Data Resmi Rumah Rusak di Sulbar Diminta Segera Diumumkan
Pemerintah Provinsi Sulbar diminta segera mengumumkan data resmi kerusakan rumah akibat gempa agar ada kepastian bagi penyintas.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·3 menit baca
MAMUJU, KOMPAS — Data resmi rumah rusak akibat gempa pada 15 Januari 2021 di Sulawesi Barat diminta untuk segera diumumkan kepada publik. Data resmi penting untuk menjawab kesimpangsiuran sehingga rencana pembangunan kembali atau perbaikan rumah rusak bisa segera dimulai demi mempercepat pemulihan ekonomi-sosial penyintas.
Kamal (28), penyintas gempa di Kelurahan Mamunyu, Kabupaten Mamuju, menyatakan, merujuk data yang beredar di aplikasi percakapan, data kerusakan rumahnya dan rumah mertuanya tidak ada. Ia dan mertuanya sudah mendaftar di petugas kelurahan dan sejumlah orang juga datang untuk mengecek kepastian data rumah mereka.
Ia mengatakan, pendaftaran saat itu dilengkapi dengan kartu tanda penduduk elektronik, kartu keluarga, dan sertifikat rumah. ”Kami bingung. Mau melapor lagi ke kantor kelurahan belum ada informasi resmi,” ujarnya, saat dihubungi, Kamis (18/2/2021).
Rumah Kamal rusak ringan. Tiang-tiang rumahnya terlepas dari pangkuan beton, tetapi tidak roboh. Sementara rumah mertuanya roboh total. Karena rusak ringan, Kamal menuturkan, dirinya telah memperbaiki sendiri rumahnya. Kalaupun data rumahnya tak muncul, ia ikhlas, tetapi kerusakan rumah mertuanya harus terdata.
”Makanya, kami butuh kepastian data dan informasi sejelas-jelasnya segera dari pemerintah. Kalau memang data sudah ada, sampaikan kepada warga biar untuk urusan rumah segera selesai sehingga kami bisa berkonsentrasi pada pekerjaan,” ujar nelayan yang masih mengungsi itu.
Pendataan rumah rusak dimulai satu minggu pascagempa magnitudo 6,2 pada 15 Januari. Pendataan berbasis desa atau kelurahan dengan fokus pada tiga daerah terdampak, yakni Kabupaten Mamuju, Majene, dan Mamasa. Pendataan rumah rusak ditargetkan selesai pada akhir Februari.
Setelah pendataan rampung, proses selanjutnya adalah dana stimulan perbaikan atau pembangunan kembali rumah rusak bisa dicairkan. Dana stimulan masing-masing Rp 10 juta untuk rumah rusak ringan, Rp 25 juta (rusak sedang), dan Rp 50 juta (rusak berat).
Senada dengan Kamal, anggota DPRD Provinsi Sulbar, Hatta Kainang, mendesak Satuan Tugas Penanganan Bencana Sulbar untuk memublikasikan data kerusakan rumah yang sudah terkumpul. Data itu penting agar penyintas mendapatkan kepastian serta tindak lanjut kalau memang kerusakan rumahnya tak terdata.
Ia mengingatkan, pemerintah perlu bekerja secara strategis karena cepatnya pendataan rumah bisa memberi kesempatan kepada penyintas untuk fokus pada upaya pemilihan ekonomi-sosial. Ketidakjelasan pendataan bisa berdampak menimbulkan kebingungan bagi penyintas yang membuat mereka makin sulit bangkit.
Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Bencana Sulbar Natsir menyatakan, sejauh ini terdata 14.173 rumah rusak yang sudah dikaji Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Rumah rusak tersebut tersebar di Kabupaten Mamuju, Majene, dan Mamasa. Dari data tersebut, sebanyak 3.270 rumah rusak berat. Rumah rusak terbanyak di Mamuju.
Kami tidak akan mengabaikan penyintas yang rumah rusaknya belum didata.
Tak menyebutkan kepastian waktu, Natsir memastikan untuk data yang ada akan dipublikasikan sebagai bagian dari mekanisme uji atau kontrol publik. Langkah itu untuk memberikan kesempatan kepada penyintas memastikan data kerusakan rumahnya, apakah sudah terdata atau belum.
Kalau data kerusakan rumah tak tercantum, pendaftaran susulan tetap akan dibuka. ”Kami tidak akan mengabaikan penyintas yang rumah rusaknya belum didata,” ujarnya.
Deputi Rehabilitasi dan Rekonstruksi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Rifai memastikan pihaknya sudah mengkaji data yang diserahkan Pemerintah Provinsi Sulbar. Jumlah rumah rusak sebelum dan setelah dikaji berbeda.
Sebelum dikaji, jumlahnya sebanyak 16.116 unit. Setelah dikaji, jumlahnya menjadi 14.173 rumah. Jumlah rumah rusak berkurang karena ada nama atau data ganda yang harus dibersihkan.
Sebulan pascabencana, banyak penyintas yang sebelumnya mengungsi kembali ke rumah, terutama yang rumahnya hanya rusak ringan atau tak rusak sama sekali. Namun, sebagian besar warga memilih tidur di teras rumah untuk berjaga-jaga jika gempa kembali melanda.