Gubernur Sumsel Lantik Tujuh Pelaksana Harian Bupati
Tujuh pelaksana harian bupati dilantik oleh Gubernur Sumatera Selatan, Rabu (17/2/2021), di Palembang untuk mengisi kekosongan jabatan hingga kepala daerah terpilih Pilkada 2020 dilantik.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Tujuh pelaksana harian bupati dilantik Gubernur Sumatera Selatan, Rabu (17/2/2021), di Palembang, untuk mengisi kekosongan jabatan hingga kepala daerah terpilih dilantik. Proses pelantikan kepala daerah hasil Pilkada 2020 itu ditunda karena masih dalam proses penyelesaian sengketa pilkada di Mahkamah Konstitusi.
Ketujuh daerah yang dipimpin pelaksana harian (plh) bupati adalah Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), OKU Timur, OKU Selatan, Penukal Abab Lematang Ilir, Musi Rawas Utara, Musi Rawas, dan Ogan Ilir.
”Pengangkatan pelaksana harian bupati ini bertujuan agar tidak terjadi kekosongan kepemimpinan di daerah,” kata Edward Candra, Pelaksana Tugas Asisten Gubernur Sumsel Bidang Pemerintahan dan Kesejateraan Rakyat, Rabu (17/2/2021).
Para pelaksana harian bupati mengisi jabatan hingga ketujuh pasangan bupati-wakil bupati terpilih dilantik. Awalnya, pelantikan kepala daerah direncanakan berlangsung pada Rabu (17/2/2021). Namun, karena masih ada daerah yang menjalani sidang sengketa pilkada di Mahkamah Konstitusi (MK), proses pelantikannya pun diundur.
Untuk daerah yang tidak bersengketa atau yang telah selesai perkaranya di MK, bupati-wakil bupati terpilih akan dilantik pada akhir Februari ini. Sesuai dengan arahan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), pelantikan pasangan kepala daerah terpilih akan diselenggarakan pada minggu keempat Februari 2021.
Mereka tidak berwenang untuk mengambil keputusan terhadap kebijakan-kebijakan strategis, yakni yang berkaitan dengan keuangan, kelembagaan, personel, dan aspek perizinan.
”Waktu yang paling mungkin ialah pada 26 Februari,” katanya. Sementara bagi daerah yang perkaranya masih berproses di MK, kepala daerah akan menjalani pelantikan susulan pada Maret 2021.
Walau mengemban jabatan sebagai pelaksana harian bupati, kata Edward, mereka tidak berwenang mengambil keputusan terhadap kebijakan-kebijakan strategis, yakni yang berkaitan dengan keuangan, kelembagaan, personel, dan aspek perizinan. ”Masa tugas dari plh pun paling lama satu bulan,” ujarnya.
Sengketa pilkada
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumsel Divisi Hukum dan Pengawasan, Hepriyadi, menuturkan, dari tujuh kabupaten yang menyelenggarakan pilkada, empat di antaranya sedang bersengketa di MK. Namun, dua daerah, yakni Ogan Komering Ulu dan Ogan Komering Ulu Selatan, telah tuntas lantaran gugatan pemohon ke Mahkamah Konstitusi telah ditolak.
Alasan penolakan karena gugatan yang diajukan tidak memiliki legal standing (kedudukan hukum) yang kuat sehingga perkara tidak bisa lagi dilanjutkan. Sementara dua daerah lain, yakni Musi Rawas Utara dan Penukal Abab Lematang Ilir, masih menjalani proses sidang di MK.
Bagi kedua daerah yang perkaranya telah tuntas, pasangan kepala daerah terpilih bisa segera ditetapkan. Di Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan, pasangan bupati-wakil bupati terpilih yang ditetapkan adalah Popo Ali Martopo-Sholehan Abuasir. Sementara di Kabupaten Ogan Komering Ulu adalah pasangan Kuryana Aziz-Johan Anuar.
Johan Anuar yang kini berstatus terdakwa dalam kasus korupsi pengadaan lahan pemakaman juga akan ditetapkan sebagai Wakil Bupati OKU. ”Kami menetapkan mereka yang menang dalam pilkada,” ucap Hepriyadi.
Dalam pilkada lalu, kedua pasangan ini berhadapan dengan kota kosong. ”Menurut rencana, penetapan bupati-wakil bupati terpilih akan berlangsung pada Kamis (18/2/2021),” ucap Hepriyadi.
Ketua KPU Ogan Komering Ulu Naning Wijaya menjelaskan, MK menolak gugatan Pilkada Ogan Komering Ulu yang disampaikan Barisan Pemantau Pemilu Sumatera Selatan (BP2SS) karena selisih suara antara kotak kosong dan pasangan calon bupati-wakil bupati berbeda jauh, yakni mencapai 35,2 persen atau terpaut sekitar 63.244 suara. Ini tidak sesuai dengan syarat pengajuan gugatan, di mana selisih suara tidak boleh lebih dari 2 persen.
Selain itu, dugaan pelanggaran pilkada, seperti politik uang, rekapitulasi suara, dan upaya kecurangan yang terstruktur, sistimatis, dan masif, yang diajukan penggungat, tidak dapat diterima. Alasannya, masalah itu seharusnya diselesaikan di tingkat Bawaslu.