Berpulangnya Kang Jalal, Cendekiawan yang Berpikir Merdeka
Cendekiawan Jalaluddin Rakhmat meninggal dunia di Bandung, Jawa Barat, Senin (15/2/2021) sore. Almarhum dikenal sebagai intelektual yang berpikir merdeka terkait pendidikan, keagamaan, keindonesiaan, dan kemanusiaan.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA/TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Cendekiawan dan pakar komunikasi Jalaluddin Rakhmat meninggal dunia di Rumah Sakit Santosa, Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (15/2/2021) sore. Kang Jalal, panggilan akrabnya, dikenal sebagai intelektual yang berpikir merdeka dalam kajian pendidikan, keagamaan, keindonesiaan, dan kemanusiaan.
Kang Jalal lahir di Bandung pada 29 Agustus 1949. Selain dikenal sebagai pakar komunikasi, ia juga menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat periode 2014-2019 dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran Dadang Rahmat Hidayat mengatakan, almarhum merupakan salah satu tokoh penggerak studi komunikasi yang telah menghasilkan banyak karya. Bahkan, bukunya berjudul Psikologi Komunikasi menjadi bacaan wajib mahasiswa Jurusan Komunikasi. Buku yang diluncurkan pada 1985 ini telah dicetak ulang lebih dari 30 kali hingga 2018.
”Buku-buku beliau banyak menjadi pegangan mahasiswa dalam perkembangan ilmu komunikasi di Unpad dan kampus lain. Kami melihat beliau sebagai salah satu tokoh penting yang memulai studi dengan berbagai pandangan dan perspektif. Beliau jadi referensi pendidikan komunikasi di Indonesia,” ujarnya.
Dadang menuturkan, Kang Jalal berkontribusi besar bagi Fakultas Ilmu Komunikasi Unpad. Kajian-kajiannya dipengaruhi tempatnya mendapatkan beasiswa Fulbright Master’s Degree Program di Iowa State University, Amerika Serikat, pada 1980. Almarhum mengajar di Unpad pada 1978-2014.
”Beliau turut berkontribusi dalam kajian-kajian Fakultas Publisistik hingga perubahan ke Fakultas Ilmu Komunikasi Unpad. Beliau menyerap kajian dari ilmu komunikasi yang berkembang di Amerika Serikat sehingga memberikan banyak perspektif baru,” ujarnya.
Dadang menuturkan, semenjak terpilih menjadi anggota DPR, almarhum tidak lagi menjadi staf pengajar. ”Namun, beliau tetap sering membagikan ilmunya dalam kuliah umum bersama mahasiswa. Karena itu, kami merasa sangat kehilangan,” ujarnya.
Beliau turut berkontribusi dalam kajian-kajian Fakultas Publisistik hingga perubahan ke Fakultas Ilmu Komunikasi Unpad. Beliau menyerap kajian dari ilmu komunikasi yang berkembang di Amerika Serikat sehingga memberikan banyak perspektif baru.
Aktivis Jaringan Kerja Sama Antar Umat Beragama (Jakatarub), Wawan Gunawan, mengatakan, selain komunikasi, pemikiran Jalaluddin juga membahas keagamaan, keindonesiaan, dan kemanusiaan. Pemikiran itu tertuang dalam berbagai bukunya dan sering dijadikan rujukan cendekiawan lainnya.
”Aspek rasionalitas, filsafat, dan spiritualitas sangat kuat. Kekayaan pemikirannya luar biasa,” ucapnya.
Wawan mengatakan, pemikiran Jalaluddin juga diwarnai kritik dalam praktik keagamaan. Ia tak ragu membela kelompok minoritas yang termarjinalkan. Kang Jalal pernah menyampaikan gagasan yang menjembatani antarmazhab. ”Beliau menyebutkan, jika punya pandangan fikih berbeda, utamakan akhlak,” ujarnya.
Aspek rasionalitas, filsafat, dan spiritualitas sangat kuat. Kekayaan pemikirannya luar biasa.
Wawan mengatakan pernah beberapa kali mengikuti pengajian yang diadakan Kang Jalal di Bandung pada pertengahan 1990-an. Pengajiannya selalu dihadiri banyak warga lintas generasi. Beliau kerap menyisipkan pesan kemanusiaan dalam pengajiannya. ”Misalkan beliau berkata, puasa sebaiknya juga memperhatikan tetangga yang kelaparan,” ucapnya.
Wawan menuturkan, Kang Jalal juga menjelaskan tentang penghargaan Islam terhadap agama lain sudah dibahas dalam Al Quran dan hadis. Hal ini menjadi perspektif tentang kemajemukan di Indonesia.
Menurut Wawan, Kang Jalal juga peka terhadap kondisi politik dan perubahan sosial. Pada momen reformasi 1998, misalnya, ia dengan cepat meresponsnya dengan meluncurkan buku terkait situasi saat itu. ”Beliau pemikir yang sangat lengkap. Gagasan spiritualitasnya disambungkan dengan isu-isu sosial. Beliau adalah sosok yang akan dirindukan,” ujarnya.