Tenaga Kependidikan di Jabar Dapat Ajukan Program Rumah Bersubsidi
Program rumah bersubsidi untuk guru dan tenaga kependidikan diperluas hingga 20 kabupaten/kota di Jawa Barat. Upaya ini diharapkan bisa meningkatkan kesejahteraan melalui kepemilikan rumah dengan harga terjangkau.
Oleh
melati mewangi
·3 menit baca
KOMPAS/MELATI MEWANGI
Tangkapan layar agenda peletakan batu pertama program rumah bersubsidi Bakti Padamu Guru secara daring di Purwakarta, Jawa Barat, Rabu (17/2/2021).
PURWAKARTA, KOMPAS — Program rumah bersubsidi untuk guru dan tenaga kependidikan diperluas hingga menjangkau 20 kabupaten dan kota di Jawa Barat. Upaya ini diharapkan bisa membantu mereka meningkatkan kesejahteraan melalui kepemilikan rumah dengan harga terjangkau.
Program bernama Bataru atau bakti padamu guru ini dirilis Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil pada November 2020. Program yang diluncurkan dalam rangka hari guru nasional tingkat Jabar itu memiliki target pembangunan sekitar 10.000 unit di 17 kabupaten/kota. Kini, lokasi pembangunan rumah bersubsidi ini meluas menjadi 20 kabupaten/kota.
Dalam kunjungannya ke Purwakarta, Rabu (17/2/2021), Kepala Dinas Pendidikan Jabar Dedi Supandi membagikan cerita sejumlah tenaga pendidik yang kesulitan memiliki rumah. Pengajuan kredit rumah mereka ditolak karena sebagian berstatus guru honorer dan dianggap tidak mampu membayar angsuran. Ada pula yang belum memiliki uang muka pembelian rumah.
Padahal, biaya untuk mengontrak rumah juga tak sedikit sehingga alokasi gaji banyak dihabiskan untuk membayar kontrakan. Di tengah kesulitan tersebut, guru tetap harus fokus mendidik siswa-siswa di sekolah. Berawal dari sana, Pemprov Jabar ingin membantu tenaga pendidik (guru) dan tenaga kependidikan (staf tata usaha, penjaga sekolah, hingga satpam) lewat kemudahan mendapatkan tempat tinggal.
Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat Dedi Supandi saat memberikan sambutan acara peletakan batu pertama program rumah bersubsidi untuk guru di Purwakarta, Jawa Barat, Rabu (17/2/2021), secara daring.
Oleh karena itu, Dedi mengatakan, Pemprov Jabar telah berkoordinasi dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk penyediaan jatah rumah bersubsidi. Rata-rata harga rumah yang ditawarkan Rp 130 juta-160 juta per unit dengan luas 60-80 meter persegi. Angsuran yang dibayarkan sekitar Rp 900.000 per bulan.
Berdasarkan data Disdik Jabar, jumlah guru di provinsi ini 458.976 orang. Mereka pengajar pendidikan anak usia dini (PAUD), SD, SMP, SMA, SMK, dan sekolah luar biasa (SLB) di Jabar. Pemetaan guru yang belum memiliki rumah atau masih mengontrak dilakukan secara bertahap pada setiap kabupaten/kota.
”Ini bagian dari upaya meningkatkan kesejahteraan guru. Mereka yang berminat, silakan mendaftar lewat aplikasi yang sudah kami siapkan,” kata Dedi.
Hingga kini, 250 dari 1.831 pemohon rumah bersubsidi telah menyelesaikan proses administrasi dan bisa segera menempati rumah. Jumlah unit rumah yang siap dipakai tercatat 4.897 unit.
Tangkapan layar acara peletakan batu pertama program rumah bersubsidi Bakti Padamu Guru secara daring di Purwakarta, Jabar, Rabu (17/2/2021).
Ridwan Kamil menambahkan, kemudahan ini diharapkan bisa memberikan manfaat bagi para guru dan tenaga kependidikan di Jabar. Selain kualitas pendidikan, pihaknya juga berkomitmen mendorong kesejahteraan orang-orang yang berkontribusi besar dalam bidang pendidikan. Kemajuan kualitas pendidikan suatu daerah harus didukung pula dengan sumber daya yang sejahtera.
Selama ini, kata Kamil, mayoritas warga baru memiliki rumah di usia yang relatif tua. Dengan program ini, diharapkan mereka bisa mencicil rumah lebih cepat untuk ditinggali dengan keluarga. Ke depan, dia berencana membuat program serupa untuk profesi-profesi lainnya.
Menurut laporan Indeks Sentimen Keterjangkauan Konsumen yang dirilis Rumah.com (bagian dari perusahaan properti daring di Asia) pada 2019, lebih dari 50 persen responden mencari rumah dengan kisaran harga di bawah Rp 500 juta.
Sebanyak 41 persen responden mengatakan belum berminat membeli rumah dalam enam bulan ke depan. Mereka terkendala uang muka dan harga properti yang terlalu tinggi. Masalah uang muka menjadi kendala utama yang paling banyak dialami responden dari kalangan berpenghasilan rendah (< Rp 7 juta) dan paling sedikit dialami oleh kalangan berpenghasilan tinggi (> Rp 15 juta).
Responden kalangan milenial (usia 22-39 tahun) yang mencari rumah pertama baru berniat punya rumah sendiri setelah menikah. Sebanyak 24 persen responden memilih untuk mengontrak setelah keluar dari rumah orangtua karena berbagai alasan. Di antaranya, tidak punya cukup tabungan untuk membeli rumah dan harga properti yang terlalu mahal sehingga memilih menabung terlebih dulu.