Mobil-mobil Baru Dadakan di Sumurgeneng Tuban
Memiliki mobil menjadi kebutuhan yang muncul tiba-tiba, bukan dianggap kemewahan.

Tukijan (65) warga Desa Sumurgeneng, Jenu, Tuban, menunjukkan mobil barunya yang dibeli dari pembayaran penggantian lahan untuk proyek kilang minyak, Rabu (17/2/2021)
Di tengah kenaikan angka kemiskinan akibat pandemi Covid-19 di Indonesia, ratusan petani di Desa Sumurgeneng, Kecamatan Jenu, Tuban, Jawa Timur, justru memborong mobil baru. Meski banyak yang belum bisa menyetir mobil, mereka percaya diri menjadi bagian masyarakat yang kemana-mana mengendarai mobil.
Lebar jalan utama desa di pesisir utara Kabupaten Tuban itu hanya cukup untuk dilewati satu kendaraan pribadi dan satu sepeda motor. Untuk bersimpangan dengan mobil lain, satu sisi roda mobil harus turun di bahu jalan. Itupun tidak mudah menemukan bahu jalan yang cukup lebar di sepanjang jalan.
Jalan penyangga menuju ke dalam desa, kondisinya lebih sempit. Untuk bersimpangan harus mundur ke pertigaan dan perempatan atau masuk ke halaman rumah warga. Sulit rasanya membayangkan jalan-jalan itu bakal dipenuhi ratusan mobil.
Mobil Honda HRV itu untuk ‘kaki’ saya setiap hari bekerja, Toyota Innova untuk keluarga, Daihatsu Grandmax dan Mitsubushi L300 untuk kegiatan usaha. (Siti Nurul)
Namun faktanya, mobil-mobil baru itu sebagian sudah datang dan terparkir di rumah-rumah warga. Salah satunya Honda HRV milik Tukijan (65), yang diparkir sementara di samping rumah karena belum ada garasi. Mobil yang dijual dengan kisaran harga di atas Rp 300 juta itu dibeli dari uang hasil pembayaran lahan sawahnya yang masuk dalam penetapan lokasi atau penlok pembangunan kilang minyak.
Baca juga : Pegang Uang Miliaran Ratusan Warga Sumbergeneng Tuban Beli 3-4 Mobil Sekaligus
“Dari lahan sawah seluas sekitar 1 hektar warisan orangtuanya, dapat pembayaran Rp 6 miliar. Setelah dibelikan lahan sawah baru seluas 1 hektar di tempat lain, masih ada sisa uang. Sisa itulah yang dibelikan mobil karena permintaan anak,” ujar Tukijan.

Warga melihat video viral mobil baru tiba di Desa Sumbergeneng, Tuban, Rabu (17/2/2021)
Siti Nurul Hidayatin, tetangga Tukijan yang jarak rumahnya sekitar 200 meter juga membeli mobil baru. Bahkan, empat unit sekaligus. Nurul yang sehari-hari mengajar di Taman Kanak-Kanak Nurul Huda menerima total pembayaran Rp 18 miliar dari lahan 2,7 ha miliknya yang masuk dalam penlok kilang minyak.
“Mobil Honda HRV itu untuk ‘kaki’ saya setiap hari bekerja, Toyota Innova untuk keluarga, Daihatsu Grandmax dan Mitsubushi L300 untuk kegiatan usaha,” kata Nurul yang lokasi sekolahnya tepat berada di depan rumahnya.
Hal serupa dialami Wantono yang menerima uang ganti lahan Rp 24 miliar. Lelaki yang belum pernah punya mobil dan sehari-hari mengoperasikan traktor atau mesin pengolah lahan pertanian ini belajar menyetir setelah mobil barunya tiba. “Diajari temen semalam, paginya langsung bisa. Lebih sulit nyetir traktor dibandingkan mobil,” ucapnya bangga.
Tukijan, Nurul, dan Wantono hanyalah potret kecil dari 200 warga Desa Sumurgeneng yang lahannya dibebaskan oleh PT Pertamina untuk pembangunan kilang minyak grass root refinery (GRR) yang ditargetkan beroperasi tahun 2026. Lahan mereka dibeli dengan harga Rp 500.000 hingga Rp 800.000 per meter, di atas harga pasar yang berada pada kisaran Rp 300.000 hingga Rp 500.000 per meter.
Baca juga : Ingin Seperti Tuban Warga Indramayu Minta Ganti Rugi Pertamina Naik
Membeli mobil merupakan hal biasa. Menjadi luar biasa ketika pembelian dilakukan bersamaan oleh warga satu desa hingga ratusan unit sekaligus. Ketidaklaziman juga dijumpai pada proses pengiriman mobil baru yang menggunakan truk towing sampai ke rumah.

Presiden Joko Widodo saat akan memberikan penjelsan kepada wartawan seusai mengelilingi area Kilang PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) di Kabupaten Tuban, Jawa Timur, Sabtu (21/12/2019).
Salah satu alasan penggunaan truk towing, karena mayoritas warga belum bisa menyetir. Mereka membeli mobil lebih dulu, baru berpikir belajar menyetir.
Meski demikian, warga menyebut alasan membeli mobil karena kebutuhan, contohnya untuk berkunjung ke rumah saudara. Mereka menolak disebut konsumtif, karena yang dibelanjakan hanya sebagian kecil dari pembayaran. Mayoritas uang yang diterima dibelikan lahan di tempat baru yang harganya lebih murah agar tetap bisa bertani, didepositokan, dan diinvestasikan dalam bentuk reksadana.
Kades Sumurgeneng Gihanto mengatakan, ada 225 ha lahan di desanya yang dibebaskan untuk proyek kilang minyak kerja sama dengan Rusia tersebut. Lahan itu dimiliki oleh 200 orang dengan nilai penggantian sebesar Rp 36 juta hingga Rp 26 miliar. Mayoritas menerima di kisaran Rp 6 miliar hingga Rp 8 miliaran per pemilik.
“Bagi masyarakat, pembayaran pembebasan lahan itu merupakan berkah. Mereka mendapat ganti untung bukan ganti rugi karena nilainya lebih tinggi dari harga pasar,” kata Gihanto.
Dalam kasus Sumurgeneng, dibutuhkan penguatan literasi keuangan kepada masyarakat agar mereka bisa mengelola dana yang nilainya besar ini untuk kegiatan yang lebih produktif. (Bagong Suyanto)
Efek dominonya, warga masyarakat lain mendapat berkah dari pembelian tanah baru yang dilakukan oleh warga penerima ganti untung. Harga tanah naik meski tak sebesar harga pemerintah, karena banyak peminatnya.
Latah sosial
Sosiolog Universitas Airlangga Profesor Bagong Suyanto menilai pembelian mobil mewah oleh ratusan warga Sumurgunung disebabkan faktor latah dan hal itu bukan sesuatu yang baru dalam budaya masyarakat Indonesia yang tinggal di desa. Tetangganya beli sesuatu, lalu ikut-ikutan.
Masyarakat petani komersial dan juga perkebunan seperti petani tembakau juga melakukan hal serupa. Saat panen raya dan harga tinggi, banyak yang membeli barang konsumtif seperti mobil dan motor. Namun, mobil itu tak lama kemudian dijual karena mereka butuh uang untuk modal, bosan, atau karena biaya operasional kendaraan yang tinggi.

Bagong juga melihat adanya dorongan kontestasi sosial yang tinggi sehingga investasi yang dipilih adalah yang bisa dipamerkan kepada orang lain. Itu ditandai dengan dipilihnya mobil mewah seperti Honda HRV, Toyota Forturner, dan Toyota Innova.
Alasan pembelian mobil untuk memenuhi kebutuhan keluarga, menurutnya adalah upaya untuk merasionalisasi hal yang dilakukan. Apabila alasannya kebutuhan kendaraan keluarga, pilihan akan dijatuhkan pada mobil keluarga dengan kapasitas tujuh penumpang, seperti Avanza, Ertiga, atau Mobilio.
“Dalam kasus Sumurgeneng, dibutuhkan penguatan literasi keuangan kepada masyarakat agar mereka bisa mengelola dana yang nilainya besar ini untuk kegiatan yang lebih produktif. Bagaimana berinvestasi dengan benar demi meningkatkan kesejahteraan di masa depan,” ujar Wakil Dekan Fisip Unair ini.
Baca juga : Bangun Kilang Tuban Jokowi Beri Waktu Tiga Tahun Ke Pertamina
Corporate Sekretary Subholding Refining and Petrochemical PT Kilang Pertamina Internasional Ifki Sukarya mengatakan, pembebasan lahan warga tersebut untuk keperluan pembangunan kilang baru atau Grass Root Refinery (GRR) Tuban. Pertamina melalui Subholding Refining and Petrochemical, PT Kilang Pertamina Internasional, memastikan pembebasan lahan sesuai ketentuan perundangan.

Presiden Joko Widodo memberikan penjelasan kepada wartawan seusai mengelilingi area Kilang PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) di Kabupaten Tuban, Jawa Timur, Sabtu (21/12/2019).
“Mayoritas warga terdampak sudah menerima penggantian dana. Luas lahan yang dibebaskan mencapai 99 persen dari target seluas 377 ha tanah warga,” kata Ifki.
Prinsipnya, proses pengadaan lahan ini tidak merugikan warga. Rata-rata warga memiliki lahan yang luas sehingga uang penggantian yang diterimanya besar. Pertamina telah memberikan edukasi kepada warga agar mengelola uang dengan sebaik-baiknya.
Potensi kilang
GRR Tuban merupakan salah satu proyek strategis nasional untuk meningkatkan kapasitas pengolahan minyak sebesar 300.000 barel per hari yang akan menghasilkan BBM berstandar Euro V berupa gasoline sekitar 80.000 barel per hari, gasoil sekitar 100.000 barel per hari, dan avtur sekitar 30.000 barel per hari.
GRR Tuban diintegrasikan dengan kilang Petrokimia yang berproduksi 3.750 KTPA. Dengan adanya kilang di Tuban, kebutuhan BBM diharapkan dapat dipenuhi dari kilang dalam negeri sehingga menekan impor. Pembangunan kilang menyerap 35 persen tingkat komponen dalam negeri, penyerapan tenaga kerja lokal 20.000 orang saat konstruksi dan 2.500 orang saat operasi.
Di tengah sesaknya napas perekonomian akibat himpitan pandemi Covid-19 berkepanjangan, setidaknya masih ada harapan dari proyek strategis nasional yang berdampak pada kesejahteraan rakyat.