Petambak dan Petani Indramayu Rugi Lebih Seratus Miliar
Petani dan petambak di Indramayu merugi hingga seratus miliar rupian lebih dengan rincian masing-masing Rp 24,4 miliar dan Rp 82,5 miliar akibat banjir awal Februari lalu. Penataan infrastruktur aliran sungai diperlukan.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
INDRAMAYU, KOMPAS — Banjir di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, awal Februari 2021 berdampak pada lahan pertanian dan perikanan budidaya. Petani dan petambak merugi hingga lebih dari seratus miliar rupiah dengan rincian masing-masing Rp 24,4 miliar dan Rp 82,5 miliar. Penataan infrastruktur aliran sungai diperlukan.
Berdasarkan data Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu, banjir merendam 9.890,77 hektar lahan budidaya perikanan. Budidaya tersebut meliputi udang windu, udang vaname, ikan nila, gurami, dan lele. Kecamatan terdampak paling luas adalah Cantigi seluas 4.479 hektar dan Losarang seluas 3.816 hektar.
”Total kerugian petambak diperkirakan mencapai lebih dari Rp 82,5 miliar,” kata Pelaksana Tugas Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Indramayu Edi Umaedi, Minggu (21/2/2021). Kerugian itu berdasarkan hilangnya potensi panen 6.567 ton perikanan budidaya yang tersapu banjir.
Sebelumnya, banjir menerjang 22 dari 31 kecamatan di Indramayu pada 7-8 Februari. Banjir tidak hanya merendam 57.050 unit rumah, tetapi juga lahan tambak dan pertanian. Banjir berasal dari luapan sejumlah sungai, yakni Cimanuk, Cikeruh, Cibuaya, Cikamangi, Cipunagara, dan Cipancuh. Hujan deras, pendangkalan sungai, dan tanggul jebol turut memicu banjir.
Menurut Edi, sebagian besar petambak korban banjir tidak terdaftar dalam asuransi. ”Hanya 74 pembudidaya ikan terdampak banjir yang terdaftar dalam asuransi dengan luasan 183,6 hektar. Kami sangat prihatin dengan kejadian yang berulang ini,” ujarnya.
Selain merugikan pembudidaya perikanan, banjir juga berpotensi mengurangi produksi perikanan. Pada 2019, budidaya perikanan untuk kolam air tawar dan tambak di Indramayu masing-masing mencapai 92.224 ton dan 226.368 ton. ”Kontribusi produksi perikanan budidaya di Jabar mencapai 33 persen,” ujarnya.
Untuk itu, Edi berharap Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat bisa menata infrastruktur aliran sungai dari hulu ke hilir. Misalnya, memastikan tanggul sungai tidak jebol dan air tidak limpas dari waduk.
Sekretaris Jenderal Serikat Nelayan Indonesia Budi Laksana mengatakan, hampir setiap musim hujan petambak merugi akibat banjir. Apalagi di wilayah pesisir, seperti Losarang dan Cantigi. Pihaknya mendesak pemerintah membangun sarana pemecah ombak di tepi pantai untuk mencegah banjir rob.
Pembangunan properti yang marak apakah mengurangi resapan air?
”Hal yang terpenting lainnya adalah mengevaluasi pembangunan di Indramayu. Misalnya, pembangunan properti yang marak. Apakah itu mengurangi resapan air?” katanya.
Puluhan miliar
Tidak hanya perikanan budidaya, areal pertanian juga terdampak banjir. Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Indramayu, banjir merendam 13.677 hektar sawah. Dampak banjir terparah berada di Kandanghaur dengan 2.492 hektar dan Losarang seluas 2.107 hektar.
Akibatnya, lumbung pangan nasional tersebut kehilangan potensi panen 3.054 ton padi. Dengan harga gabah Rp 5.000 per kilogram, total kerugian petani mencapai Rp 15,2 miliar. Masyarakat pun harus mengeluarkan biaya tambahan untuk membeli beras yang diperkirakan mencapai Rp 9,1 miliar.
”Jadi, kerugian petani karena banjir diperkirakan sekitar Rp 24,4 miliar,” kata Pelaksana Tugas Sekretaris BPBD Indramayu Caya. Sebagian besar lahan tergenang berada di sekitar Daerah Aliran Sungai Cimanuk. Cimanuk berhulu di Garut, melintasi Sumedang, Majalengka, dan berakhir di Indramayu.
Padahal, dengan luas 114.000 hektar, Indramayu menjadi lumbung pangan nasional dengan produksi bisa mencapai 1,7 juta ton gabah. Tidak hanya untuk warga Indramayu, padi tersebut juga untuk memenuhi kebutuhan warga Jabar, bahkan luar Jawa.
Kerugian petani dan petambak akibat banjir bukan kali ini saja. Pada 2014, Sungai Cimanuk meluap dan merendam sejumlah wilayah di Indramayu. Total kerugian saat itu mencapai Rp 1,061 triliun untuk sektor pertanian dan perikanan budidaya (Kompas, 30/1/2014).
Caya menambahkan, selain hujan deras di atas 200 milimeter per hari, banjir juga dipicu tanggul yang jebol dan limpasan di lima titik. Tanggul jebol berada di Sungai Cibuaya sepanjang 3 kilometer, Sungai Cipanas (3 km), dan Sungai Cimanuk (5 km).
”Kami sudah meminta BBWS (Balai Besar Wilayah Sungai) Cimanuk-Cisanggarung Kementerian PUPR untuk merehabilitasi tanggul jebol,” katanya.