Warga Kawungsari, Kecamatan Cibeureum, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, mendapat ujian. Meski diguyur uang ganti lahan, mereka juga harus angkat kaki dari tempat tinggalnya. Ujian selanjutnya bakal ada di tempat baru.
Oleh
Abdullah Fikri Ashri
·6 menit baca
KOMPAS/ABDULLAH FIKRI ASHRI
Sepeda motor baru terparkir di rumah Waryusih di Desa Kawungsari, Kecamatan Cibeureum, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, Senin (22/2/2021). Warga desa menerima uang ratusan juta hingga miliaran rupiah dari pembebasan lahan pembangunan Bendungan Kuningan. Sebanyak 1.156 warga pun harus direlokasi.
Ny Waryusih (37) semringah menyambut kedatangan sepeda motor anyar di rumahnya di Desa Kawungsari, Kecamatan Cibeureum, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, Senin (22/2/2021). Sebagai wujud syukur, keluarganya melempar koin yang kemudian diserbu tetangganya. Namun, belakangan ia bingung karena hampir seluruh keluarganya belum mahir mengendarai sepeda motor.
Honda Beat edisi terbaru itu menghiasi pekarangan Waryusih, berupa tanah coklat dan dipadati kayu bakar di sampingnya. Kendaraan senilai belasan juta rupiah itu boleh jadi barang termahal di rumahnya. Kediamannya berlantai semen dengan dinding masih berupa tripleks di beberapa sisi.
Waryusih membayar tunai sepeda motor itu setelah menerima uang sekitar Rp 160 juta dari pembebasan lahan Bendungan Kuningan. Menurut rencana, sepeda motor tersebut digunakan bepergian ke pasar dan tempat lainnya. Angkutan umum belum masuk ke desanya, berjarak sekitar 30 kilometer dari pusat pemerintahan Kuningan dengan medan penuh tanjakan dan turunan.
”Senang banget. Emak sudah punya sepeda motor. Tetapi enggak tahu juga siapa yang pakai. Saya dan dua adik enggak tahu bawanya. Cuma kakak yang bisa, tetapi tinggal di desa lain,” kata Waryusih yang merantau ke Jakarta sebagai penjual makanan seblak. Rumah dengan ukuran 7 meter x 6 meter itu hanya dihuni kedua orangtuanya yang sepuh.
Senang banget. Emak sudah punya sepeda motor. Tetapi enggak tahu juga siapa yang bisa pakai. Saya dan dua adik enggak tahu bawanya. Cuma kakak yang bisa, tetapi tinggal di desa lain.
Selain membeli sepeda motor, ia juga menggelar akikah enam anggota keluarganya. Akikah merupakan penyembelihan kambing atau domba sebagai pernyataan syukur orangtua atas kelahiran anaknya. Tradisi itu baru dilaksanakan ketika beberapa keluarganya dewasa, bahkan ada yang sudah meninggal. Alasannya, uangnya baru ada sekarang.
”Total delapan kambing dipotong dan dibagikan ke tetangga. Sisa uang hasil pengganti lahan nanti dipakai buat kebutuhan harian ibu sama abah,” ujar Waryusih.
KOMPAS/ABDULLAH FIKRI ASHRI
Warga melintasi SDN Kawungsari di Desa Kawungsari, Kecamatan Cibeureum, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, Senin (22/2/2021). SD, balai desa, dan rumah warga bakal tenggelam untuk penggenangan Bendungan Kuningan. Sebanyak 1.156 warga pun harus direlokasi.
Tidak jauh dari rumah Waryusih, Ny Rostika (49) tengah menikmati mobil Toyota Rush barunya. Mobil seharga lebih dari Rp 250 juta itu menggantikan mobil tuanya berusia 12 tahun. Mobil hitam tersebut terparkir di lahan tetangganya yang masih satu keluarga.
Pekarangan rumah Rostika sementara tidak bisa menampung mobil baru itu. Di sana, sudah diisi sepeda motor keempat anaknya. Tiga di antaranya masih baru, yakni merek Kawasaki, Yamaha N-Max, dan Honda Scoopy. Berbagai armada baru itu merupakan hasil pembebasan lahan rumahnya seluas 99 meter persegi, pekarangan, dan kebunnya. ”Semuanya Rp 1,2 miliar,” ujarnya.
Ibu rumah tangga ini menampik anggapan dirinya konsumtif. Toh, ia juga memborong sawah di dua desa dengan total luas 5.600 meter persegi. ”Saya juga rencana bikin pabrik beras. Ini untuk biaya kuliah dua anak saya. Satu lagi baru akan kuliah,” kata orangtua tunggal ini.
Saya juga rencana bikin pabrik beras. Ini untuk biaya kuliah dua anak saya dan satu lagi yang akan kuliah.
Berbeda dengan Ny Rostika dan Ny Waryusih, Rasa (49) belum tergoda membeli kendaraan meskipun sales kendaraan dengan setelan kemeja dan sepatu pantofel mondar-mandir di desa. Brosur kendaraan diselipkan ke pagar balai desa, masjid, dan rumah warga.
”Minggu lalu, sales bisa empat sampai lima kali keliling kampung. Tetapi saya enggak mau karena masih ada sepeda motor,” kata bapak dua anak ini.
Rasa menerima sekitar Rp 270 juta dari pembebasan lahan rumahnya dengan ukuran 5,5 meter x 14 meter. Uang tersebut rencananya digunakan membayar utang, mengembangkan warung baksonya, dan membeli kios kelontong untuk anaknya di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat.
Waryusih, Rostika, dan Rasa senang meraup ratusan juta hingga miliaran rupiah. ”Tetapi sedih juga harus meninggalkan tanah kelahiran. Selama ini sudah tidur nyenyak. Enggak tahu nanti,” ujar Rasa.
KOMPAS/ABDULLAH FIKRI ASHRI
Potret pembangunan Bendungan Kuningan di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, yang telah mencapai lebih dari 97 persen, Senin (3/2/2020). Namun, bendungan yang mampu mengairi ribuan hektar sawah itu belum dapat digenangi karena masalah pembebasan lahan.
Mereka termasuk dalam 1.156 warga yang harus angkat kaki dari kampung halamannya karena terdampak pembangunan bendungan. Desa yang terbentuk 1980-an itu bakal tenggelam, dijadikan lahan Bendungan Kuningan.
Bendungan yang dibangun sejak 2013 ini membutuhkan 294,88 hektar. Desa terdampak adalah Tanjungkerta, Simpayjaya, Cihanjaro di Kecamatan Karangkancana. Selain itu, ada juga Randusari, Sukarapih, dan Kawungsari di Kecamatan Cibeureum. Namun, hanya warga Kawungsari yang harus pindah seluruhnya atau bedol desa.
Dari 386 bidang tanah seluas 10,6 hektar di Kawungsari, 279 bidang tanah atau Rp 149 miliar sudah dibayarkan. Warga menerima uang Rp 160 juta hingga paling banyak Rp 1,5 miliar. Pencairan dana itu sudah dinantikan warga dua tahun terakhir.
”Sejak pencairan 4 Februari lalu, banyak warga beli sepeda motor dan mobil. Sepeda motor saja bisa 15 unit setiap hari datang. Saya perkirakan bisa 300 sepeda motor baru di desa. Kalau mobil sekitar 30 unit,” kata Kuwu (Kepala Desa) Kawungsari Kusto.
Sebagai gantinya, warga mesti direlokasi ke daerah Sukarapih, sekitar 15 kilometer dari Kawungsari. Rumah tipe bangunan 27, balai desa, bangunan sekolah, dan masjid sudah berdiri di sana.
”Kebutuhan rumah untuk warga kami 361 unit. Tetapi yang sudah terbangun baru 25 unit. Menurut rencana, Juli kami pindah ke sana. Kami berharap Desa Kawungsari masih ada meskipun wilayahnya tenggelam,” katanya.
KOMPAS/ABDULLAH FIKRI ASHRI
Warga melihat rumah khusus yang dibangun untuk relokasi warga terdampak pembangunan Bendungan Kuningan di Desa Sukarapih, Kecamatan Cibeureum, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, Senin (3/2/2020). Sebanyak 25 rumah telah terbangun dari target lebih dari 360 rumah.
Kepala Bidang Operasi Pengelolaan Sumber Daya Air Balai Besar Wilayah Sungai Cimanuk-Cisanggarung Abdul Ghoni Majdi mengatakan, pembangunan fisik Bendungan Kuningan sudah 100 persen.
”Target kami penggenangan mulai Mei dengan catatan pembebasan lahan dan pembangunan rumah untuk relokasi selesai,” katanya. Pihaknya belum bisa menentukan kapan pembangunan rumah tuntas karena proyek itu dikerjakan instansi lain.
Bupati Kuningan Acep Purnama mengapresiasi warga yang rela desanya dihapus dari peta demi kepentingan umum dan proyek strategis nasional. Bendungan yang mampu menampung 25,9 juta meter kubik air dari Sungai Cikaro itu bisa mereduksi debit banjir 213 meter kubik per detik.
Ketika kemarau, bendungan ini bakal mengairi 1.000 hektar sawah di Kuningan melalui daerah irigasi Cileuwueng dan 2.000 hektar di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Bendungan senilai lebih dari setengah triliun rupiah ini juga mampu menyediakan air baku 300 liter per detik untuk lebih kurang 300.000 warga Brebes serta potensi produksi listrik 500 kilowatt.
”Kami berpesan kepada masyarakat Desa Kawungsari agar menggunakan uang ganti rugi untuk keperluan yang bermanfaat. Salah satunya membeli tanah kembali,” kata Acep dalam keterangannya saat menghadiri pencairan dana pembebasan lahan awal Februari lalu.
Kami berpesan kepada masyarakat Desa Kawungsari agar menggunakan uang ganti rugi untuk keperluan yang bermanfaat. Salah satunya membeli tanah kembali.
KOMPAS/RUNIK SRI ASTUTI
Tukijan (65), warga Desa Sumurgeneng, Jenu, Tuban, menunjukkan mobil barunya yang dibeli dari pembayaran penggantian lahan untuk proyek kilang minyak, Rabu (17/2/2021).
Sekretaris Desa Kawungsari Wisno Perwata mengatakan, desanya bukan kampung miliuner seperti di Tuban. Desa Sumurgeneng di Tuban sebelumnya viral di media sosial karena warganya mendadak jadi kaya. Mereka meraup miliaran rupiah dari pembebasan lahan proyek kilang minyak grass root refinery (GRR). Seorang warga bahkan membeli 3-4 mobil.
”Kalau di sini, kampung ratusan juta rupiah karena yang dapat Rp 1 miliar ke atas bisa dihitung jari. Enggak cukup seperempat penduduk,” ujar Wisno yang mengaku menjadi salah satu di antaranya.
Menurut dia, harga lahan warga dipatok sekitar Rp 350.000 per meter persegi. Ini berbeda dengan Tuban yang dihargai Rp 500.000-Rp 800.000 per meter persegi.
Di sisi lain, katanya, harga sawah kian naik. Jika dulu harga lahan untuk luas 1.400 meter persegi bisa Rp 40 juta-Rp 50 juta, kini harganya melambung hingga Rp 100 juta. Itu sebabnya, pihaknya meminta warga merencanakan dengan matang pemanfaatan uang pembebasan lahan. Terlebih lagi, tinggal hitungan bulan, warga sudah harus pergi. Keliru berhitung, masa depan bisa saja suram dengah mudah.
Uang ratusan juta hingga miliaran rupiah dapat mencegah mereka jatuh ke dalam jurang kemiskinan. Apalagi, Kuningan menjadi daerah termiskin kedua di Jabar pada 2019, setelah Kota Tasikmalaya, dengan persentase 11,41 persen. Pembangunan bendungan harusnya membawa berkah, bukan musibah.