa berlaku hasil pemeriksaan Covid-19 yang terlalu singkat. Jika ingin mendorong MICE, tentu hal itu harus menjadi perhatian.
”MICE kan rombongan. Mereka tentu mengeluarkan biaya banyak, termasuk untuk antigen. Bayangkan jika mereka juga terpapar, harus mengeluarkan biaya lagi. Kecuali dirumuskan juga bagaimana penanganan mereka ketika ada kejadian seperti itu,” kata Dewantoro.
KOMPAS/ISMAIL ZAKARIA
Kepala Dinas Pariwisata NTB Lalu Mohammad Faozal di Senggigi, Selasa (23/2/2021).
General Manager Lombok Astoria Hotel Saeno Kunto berharap, setelah pelaku usaha jasa pariwisata menerapkan CHSE, wisata bakal bergairah. Oleh karena itu, ia meminta pemerintah juga memikirkan beragam cara mendatangkan wisatawan.
Kepala Dinas Pariwisata NTB Lalu Mohammad Faozal menambahkan, hingga saat ini, sudah ada sekitar 128 hotel dan usaha jasa pariwisata di NTB yang telah menerima sertifikat CHSE. Menurut dia, konsep itu memang penting untuk dijalankan. ”Tidak ada hal lain kecuali CHSE untuk menjawab kebutuhan saat ini (pandemi),” kata Faozal.