Setelah lebih kurang dua pekan melanda, banjir di Kota Pekalongan, Jawa Tengah, belum juga surut. Hujan lebat diduga menjadi penyebab belum surutnya banjir.
Oleh
KRISTI UTAMI
·3 menit baca
PEKALONGAN, KOMPAS — Banjir masih terus merendam sebagian Kota Pekalongan, Jawa Tengah, setidaknya dalam dua pekan terakhir. Selain hujan lebat dan pasang air laut, penataan hunian hingga infrastruktur mitigasi banjir yang belum ideal diduga ikut memicu bencana alam ini.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Pekalongan mencatat, hingga Sabtu (20/2/2020), sebanyak 17 dari total 27 kelurahan di Kota Pekalongan masih direndam banjir. Ketinggian air antara 10-90 sentimeter. Dari lebih kurang 14.000 warga terdampak, 2.672 orang di antaranya mengungsi ke sejumlah titik.
Kepala Seksi Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Kota Pekalongan Dimas Arga Yudha mengatakan, banjir terjadi karena sejumlah sungai meluap setelah Kota Pekalongan dilanda hujan deras tiga hari berturut-turut. ”Banjir hingga kini belum surut. Hujan dengan intensitas deras masih terus terjadi setiap hari. Di saat yang sama, air laut pasang dan mengakibatkan rob,” kata Dimas di Pekalongan, Sabtu.
Menurut Dimas, saat ini, BPBD tengah fokus mengevakuasi dan menangani warga di pengungsian. Untuk mengoptimalkan penanganan bencana banjir, Pemerintah Kota Pekalongan juga memperpanjang masa tanggap darurat banjir hingga 5 Maret 2021.
Kepala Bidang Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Kota Pekalongan, Khaerudin mengatakan, masih berupaya mengurangi genangan di permukiman. Selain menyiagakan 21 stasiun pompa, DPUPR Kota Pekalongan juga mengerahkan sembilan mobil pompa untuk menyedot air di sejumlah wilayah.
Tak hanya itu, DPUPR juga membuat tanggul darurat dari karung berisi pasir untuk menutup kebocoran tanggul permanen di sejumlah sungai. Penambalan tanggul darurat tersebut dilakukan di kawasan Pasirkratonkramat, Degayu, Tirto, dan Kraton.
”Kami juga berupaya melancarkan aliran air dengan memperbaiki pintu air di sejumlah titik. Pembersihan eceng gondok dilakukan agar aliran air tidak terhambat,” kata Khaerudin.
Khaerudin mengatakan, sudah menyiapkan upaya komprehensif untuk mengatasi banjir di Kota Pekalongan. Upaya tersebut, antara lain, menambah jumlah kolam retensi, menambah stasiun pompa, serta merehabilitasi talud sungai dan drainase. Sebelum sempat direalisasikan, banjir kembali merendam Kota Pekalongan.
Dalam pembangunan kolam retensi dan stasiun pompa, pemerintah menyiapkan anggaran sebesar Rp 14,2 miliar. Sementara itu, perbaikan talud dan tanggul sungai menggunakan anggaran sebesar Rp 4,1 miliar. Adapun anggaran yang disiapkan untuk merehabilitasi saluran irigasi dan drainase sebesar Rp 7,9 miliar.
Kami juga berupaya melancarkan aliran air dengan memperbaiki pintu air di sejumlah titik. Pembersihan eceng gondok dilakukan agar aliran air tidak terhambat.
”Setelah cuaca kembali normal, kami akan mulai merealisasikan rencana-rencana tersebut. Kami menargetkan, pengerjaan fisik bisa dimulai pada pertengahan tahun,” kata Khaerudin.
Pakar hidrologi Universitas Diponegoro Semarang Robert J Kodoatie mengatakan karakter banjir di Kota Pekalongan mirip dengan Kota Semarang. Sama dengan Kota Semarang, sejumlah wilayah di pesisir Kota Pekalongan juga lebih rendah dari permukaan air laut. Sehingga ancaman bencana hidrologi tidak hanya banjir melainkan juga rob.
Robert menuturkan, Pemkot Pekalongan harus meniru upaya penanganan banjir di Kota Semarang. ”Upaya yang bisa dilakukan adalah membuat kolam retensi dan rumah pompa. Sungai-sungai besar yang airnya kerap limpas juga harus dikeruk, supaya daya tampungnya bertambah,” kata Robert.