Pelepasliaran Orangutan Pertama Sejak Pandemi di Kalimantan Tengah Gunakan Helikopter
Sebanyak tujuh orangutan dilepasliarkan di Kalimantan Tengah menggunakan helikopter. Selama pandemi, kegiatan konservasi orangutan terbatas. Namun, dengan protokol kesehatan ketat kegiatan tersebut bisa dilakukan.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS – Untuk pertama kalinya, Yayasan Borneo Orangutan Survival melepasliarkan orangutan ke habitat baru di hutan lindung Bukit Batikap, Kalimantan Tengah pascarehabilitasi dan reintroduksi selama pandemi Covid-19. Sebanyak tujuh orangutan dilepasliarkan menggunakan helikopter.
Selama pandemi Covid-19 masuk ke Indonesia, Yayasan Borneo Orangutan Survival (BOS) menghentikan sementara kegiatan pelepasliaran orangutan (Pongo pygmaeus) dengan alasan kesehatan. Apalagi, mengingat genom manusia dan orangutan 97 persen identik sehingga bisa saling menularkan penyakit.
CEO Yayasan BOS Jamartin Sihite mengungkapkan, selama setahun lebih pihaknya tidak melakukan pelepasliaran orangutan untuk menyusun dan mematangkan sejumlah protokol baru pelaksanaan kegiatan pelepasliaran. Pihaknya melakukan tes berkala kepada seluruh staf dan memastikan semua yang berinteraksi dengan orangutan tidak terpapar Covid-19.
“Kami juga memastikan orangutan yang akan dilepasliarkan itu bebas virus Sars-CoV-2, begitu juga para staf mulai dari dokter hingga petugas lapangan,” kata Jamartin, Senin (22/2/2021).
Jamartin menjelaskan, pelepasliaran dilakukan sejak Selasa (16/2). Tujuh orangutan yang dilepasliarkan terdiri dari lima jantan dan dua betina, di antaranya terdapat sepasang induk dan anaknya. Dari Kota Palangkaraya orangutan diangkut menggunakan mobil menuju ke Kuala Kurun, Kabupaten Gunung Mas, Kalteng.
Dari Kuala Kurun, orangutan diangkut menggunakan helikopter sewaan untuk terbang menuju titik-titik pelepasliaran di jantung hutan lindung Bukit Batikap, Kabupaten Murung Raya. Normalnya, dengan perjalanan darat menuju Bukit Batikap bisa menghabiskan waktu dua hingga tiga hari, kini menggunakaan helikopter tersebut pelepasliaran orangutan bisa dilakukan dalam beberapa jam saja.
“Pemanfaatan helikopter bertujuan mengurangi risiko penyebaran virus mematikan itu dengan meminimalisir interaksi dengan manusia terutama penduduk desa di jalan yang biasanya kami lalui,” ungkap Jamartin.
Pelepasliaran itu dilakukan bersama dengan pihak Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Tengah. Pelaksana Tugas Kepala BKSDA Kalimantan Tengah Handi Nasoka mengungkapkan, salah satu orangutan yang dilepasliarkan adalah Nenuah. Nenuah merupakan orangutan betina berumur 19 tahun yang pernah diselamatkan dari Thailand.
“Nenuah merupakan orangutan repatriasi dari Thailand yang tiba di Palangkaraya pada 2006. Ini merupakan langkah baru untuk rumah baru Nenuah di habitat aslinya,” ungkap Handi.
Handi menjelaskan, enam orangutan lainnya selama ini menjalani proses reintroduksi dan rehabilitasi di Nyaru Menteng lantaran mengalami kesulitan mengembangkan keterampilan dan perilaku alami akibat terlalu lama disekap manusia di usia yang masih belia.
Kini, orangutan yang pernah disekap maupun dipelihara oleh manusia itu sudah bisa menjalani kehidupan alaminya di rumah yang baru. Handi menambahkan, pelepasliaran merupakan bentuk dari upaya konservasi satwa liar dilindungi di Indonesia yang perlu terus dijalankan bahkan dalam serangan pandemi sekalipun.
Dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat, lanjut Handi, pelepasliaran bisa dilakukan dengan baik. “Kami juga ikut membantu dan memastikan upaya konservasi satwa liar berjalan baik di saat pandemi belum berakhir,” kata Handi.
Pelepasliaran itu berhasil dilakukan berkat dukungan banyak pihak. Yayasan BOS didukung organisasi mitra globalnya, Orangutan Outreach dan U.S. Fish and Wildlife Service. Selain itu, ada juga para pendukung dari dunia usaha seperti PT. SSMS dan PT. NAS, PT. First State Investments Indonesia, Citibank N.A, Indonesia, Bandara Kuala Kurun, Hevilift, dan berbagai lembaga konservasi lainnya.
Jamartin menambahkan, pelepasliaran tak hanya dilakukan di Kalteng tetapi juga di Kalimantan Timur. Ada tiga orangutan yang dilepasliarkan di Kehje Sewen, Kabupaten Kutai Timur. Tiga orangutan itu terdiri dari dua jantan dan satu betina. Rentang umurnya 21 tahun-28 tahun. “Mereka juga diangkut menggunakan helikopter yang sama,” ujar Jamartin.