Kendaraan yang Melintas Titik Rawan Longsor di Jalur Malang-Kediri Akan Dibatasi
Selama ini, jalur yang berada di tepi jurang itu punya peran vital menghubungkan Malang, Batu, Kediri, dan Jombang yang melintasi pegunungan.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·4 menit baca
BATU, KOMPAS — Kendaraan yang melintas di jalan utama Malang-Kediri di daerah Payung, Kelurahan Songgokerto, Kota Batu, Jawa Timur, akan dibatasi menyusul terjadinya penurunan permukaan badan jalan (ambles) dan munculnya retakan di tempat itu.
Selama ini, jalur yang berada di tepi jurang itu punya peran vital menghubungkan Malang, Batu, Kediri, dan Jombang, yang melintasi pegunungan. Payung merupakan salah satu titik rawan longsor. Beberapa kali longsor skala kecil terjadi di kawasan itu selama musim hujan tahun ini.
Berdasarkan pendataan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Batu, ukuran retakan bervariasi dengan lebar 3-15 sentimeter (cm). Posisi retakan ada yang melintang di tengah jalan. Panjang retakan di jalan 15 m.
Selain itu bahu jalan mengalami penurunan dengan level 10-15 cm dari permukaan aspal. Retak juga ditemukan di bahu jalan sepanjang 75 m. Ada tiga kamar mandi warung di tepi jalan yang rusak akibat peristiwa ini.
Berdasarkan pengamatan Kompas, titik retak juga terdapat di teras warung warga. Di belakang warung-warung yang berderet di tepi jalan itu, terdapat jurang dengan kedalaman 10-15 meter dan hutan pinus dengan topografi miring.
Tim dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Timur, Senin (15/2/2021), mengukur getaran di lokasi menggunakan seismograf. Kegiatan ini dilanjutkan dengan diskusi untuk mencari solusi, antara lain dengan BPBD Kota Batu, dinas pekerjaan umum dan perumahan rakyat (PUPR), dinas perhubungan setempat, pihak kepolisian, dan Perhutani.
”Kami sudah menyurvei, melihat kerentanan tanah di sini apakah masih layak untuk dilalui atau perlu langkah-langkah penanganan lebih lanjut. Dari rapat diperoleh kesimpulan untuk sementara akan dilakukan pembatasan kendaraan,” kata Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Jawa Timur Gatot Soebroto.
Menurut Gatot, dalam rapat mengemukakan sejumlah gagasan, salah satunya mengalihkan lalu lintas melalui jalur alternatif, yakni melalui Klemuk. Namun, jalur tersebut berupa turunan curam dan panjang sehingga membahayakan bagi kendaraan roda empat yang bertonase besar. Jalur Klemuk rawan kecelakaan dan rem blong.
Usulan lainnya adalah melalui jalur alternatif di Desa Gunungsari. Namun, selain jalannya sempit dan berkelok, di salah satu titik jalur Desa Gunungsari juga terdapat Dusun Brau—di tempat itu sedang ada bencana tanah bergerak dan membuat belasan keluarga mengungsi.
Kepala Dinas PUPR Kota Batu Alfi Nurhidayat mengatakan, kemungkinan nanti hanya kendaraan kecil yang diperbolehkan melalui jalan alternatif. Untuk kendaraan besar tetap melaju di jalur utama, tetapi diatur bergantian.
Jalur Malang-Kediri melalui Payung banyak dilewati kendaraan yang membawa hasil alam, seperti sayur, buah, dan susu. Jalur ini juga menjadi akses wisatawan dari kota-kota di sisi tengah dan barat Pulau Jawa. Jika harus memutar melalui Surabaya atau Blitar, jarak tempuhnya terlalu jauh. Secara ekonomi, hal ini merugikan.
”Mengingat struktur jalan ini sedang retak. Jika kendaraan tidak dibatasi, dikhawatirkan akan menambah keretakan lagi. Kami menyarankan untuk gunakan jalur alternatif bagi kendaraan keci. Sedangkan untuk kendaraan besar bahaya karena konturnya curam,” katanya.
Menurut Alfi, penanganan jangka pendek akan dilakukan penutupan titik retak saat hujan turun. Sedangkan penanganan jangka panjang akan dilakukan oleh Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Timur, tetapi belum dipastikan apakah melalui pembetonan, pemadatan ulang, atau upaya lain.
Peristiwa retak dan ambles di jalur Payung bukan pertama kali terjadi. Sebelumnya, tahun 2013 peristiwa serupa pernah terjadi. Untuk menanganinya, dilakukan pemasangan pancang ke dalam tanah memanjang sesuai dengan jalur yang rawan.
Kepala Seksi Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Kota Batu Gatot Noegroho mengatakan, retakan yang ada bertambah besar dalam dua pekan terakhir. Selain karena hujan deras, getaran kendaraan diperkirakan juga menjadi penyebab. ”Kalau retak-retak kecil mungkin sudah lama. Tetapi, retak yang rentan seperti sekarang (berkembang) dua minggu ini,” ujarnya.
Mengingat struktur jalan ini sedang retak. Jika kendaraan tidak dibatasi, dikhawatirkan akan menambah keretakan lagi. (Alfi Nurhidayat)
Sementara itu, belasan keluarga di Dusun Brau, Desa Gunungsari, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, sampai hari ini masih bertahan di pengungsian akibat bencana tanah bergerak di wilayah mereka. Mereka mengungsi sejak awal Februari lalu.
Kepala Seksi Kedaruratan dan Logistik BPBD Kota Batu A Choirur Rochim mengatakan, ada 13 keluarga (40 jiwa) yang masih mengungsi. Selain itu, ada 42 sapi dan 13 kambing yang diungsikan.
Pemerintah Kota Batu masih mempersiapkan lokasi baru untuk merelokasi warga. Total warga terdampak bencana tanah bergerak ada 16 keluarga (53 jiwa). ”Pemilihan lokasi baru nanti memertimbangkan beberapa aspek, seperti tingkat kerentanan dan bagaimana aktivitas perekonimian warga,” ucapnya.