Distribusi dan Pengelolaan Vaksin Turut Pengaruhi Kesuksesan Vaksinasi
BPOM mengajak pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota berperan aktif memitigasi potensi kerawanan distribusi dan pengelolaan vaksin. Salah satunya membelanjakan anggaran daerahnya untuk pengadaan sarana penunjang.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS - Kesuksesan program nasional vaksinasi Covid-19 tidak hanya ditentukan oleh ketersediaan vaksin. Pendistribusian dan pengelolaan vaksin sesuai standar yang baik juga tak kalah penting. Hanya vaksin yang terjaga mutu dan kualitasnya yang dapat membangun kekebalan komunitas untuk memerangi Covid-19.
Dalam upaya membangun sistem distribusi dan pengelolaan vaksin sesuai standar itu, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melakukan pengawasan hingga fasilitas layanan kesehatan yang melayani pemberian vaksin, seperti puskesmas. Selain itu, BPOM juga mengajak pemda di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota berperan aktif dalam memitigasi potensi kerawanan pengelolaan vaksin.
“BPOM telah memantau dan mengawasi dari pre-market (sebelum pemasaran) hingga post-market (setelah pemasaran) serta mengevaluasi mulai kesiapan sumber daya manusia hingga sarana penyimpanan. Temuan krusial adalah yang terkait sarana dan prasarana,” ujar Kepala BPOM Penny Kusumastuti Lukito, di sela kunjungan kerjanya di Sidoarjo, Jawa Timur, Selasa (23/2/2021).
BPOM memantau langsung proses pendistribusian vaksin Covid-19 Sinovac dari PT Bio Farma (Persero) untuk memenuhi kebutuhan vaksinasi tahap kedua dengan sasaran warga lanjut usia dan petugas layanan masyarakat. Pemantauan dilakukan di Instalasi Farmasi Dinkes Provinsi Jatim, Instalasi Farmasi Dinkes Sidoarjo, dan fasilitas layanan vaksinasi Puskesmas Sidoarjo.
Penny mengatakan, ada lima poin utama dalam pengelolaan vaksin guna menjaga mutu, keamanan, dan khasiat sesuai cara distribusi obat yang baik atau (CDOB). Poin itu adalah kesiapan sumber daya manusia pengelola vaksin serta bangunan dan fasilitas sesuai dengan persyaratan rantai dingin (cold chain).
Selain itu, ada pula operasional penerimaan, penyimpanan, dan pengiriman vaksin; program pemeliharaan sarana dan prasarana; serta kalibrasi, kualifikasi, dan validasi untuk memastikan suhu penyimpanan memenuhi persyaratan. Dari lima poin tersebut, potensi kerawanan terdapat pada sarana dan prasarana mengingat vaksin merupakan produk rantai dingin yang harus dipertahankan mutunya dengan menjaga pada suhu 2-8 derajat celsius.
Menurut Penny, ketersediaan sarana dan prasarana di setiap provinsi hingga kabupaten dan kota di Indonesia tidak sama. Di Provinsi Jatim dan Kabupaten Sidoarjo, ketersediaan sarana dan prasarana sepanjang jalur distribusi sangat memadai. Pengelolaan vaksin juga sesuai standar, bahkan dilakukan kalibrasi pada fasilitas pendingin untuk memastikan suhunya memenuhi syarat.
“Hal itu terjadi karena peran pemerintah daerah yang terlibat aktif dan banyak menggunakan APBD-nya untuk menyiapkan sarana dan prasarana dalam upaya memenuhi standar distribusi obat yang baik dan sistem pengelolaan vaksin,” kata Penny.
Provinsi Jatim dan Kabupaten Sidoarjo merupakan contoh baik terkait peran serta pemda dalam upaya menyukseskan program nasional vaksinasi Covid-19. Contoh baik ini harus dipelajari agar bisa direplikasi atau diterapkan pada daerah lain.
Direktur Pengawasan Distribusi dan Pelayanan Obat dan Napza BPOM Yudi Noviandi menambahkan, Jatim merupakan salah satu provinsi dengan jumlah penduduk besar di Indonesia. Jatim juga memiliki 38 kabupaten dan kota. Dengan kondisi tersebut, keberhasilan vaksinasi di Jatim membawa makna besar bagi program nasional vaksinasi Covid-19 Indonesia.
Sekretaris Daerah Provinsi Jatim Heru Tjahjono mengatakan, jauh sebelum pendistribusian vaksin Covid-19 Sinovac tahap pertama untuk tenaga kesehatan, pihaknya sudah menyiapkan vaksinator. Selain itu, sarana dan prasarana penyimpanan dan pendistribusian di kabupaten dan kota juga disiapkan.
Pemprov Jatim juga membantu penyediaan lemari pendingin bagi kabupaten dan kota.
Salah satu yang mendapat perhatian yakni ketersediaan rantai dingin distribusi vaksin, mulai ruang pendinginan, lemari es, termos pembawa vaksin (vaccine carrier), hingga pengukur temperatur yang terkalibrasi. Kendaraan pengangkut vaksin juga disiapkan untuk melancarkan distribusi ke 38 kabupaten dan kota.
Di Jatim terdapat 1.812 unit lemari pendingin dan 12.918 vaccine carrier yang dipastikan dalam kondisi baik. Selain itu, ada pula 1.286 alat pemantau suhu dan 618 kotak pendingin atau cool box.
“Pemprov Jatim juga membantu penyediaan lemari pendingin bagi kabupaten dan kota. Namun, apabila masih ada kekurangan, pemda yang akan melengkapi fasilitas tersebut dengan dana APBD,” ucap Heru Tjahjono.
Kepala Dinas Kesehatan Sidoarjo Syaf Satriawarman mengatakan, sebanyak 26 puskesmas di wilayahnya telah dilengkapi dengan tempat penyimpanan vaksin yang memadai. Selain itu, terdapat tempat penyimpanan vaksin di kantor dinkes dan RSUD Sidoarjo. Pengadaan tempat penyimpanan vaksin itu berasal dari bantuan Pemprov Jatim sebanyak sembilan unit dan sisanya dari pengadaan pemda dengan dana APBD tahun berjalan.
Sidoarjo merupakan kabupaten pertama di Jatim yang menuntaskan vaksinasi tahap pertama untuk nakes dengan jumlah 9.173 orang. Adapun vaksinasi tahap kedua dengan sasaran pemberi layanan publik mulai dikerjakan Rabu (24/2) setelah menerima vaksin Covid-19 Sinovac pada Selasa malam.
Jumlah vaksin yang diterima untuk tahap kedua sebanyak 3.420 vial yang akan digunakan untuk memvaksin 29.070 pemberi layanan publik. Vaksinasi tahap kedua termin pertama rencananya menyasar 14.186 orang yang berasal dari berbagai pekerjaan, seperti polisi, TNI, pegawai pemda, pedagang, dan guru.
Adapun fasilitas layanan vaksinasi yang disiapkan sebanyak 98 tempat, antara lain, 26 puskesmas, 12 rumah sakit, dan 22 klinik. Puskesmas Sidoarjo, misalnya, mampu melayani pemberian vaksin kepada 100-135 orang penerima setiap harinya.