Warga Menanti Damai di Intan Jaya
Teror kelompok kriminal bersenjata berdampak besar bagi kehidupan masyarakat di Kabupaten Intan Jaya, Papua. Masyarakat pun merindukan kembalinya kedamaian seperti sediakala.
Kedamaian di Kabupaten Intan Jaya, Papua, terusik sejak tahun 2017. Masyarakat tak bisa beraktivitas seperti biasanya di daerah yang berada di ketinggian 2.200 meter di atas permukaan laut ini. Pelayanan publik di daerah itu pun terhambat.
”Kami meminta tolong kepada aparat keamanan. Sampai kapan kami harus hidup seperti ini? Masyarakat ingin beraktivitas seperti biasa kembali,” demikian suara dari Pastor Yustinus Rahangiar, saat dihubungi Kompas, Selasa (9/2/2021) pekan lalu.
Yustinus adalah pemimpin Paroki Gereja Katolik Santo Mikael Bilogai di Distrik Sugapa, ibu kota Intan Jaya. Ia bertugas di Intan Jaya sejak tahun 2004. Pada hari itu, sekitar 600 warga berlindung di kompleks pastoran Gereja Santo Mikael Bilogai. Mereka berasal dari tiga kampung, yakni Bilogai, Kumbalagupa, dan Puyaguay.
Warga mengungsi pascainsiden penembakan seorang pedagang di Sugapa bernama Ramli oleh Tentara Pembebasan Nasional Organisasi Papua Merdeka (OPM). Pihak aparat keamanan menyatakan organisasi ini sebagai kelompok kriminal bersenjata (KKB).
Seorang anggota KKB menyerang Ramli yang tengah berjualan di kiosnya di Sugapa, Senin (8/2/2021) pukul 17.30 WIT. Lokasi penembakan hanya berjarak sekitar 100 meter dari kompleks pastoran. Ramli mengalami luka berat karena terkena tembakan di pipi yang tembus hingga punggungnya.
Hingga Selasa (16/2/2021), gelombang warga yang meninggalkan rumahnya karena trauma dengan aksi KKB masih terjadi. Keuskupan Timika melaporkan sekitar 300 warga keluar dari permukimannya di Kampung Mamba, Distrik Sugapa.
Baca juga : Negara Harus Hadir untuk Lindungi Warga Intan Jaya
Warga juga mencari perlindungan di kompleks pastoran setelah adanya insiden seorang anggota TNI, yakni Prajurit Dua Ginanjar, gugur dalam kontak tembak dengan KKB di Kampung Mamba pada Senin (15/2).
”Warga merasa ketakutan dan tidak mau berada di tengah kontak tembak antara kedua belah pihak. Saya bingung dan tidak tahu harus berbuat apa untuk menenangkan mereka,” ungkap Yustinus dengan nada sedih.
Kepala Polres Intan Jaya Ajun Komisaris Besar I Wayan G Antara mengaku, warga mengungsi karena KKB tidak hanya mengincar aparat keamanan, tetapi juga mereka. KKB sudah menempatkan anggotanya hingga di Sugapa. Pihak kepolisian telah menetapkan status keamanan ”siaga satu” atau kesiagaan tertinggi karena teror KKB yang tiada henti itu.
Aparat keamanan pun meminta warga tidak lagi beraktivitas selepas pukul 17.00 WIT karena situasi yang rawan itu. ”Kami telah memberikan bantuan makanan dan kebutuhan pokok lainnya bagi warga yang mengamankan diri di kompleks pastoran. Hingga saat ini, kami terus mendata warga yang berlindung di kompleks gereja,” tutur Wayan.
Berubah drastis
Yustinus mengaku sama sekali tidak menyangka situasi keamanan di daerah yang sejuk ini berubah menjadi ladang konflik yang membara. Padahal, Intan Jaya termasuk salah satu daerah yang jarang terjadi aksi kelompok bersenjata dan konflik sosial di Papua.
Masyarakat di sini sangat ramah dan senang beraktivitas di kebun.
Intan Jaya dimekarkan dari Kabupaten Paniai pada 2008. Daerah ini berada di bawah kaki Gunung Cartenz. Cartenz adalah gunung dengan puncak tertinggi di Indonesia, yakni 4.884 meter di atas permukaan laut.
Terdapat delapan distrik (setingkat kecamatan) dengan 97 kampung atau desa di Intan Jaya. Kabupaten ini pun baru memiliki polres setahun yang lalu karena meningkatnya gangguan keamanan akibat aksi KKB.
Yustinus mengaku, dirinya sering berjalan kaki selama berjam-jam mengelilingi kampung-kampung untuk tugas pelayanan bagi umat Katolik di daerah tersebut.
”Masyarakat di sini sangat ramah dan senang beraktivitas di kebun. Tidak pernah terjadi kasus pembunuhan oleh kelompok bersenjata itu selama 10 tahun terakhir,” papar Yustinus.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Provinsi Papua Aaron Rumainum juga merasa heran dengan situasi di Intan Jaya saat ini. Aaron pernah bertugas sebagai tenaga dokter di Puskesmas Sugapa pada 2001 hingga 2004. Selama itu, dia mengungkapkan, dirinya sama sekali tidak mendapatkan gangguan keamanan. Padahal, saat itu juga terdapat KKB di Intan Jaya.
Ia mengaku sangat terkejut dan sedih ketika kelompok tersebut menyerang dua tenaga kesehatan yang bertugas menangani pencegahan Covid-19 di Distrik Wandai, Intan Jaya, pada 22 Mei 2020.
”Kami tidak ingin insiden di Intan Jaya terulang kembali. Tenaga kesehatan harus bekerja di tempat yang aman saat memberikan pelayanan bagi masyarakat,” ucap Aaron.
Lingkaran konflik
Dari catatan Kompas dan data Kepolisian Daerah Papua, gangguan keamanan pertama di Intan Jaya terjadi pada tahun 2017. Pemicunya saat itu adalah pilkada yang diikuti pasangan Natalis Tabuni-Yan Kobogayauw dan pasangan Yulius Yapugau- Yunus Kalabetme.
Konflik pilkada di Intan Jaya dimulai dari pemungutan suara hingga penolakan simpatisan Yulius-Yunus atas putusan Mahkamah Konstitusi yang memenangkan bupati petahana Natalis Tabuni.
Akibat konflik ini, tiga warga tewas dan 101 warga luka-luka. Dari pertengahan 2017 hingga Maret 2018, lima kantor milik Pemerintah Kabupaten Intan Jaya dibakar dan sejumlah fasilitas dijarah. Aktivitas pemerintahan pun lumpuh dan para pegawai memilih bekerja di Kabupaten Nabire yang berbatasan dengan Intan Jaya.
Kelima kantor itu adalah Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), Dinas Kesehatan, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Dinas Kesatuan Bangsa dan Politik, serta Badan Penanggulangan Bencana Daerah.
Dua tahun setelah konflik itu, aksi KKB muncul. Kelompok itu menembak tiga pengojek motor saat melintas di Distrik Hitadipa pada 26 Oktober 2019. Hingga akhir tahun itu, terjadi dua aksi KKB yang menyebabkan tiga warga sipil dan dua anggota TNI meninggal.
Pada 2020, jumlah serangan KKB meningkat tajam hingga mencapai 23 kasus. Sebanyak tiga anggota TNI dan lima warga sipil terluka. Sementara itu, tiga anggota TNI dan 10 warga sipil meninggal akibat serangan KKB.
Tahun berganti, tapi KKB sama sekali tidak menghentikan aksinya. Sejak awal tahun ini, diketahui total sudah terjadi tujuh serangan KKB di Intan Jaya. Pertama, anggota KKB membakar pesawat perintis PK-MAX ketika mendarat di Lapangan Terbang Kampung Pagamba, Distrik Mbiandoga, 6 Januari.
Baca juga : Aktivitas Pemerintahan di Intan Jaya Tidak Berjalan
Serangan kedua adalah penembakan Prajurit Dua Agus Kurniawan hingga gugur di Titigi pada 10 Januari. Serangan ketiga adalah penembakan Prajurit Satu Roy Vebrianto dan Prajurit Satu Agus Hamdani hingga gugur pada 22 Januari.
Serangan keempat adalah penembakan seorang warga bernama Boni Bagau hingga tewas di Kampung Agapa, 30 Januari. Kelima, aksi penembakan yang menyebabkan warga bernama Ramli terluka pada 8 Februari. Keenam, penembakan di Kampung Mamba yang menyebabkan Praka Hendra Sipayung terluka pada 12 Februari. Terakhir, penembakan yang menyebabkan Prada Ginanjar gugur pada Senin kemarin.
Sekretaris Dewan Adat Papua John Gobay berpendapat, konflik di Intan Jaya merupakan fenomena lingkaran konflik yang tiada henti di tanah Papua. Masalah ini dipicu keinginan OPM menyerang lokasi tambang emas dan tembaga milik PT Freeport Indonesia di Distrik Tembagapura, Kabupaten Mimika.
OPM merencanakan serangan ke Tembagapura melalui Distrik Ugimba di Intan Jaya. Namun, aparat keamanan berhasil menggagalkan rencana tersebut.
”Pihak OPM yang marah dengan pihak keamanan kemudian memindahkan aksi terornya di Intan Jaya sejak tahun 2019. Kemudian terjadilah konflik di Intan Jaya hingga saat ini,” kata John.
Ia pun menyatakan, hanya dialog antara kedua belah pihak yang dapat menjadi solusi untuk menghentikan konflik di Intan Jaya.
”Diperlukan dialog yang melibatkan pemerintah, pihak keamanan, dan OPM. Upaya ini untuk mendapatkan jalan keluar sehingga perdamaian kembali hadir di tanah Intan Jaya,” kata John.
Kepala Bidang Humas Polda Papua Komisaris Besar Ahmad Mustofa Kamal menyatakan, pihaknya menjamin aktivitas pemerintahan di Intan Jaya kembali berjalan normal. Polda Papua akan mengirim tambahan 300 personel ke Intan Jaya secara bertahap.
”Pada dasarnya Polda Papua siap untuk upaya mediasi dengan kelompok tersebut. Namun, kesepakatan di antara kedua belah pihak fokus untuk pemulihan masalah keamanan dan tetap dalam bingkai NKRI,” katanya.