Layanan Publik di Sumut Rawan Dikorupsi, KPK Minta Peningkatan Pengawasan
KPK mengingatkan pemerintah daerah di Sumatera Utara untuk menghindari pemerasan, suap, dan gratifikasi dalam pelayanan publik. Hanya tujuh pemerintah daerah di Sumut yang memiliki kepatuhan tinggi
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS - Komisi Pemberantasan Korupsi mengingatkan pemerintah daerah di Sumatera Utara untuk menghindari pemerasan, suap, dan gratifikasi dalam pelayanan publik. Dari 19 pemerintah daerah di Sumut yang dinilai Ombudsman RI, hanya tujuh yang masuk kategori kepatuhan tinggi pada standar pelayanan publik.
“Korupsi yang paling banyak terjadi adalah pemerasan, suap dan gratifikasi terkait pelayanan publik,” ujar Direktur Koordinasi dan supervisi Wilayah I KPK Didik Agung Widjanarko dalam rapat koordinasi bertema Pencegahan Korupsi dalam Pelayanan Publik, di Medan, Jumat (19/2/2021).
Hadir Gubernur Sumut Edy Rahmayadi, Kepala Ombudsman Perwakilan Sumut Abyadi Siregar, serta bupati dan wali kota dari sejumlah daerah di Sumut.
Didik mengatakan, KPK mendorong pemda membenahi kelembagaan pelayanan publik. Pelayanan publik harus transparan, akuntabel, memiliki standar operasional prosedur, standar pelayanan, dan saluran pengaduan masyarakat.
“Kami mendapatkan informasi dari berbagai sumber mengenai perilaku layanan publik di sejumlah pemda di Sumut. Kami akan mendiskusikannya lebih lanjut dengan Gubernur dan pihak terkait lainnya,” ungkap Didik.
Korupsi yang paling banyak terjadi adalah pemerasan, suap, dan gratifikasi terkait pelayanan publik (Didik Agung Widjanarko)
Untuk mencapai layanan prima, kata Didik, harus ada sistem pengawasan yang kuat. Ia mengingatkan, selama 2020 KPK menindak 19 eselon I, II dan III, 21 anggota DPR dan DPRD, tiga politikus, 10 kepala daerah, dan 12 pegawai badan usaha milik negara.
Banyak laporan
Didik mengingatkan, saat ini banyak masyarakat yang melaporkan dugaan korupsi, khususnya pada layanan publik di Medan.
“Belum lagi bawahan yang ingin atasannya terjerat masalah," kata Didik.
Abyadi mengatakan, berdasarkan survei Ombudsman terhadap 19 pemda di Sumut pada 2015 hingga 2019, hanya tujuh pemda yang masuk kategori kepatuhan tinggi pada standar pelayanan publik. "Sebanyak 12 pemda lainnya masih berada dalam kepatuhan sedang dan kepatuhan rendah," katanya.
Ketujuh pemda dengan kategori kepatuhan tinggi antara lain Pemprov Sumut, Kabupaten Dairi, Kabupaten Langkat, Kabupaten Serdang Bedagai dan Kabupaten Pakpak Bharat.
“Kondisi pelayanan publik di Sumatera Utara masih memperihatinkan. Negara hadir tetapi justru menyusahkan rakyat karena pelayanan publik di daerah masih jauh dari yang diharapkan," kata Abyadi.
Menurut Abyadi, aparatur pemerintah daerah masih terjebak dalam hal prosedur dan administrasi. Namun, masih jauh dari layanan yang cepat, inovatif, dan berorientasi hasil.
Sementara Edy mengatakan, Pemprov Sumut serta pemerintah kabupaten/kota jajarannya harus membenahi kualitas pelayanan publik. “Kenapa masih seperti ini terus. Saya ingin ini tuntas, selesai semua," katanya.
Untuk itu dia menekankan pelayanan publik yang prima merupakan hak masyarakat yang wajib untuk dipenuhi. Ia meminta aparatur di Sumut tidak mempersulit masyarakat, tidak ada tindakan yang di luar administrasi, terutama korupsi. "Begitu juga untuk kabupaten/kota, tingkatkan terus pelayanan publik di daerah masing-masinng karena itu adalah hak masyarakat,” tegas Edy.