Satwa Dilindungi Masih Leluasa Diperjualbelikan secara Daring
Pemahaman warga tentang satwa dilindungi masih rendah di Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal itu dibuktikan dengan ditemukannya kasus jual-beli dan pemeliharaan satwa dilindungi.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
BANTUL, KOMPAS — Satwa dilindungi masih leluasa diperjualbelikan secara daring melalui media sosial. Semua aktivitas jual-beli hingga memelihara satwa dilindungi secara ilegal harus dihentikan dan pelaku dijerat aturan hukum yang berlaku.
Sepanjang Januari-Februari 2021, Direktorat Kepolisian Perairan di Polda Daerah Istimewa Yogyakarta menangani enam kasus pemeliharaan dan jual-beli satwa dilindungi. Ada enam tersangka yang terlibat, yaitu RRL (17), RCH (25), RJS (24), RR (17), EKS (28), dan RYS (28).
RRL dan RR adalah penjual buaya muara (Crocodylusporosus) dan RYS penjual labi-labi moncong babi (Carettochelysinsculpta). Sementara RCH, RJS, dan RKS membeli serta memelihara buaya muara dan labi-labi moncong babi.
Total, ada 5 buaya muara dan 14 labi-labi moncong babi yang dijadikan barang bukti dalam kasus ini. Semua buaya langsung dikirim ke Predator Fun Park Batu, Kota Batu, Jawa Timur. Sedangkan labi-labi moncong babi bakal dikirim ke Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Papua.
”Masyarakat masih harus diberi tahu ada aturan tentang satwa dilindungi. Jangan sampai ketidaktahuan berdampak pidana,” kata Wakil Direktur Polair Polda DIY Ajun Komisaris Besar Azhari Juanda, Selasa (16/2/2021), di Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta.
Kasus jual-beli ini diketahui beredar di Facebook. Buaya muara dijual Rp 700.000-Rp 1.300.000 per ekor. Sedangkan labi-labi moncong babi Rp 240.000 per ekor. Sementara para tersangka pemelihara buaya muara diketahui dari hasil unggahan foto di laman grup pencinta buaya.
Azhari menjelaskan, semua satwa dilindungi tersebut diperoleh para tersangka lewat transaksi daring melalui media sosial. ”Satwa dilindungi ini dibeli dan dijual kembali secara daring,” kata Azhari.
RYS, salah satu tersangka, menyampaikan, awalnya dia hanya berjualan ikan cupang. Lalu, kenalannya menawarkan menjual labi-labi moncong babi. Tanpa pikir panjang, tawaran itu disetujuinya. ”Saya lihat (labi-labi moncong babi), kok, lucu. Saya beli dan dijual lagi lewat media sosial. Saya tidak tahu statusnya kalau satwa ini dilindungi,” kata RYS.
Menurut EKS, tersangka lainnya, dirinya membeli buaya dari media sosial. Setelah dibeli, ia mengunggah foto satwa tersebut ke grup media sosial pencinta buaya. Satwa itu baru dipeliharanya selama lebih kurang tiga bulan.
”Baru setelah (terkena kasus) ini saya tahu kalau itu satwa dilindungi. Tetapi, telanjur dipelihara mau bagaimana lagi,” katanya.
Akibat perbuatannya, para tersangka dikenai Pasal 40 Ayat (2) juncto Pasal 21 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Ancaman hukumannya lima tahun penjara dan denda paling banyak Rp 100 juta.
Kepala BKSDA Yogyakarta M Wahyudi menyatakan, jual-beli dan pemeliharaan satwa dilindungi pasti akan berurusan dengan hukum. Dia berharap semua pihak semakin sadar pentingnya upaya melindungi satwa langka. Salah satu caranya, tidak terlibat jual-beli atau memelihara satwa dilindungi.
”Perdagangan ini harus kita putus bersama. Sebab, jumlah satwa dilindungi sudah semakin berkurang di Indonesia,” kata M Wahyudi.
Wahyudi mengatakan, saar ini masih banyak kasus jual-beli satwa liar yang belum terungkap. Sebagian besar dilakukan melalui daring. Dia berharap kasus ini akan segera dituntaskan.