Putusan MA Momentum Penyelamatan Kawasan Pegunungan Meratus
Mahkamah Agung menolak peninjauan kembali yang diajukan PT Mantimin Coal Mining terkait sengketa izin tambang di kawasan Pegunungan Meratus. Putusan MA itu jadi momentum menjaga kawasan ekosistem esensial di Kalsel.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·4 menit baca
BANJARMASIN, KOMPAS — Keputusan Mahkamah Agung menolak peninjauan kembali yang diajukan PT Mantimin Coal Mining menjadi momentum penting menyelamatkan kawasan Pegunungan Meratus di Kalimantan Selatan. Kawasan ekosistem esensial itu perlu dijaga agar masyarakat tidak menuai dampak besar bencana banjir dan longsor.
Banjir di Kalsel pada awal 2021 ini disebut-sebut sebagai bencana besar yang belum pernah dialami dalam kurun waktu lebih dari 50 tahun. Bahkan, Pemerintah Provinsi Kalsel menyebut banjir besar ini merupakan siklus 100 tahun sekali karena pernah terjadi pada 1928 di Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Banjir menyebabkan 11 dari 13 kabupaten/kota terendam.
Bencana banjir dan tanah longsor akibat hujan ekstrem pada awal tahun mengakibatkan 102.340 rumah penduduk terendam dan 176.290 keluarga atau 633.723 jiwa terdampak banjir. Jumlah warga yang harus mengungsi mencapai 135.656 jiwa. Bencana itu juga mengakibatkan 35 orang meninggal dunia.
Ketika pemerintah dan masyarakat Kalsel masih sibuk dengan penanganan pascabencana, pada 4 Februari 2021, Mahkamah Agung (MA) melalui putusan peninjauan kembali (PK) MA Nomor 15 PK/TUN/LH/2021 menolak PK yang diajukan PT Mantimin Coal Mining (MCM) atas putusan yang mengabulkan kasasi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi).
Sementara obyek sengketa yang digugat, yaitu Surat Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 441.K/30/DJB/2017 tentang pemberian izin operasi produksi tambang batu bara pada PT MCM. Izin tersebut seluas 5.900 hektar meliputi Kabupaten Tabalong, Balangan, dan Hulu Sungai Tengah.
Direktur Eksekutif Nasional Walhi Nur Hidayati mengatakan, putusan MA itu sangatlah penting bagi semua pihak yang sudah ikut serta memperjuangkan dan mempertahankan kawasan ekosistem yang sangat penting bagi masyarakat Hulu Sungai Tengah dan Kalsel, yaitu Pegunungan Meratus.
”Kami berharap momentum dikabulkannya gugatan Walhi atas penyelamatan kawasan Meratus bisa menjadi langkah awal pemerintah daerah (pemda) dan DPRD melakukan upaya perlindungan yang lebih menyeluruh bagi kawasan ekosistem esensial di Kalsel tersebut,” katanya dalam konferensi pers daring, Minggu (14/2/2021).
Menurut Hidayati, warga Kalsel yang kini dalam situasi pascabencana dan terus melakukan upaya-upaya pemulihan masih berada dalam ancaman yang tidak ringan. Masih banyak izin eksploitasi, baik itu perkebunan sawit, hutan tanaman industri, maupun pertambangan di Kalsel yang bisa menjadi bom waktu bagi warga.
”Kami berharap DPRD dan Pemkab Hulu Sungai Tengah bisa menindaklanjuti putusan MA ini dengan kebijakan yang bisa memberikan perlindungan pada kawasan Meratus sebagai kawasan ekosistem esensial dan sumber air. Kalau ini rusak, dampaknya bisa jangka panjang dan bisa berpotensi bencana lebih lanjut,” ujarnya.
Masih banyak izin eksploitasi, baik itu perkebunan sawit, hutan tanaman industri, maupun pertambangan di Kalsel yang bisa menjadi bom waktu bagi warga. (Hidayati)
Direktur Eksekutif Walhi Kalsel Kisworo Dwi Cahyono mengatakan, perjuangan penyelamatan Meratus bukan baru kali ini, tetapi sudah dimulai sejak 1980-an. Jika dulu isunya sektor kehutanan atau industri kayu, beberapa tahun terakhir isu mengemuka lebih terkait industri pertambangan.
”Putusan MA ini adalah kemenangan kita semua. Tetapi, saya tetap mewanti-wanti bahwa perjuangan masih panjang. Sebab, ini baru satu perusahaan yang digugat, masih banyak perusahaan lain yang perlu dipikirkan bagaimana menyikapinya,” kata Kisworo.
Tetap berkomitmen
Menurut anggota Komisi II DPRD Hulu Sungai Tengah, Yazid Fahmi, putusan MA adalah kabar menggembirakan bagi masyarakat Hulu Sungai Tengah. Hasil menggembirakan itu merupakan buah perjuangan panjang penuh dinamika selama tiga tahun.
”Kami dari DPRD sangat berharap komitmen ini tidak hanya sampai di sini. Terlepas pemerintah akan berganti dinamikanya, ini harus tetap menjadi perhatian. Kami akan terus mendukung dan mengingatkan pemerintah yang akan datang bahwa ada sebuah harapan besar yang harus dipegang dan komitmen yang harus dikawal bersama,” kata politikus Partai Berkarya itu.
Yazid mengatakan, penyelamatan Meratus dengan gerakan #savemeratus tidak hanya persoalan tambang batu bara dan perkebunan kelapa sawit, tetapi juga menyangkut kemungkinan atau indikasi pembalakan liar di kawasan Meratus. ”Semua kegiatan yang menimbulkan kerusakan hutan harus menjadi keprihatinan bersama supaya bisa ditanggulangi,” ujarnya.
Menurut Wakil Bupati Hulu Sungai Tengah Berry Nahdian Forqan, kawasan Meratus adalah kawasan yang sangat penting. Sedikit saja kawasan itu terganggu bisa berdampak fatal bagi seluruh kawasan di Hulu Sungai Tengah, termasuk pusat pemerintahan dan ekonomi. Oleh karena itu, semua wajib menjaga kawasan Pegunungan Meratus agar tidak dieksploitasi.
”Kawasan ini sudah rawan karena akumulasi perubahan tata guna lahan, eksploitasi masa lalu dan seterusnya, serta pembalakan liar. Ketika terjadi hujan ekstrem bisa mengakibatkan tanah longsor dan banjir bandang,” katanya.
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Hulu Sungai Tengah, ungkap Berry, sudah disebutkan pemkab menolak pertambangan dan perkebunan kelapa sawit, termasuk aktivitas yang merusak hutan, seperti pembalakan liar. Untuk itu, kerja sama pemda bersama DPRD, warga, organisasi masyarakat, dan lembaga swadaya masyarakat harus terus diperkuat.
”Kemenangan ini mesti ditindaklanjuti dengan langkah konkret, yakni meminta Kementerian ESDM segera mencabut segera keseluruhan konsesi PT MCM. Sebab, putusan ini baru sebatas membatalkan aktivitas izin produksi,” kata Berry.