Cegah Kekosongan Pemerintahan, Gubernur Pegang Kepemimpinan Muara Enim
Gubenur Sumatera Selatan mengambil alih sementara pemerintahan di Muara Enim untuk mencegah terjadinya kekosongan pemerintahan. Kebijakan ini dikeluarkan setelah tiga jabatan tertinggi di kebupaten tersebut lowong.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Gubenur Sumatera Selatan Herman Deru mengambil alih sementara pemerintahan di Kabupaten Muara Enim untuk mencegah kekosongan pemerintahan. Kebijakan ini dikeluarkan setelah tiga jabatan tertinggi di kebupaten tersebut lowong. Pengambilalihan kepemimpinan ini akan berlangsung sampai Kementerian Dalam Negeri menetapkan status resmi dari Juarsah.
Setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Muara Enim Juarsah sebagai tersangka kasus korupsi Proyek Pembangunan Jalan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Muara Enim, Senin (15/2/2021), Gubenur Sumsel Herman Deru langsung menggelar pertemuan dadakan di rumah dinas gubenur, Senin malam. Dia memanggil semua jajaran asisten Bupati Muara Enim.
Seusai pertemuan tersebut, Herman memutuskan mengambil alih pemerintahan Muara Enim untuk sementara waktu sampai ada penetapan dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terkait status resmi dari Bupati Muara Enim Juarsah. ”Saya masih menunggu surat tembusan dari KPK ke Kemendagri tentang kepastian status dari Bupati Muara Enim,” ucapnya.
Jika Kemendagri sudah menetapkan bahwa Bupati Muara Enim telah berstatus nonaktif, akan diusulkan penunjukan pelaksana tugas (Plt) bupati. Namun, sembari menunggu keputusan itu, Herman menunjuk Sekretaris Daerah Sumatera Selatan Nasrun Umar sebagai Pelaksana Harian Bupati Muara Enim. ”Jabatan Plh tidak akan lama, hanya menunggu keputusan Kemendagri tentang status resmi Juarsah,” kata Herman.
Penunjukan ini dilakukan karena sekda juga memiliki fungsi untuk mengelola Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD). ”Intinya jangan sampai ada kekosongan kekuasaan di Muara Enim. Roda pemerintahan, pelayanan, dan pembangunan harus tetap berjalan,” tutur Herman.
Menurut Herman, dengan ditetapkannya Bupati Muara Enim Juarsah sebagai tersangka, praktis tiga jabatan tertinggi di Muara Enim, yakni bupati, wakil bupati, dan sekretaris daerah, kosong. Setelah bekas Bupati Muara Enim Ahmad Yani diputuskan bersalah oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Palembang atas kasus Korupsi Proyek Perbaikan Jalan Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim, Gubernur Sumsel mengangkat Wakil Bupati Muara Enim Juarsah sebagai Bupati definitif pada 11 Desember 2020.
Dengan ditetapkannya Bupati Muara Enim Juarsah sebagai tersangka, praktis tiga jabatan tertinggi di Muara Enim, yakni bupati, wakil bupati, dan sekretaris daerah, kosong.
Namun, setelah Juarsah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, kedua jabatan itu pun kosong. Adapun posisi sekretaris daerah juga lowong setelah Hassanudin yang menduduki jabatan tersebut meninggal pada 8 November 2020, sementara Penjabat Sekda Muara Enim Yan Riyadi sudah pensiun.
Asisten Bupati Muara Enim Bidang Pemerintahan dan Kesra Emran Tabrani menuturkan, dengan keputusan ini, segala kebijakan yang diambil di Muara Enim harus dikoordinasikan dulu dengan Gubenur Sumsel. ”Kami akan menjalankan tugas sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing,” kata Emran.
Emran menuturkan, hingga kini semua organisasi perangkat daerah masih tetap berjalan berpegang pada program-program yang sudah dirancang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah. Koordinasi dengan DPRD Muara Enim juga akan tetap berlangsung. ”Hanya saja, dalam penggunaan anggaran, harus dikoordinasikan dulu dengan Gubernur Sumsel,” ucap Emran.
Terkait posisi Sekretaris Daerah Muara Enim, lanjut Emran, sekarang masih dalam tahapan penilaian sejumlah calon sekda. Kini, jabatan sekda masih dipegang pelaksana tugas yang ditunjuk oleh Bupati Muara Enim. ”Kami berupaya agar roda pemerintahan tidak vakum,” ucapnya.
Emran mengaku tidak tahu banyak mengenai penetapan bupati Muara Enim Juarsah sebagai tersangka. Menurut dia, semua itu adalah kewenangan aparat penegak hukum. Bahkan, dia tidak menerima pesan apa pun dari Juarsah sebelum ataupun sesudah penetapan tersangka oleh KPK. ”Yang saya tahu, Pak Juarsah menyampaikan kepada Gubernur Sumsel bahwa dirinya akan ke Jakarta,” kata Emran.
Koordinator Forum Indonesia untuk Tranparansi Anggaran (Fitra) Sumsel Nunik Handayani menuturkan, kasus korupsi yang menyeret bupati dan wakil bupati mungkin baru pertama kali terjadi di Indonesia. Kondisi ini akan sangat berdampak pada tersendatnya roda pemerintahan di daerah tersebut.
Hal yang paling krusial adalah munculnya beragam masalah dalam pemerintahan, terutama terkait program yang memerlukan anggaran APBD. ”Kewenangan pelaksana harian dan pelaksana tugas bupati tentu memiliki batasan. Hal inilah yang berpotensi menghambat jalannya roda pemerintahan di Muara Enim,” ucapnya.
Ini adalah buah dari kejahatan korupsi. Ketika penyelenggara negara tidak mampu memegang amanat dengan baik, akhirnya rakyat yang dikorbankan. Untuk itu, dia berharap kepala daerah memiliki integritas dalam menjalankan kekuasaan dengan baik sehingga kasus seperti ini tidak kembali terulang.