Kirim Senjata untuk KKB di Papua, Dua Polisi di Ambon Ditahan
Enam orang di Ambon, Maluku, termasuk dua anggota Polri di dalamnya, diduga terlibat dalam penjualan senjata api ke kelompok kriminal bersenjata di Papua. Mereka kini diperiksa di Ambon.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS — Sebanyak enam warga Kota Ambon, Maluku, termasuk dua anggota Polri, diduga terlibat dalam penjualan senjata api kepada kelompok kriminal bersenjata di Papua. Penjualan itu digagalkan anggota Polres Bintuni, Papua Barat. Mereka kini sedang menjalani pemeriksaan oleh penyidik Polda Maluku di Ambon.
”Mereka sedang menjalani pemeriksaan. Selengkapnya akan kami umumkan dalam konferensi pers nanti,” ujar Kepala Bidang Humas Polda Maluku Komisaris Besar M Roem Ohoirat. Belum ada kepastian waktu kapan konferensi pers dimaksud akan digelar.
Roem belum mau menjelaskan modus operandi penjualan senjata tersebut. Ia juga tidak menyebutkan nama enam orang dimaksud. Khusus dua anggota Polri yang terlibat, Roem pun enggan menyebutkan asal kesatuan mereka. ”Intinya anggota Polda Maluku,” ujarnya.
Roem menyebutkan, sebanyak dua pucuk senjata yang hendak dijual. Itu terdiri dari satu pucuk revolver merupakan standar, sementara satu lagi senjata rakitan jenis laras panjang. ”Untuk senjata rakitan itu nanti akan dilihat nomor serinya,” ujarnya.
Menurut Roem, keterlibatan anggota Polri dalam upaya penjualan senjata ke kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua mencoreng nama baik institusi Polri yang selama ini membantu TNI memerangi kelompok tersebut. ”Tidak ada toleransi sedikit pun bagi anggota yang bertindak seperti itu,” katanya.
Roem berjanji, pihak akan mengusut tuntas kasus tersebut, termasuk mendalami keterlibatan pihak lain di luar Polri, seperti masyarakat umum atau instansi yang lain. Roem enggan menanggapi berkembangnya informasi bahwa ada oknum dari insitusi lain juga ikut terlibat.
Sementara itu, Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Provinsi Maluku Benediktus Sarkol menyayangkan keterlibatan oknum aparat keamanan dimaksud. Penjualan senjata kepada kelompok kriminal bersejata akan memperpanjang tindak kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia di Tanah Papua.
Benediktus pun mempertanyakan sistem pengawasan penggunaan senjata api oleh institusi Polri. Pengawasan yang lemah membuat anggota menyalahgunakan senjata untuk hal seperti itu. ”Jangan-jangan ini tidak hanya dua orang saja, tetapi bisa lebih. Ini jadi momentum untuk evaluasi,” katanya.
Menurut dia, Maluku yang berbatasan langsung dengan Papua dan Papua Barat sangat rawan menjadi titik penyelundupan senjata. Proses pengiriman itu bisa dilakukan melalui jalur laut. Banyak pelabunan rakyat minim pengawasan aparat keamanan. ”Apalagi yang selundupkan senjata itu aparat sendiri,” ujarnya.
Kabar penjualan senjata ke Papua oleh oknum anggota Polri menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat Kota Ambon. ”Jangan-jangan, senjata itu bekas konflik dulu, terus dijual. Bisa berarti masih banyak senjata yang beredar di masyarakat. Ini sangat berbahaya,” ujar Ongky Wattimena (43), warga.
Pengawasan yang lemah membuat anggota menyalahgunakan senjata untuk hal seperti itu.
Dalam catatan Kompas, pada saat konflik sosial melanda Maluku sekitar dua dekade lalu, banyak senjata api beredar baik standar maupun rakitan. Kala itu, gudang senjata milik Brimob Polda Maluku pun sempat dibobol dan ribuan puncuk senjata diambil dari sana.