Perkuat Ekspor Impor Komoditas Unggulan, Pelabuhan Tanjung Carat Dibangun
Pelabuhan ini akan meningkatkan geliat ekspor impor, terutama untuk komoditas unggulan di Sumsel.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Pelabuhan Laut Dalam Tanjung Carat yang berada di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, akan dibangun pada akhir 2021 dan ditargetkan tuntas 2023. Pelabuhan yang kini menjadi satu proyek strategis nasional ini diharapkan dapat menambah geliat ekspor impor terutama untuk komoditas unggulan di Sumsel.
Hal ini disampaikan Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru seusai meninjau kawasan Tanjung Carat, Banyuasin, Sumatera Selatan, Sabtu (13/2/2021). Dia menyampaikan, kepastian ini didapat seusai mengikuti rapat maraton dengan Presiden Joko Widodo bersama para menteri terkait. ”Ini menjadi angin segar untuk Sumsel yang memang sejak lama menantikan adanya pelabuhan laut dalam,” ujarnya.
Herman menuturkan, dari segi administrasi, semua persyaratan sudah lengkap. Mulai dari uji kelayakan, rencana induk pelabuhan, penetapan lokasi, semuanya sudah tersedia. Selain itu, tidak perlu lagi pembebasan lahan karena lahan yang digunakan berada di bawah kewenangan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Jalan poros menuju ke pelabuhan pun sudah diambil alih oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Bahkan, dari 7 kilometer jalan poros yang dibutuhkan untuk menghubungkan pelabuhan dengan jalan yang telah ada, 1,3 km sudah pada tahap pengerasan ruas jalan. ”Tidak ada lagi alasan untuk menunda pembangunan Pelabuhan Tanjung Carat,” kata Herman.
Dari sisi kedalaman, kawasan yang langsung terhubung dengan Selat Bangka ini juga sudah memenuhi syarat, yakni dengan kedalaman laut untuk sandar kapal sekitar 11,7 meter. Jarak antara pelabuhan dan titik sandar kapal pun hanya 600 meter. Ini jauh lebih dekat dibandingkan dengan Pelabuhan Kijing, Kalimantan Barat, yang jarak antara pelabuhan dan laut terdalam sekitar 3 kilometer.
Herman menuturkan, menurut rencana pelabuhan ini akan dibangun di atas lahan seluas 145 hektar dengan menelan biaya investasi sekitar 69 juta dollar AS atau sekitar Rp 1 triliun. Namun, pada tahap pertama Kementerian Keuangan baru akan mengucurkan dana sekitar Rp 300 miliar. ”Kami berharap pembangunan pelabuhan dapat selesai tepat waktu,” ucap Herman.
Menurut dia, keberadaan Pelabuhan Tanjung Carat ini akan menjadi daya tarik bagi investor untuk menanamkan modalnya. Apalagi, pelabuhan ini terhubung langsung dengan Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Api-api yang menggunakan lahan milik PT Tri Patria seluas 2.041 hektar.
Di sisi lain, pelabuhan ini juga lebih dekat dengan Selat Bangka dibandingkan dengan harus melalui Pelabuhan Boom Baru, Palembang, yang membutuhkan waktu sekitar 7 jam untuk sampai ke Selat Bangka. ”Aktivitas di Pelabuhan ekspor-Impor Boom Baru sendiri sudah sangat padat dan berada di tengah kota sehingga pemindahan pelabuhan dinilai mendesak,” ucap Herman.
Aktivitas ekspor
Pelabuhan ini juga akan mempermudah proses ekspor impor komoditas unggulan di Sumsel. ”Sumsel merupakan daerah yang kaya, tetapi untuk pengirimannya masih menumpang dengan daerah lain. Jika pelabuhan ini terwujud, proses ekspor akan lebih mudah,” ujarnya.
Sekretaris Daerah Kabupaten Banyuasin Senen Har menuturkan, untuk mendukung pembangunan pelabuhan ini, Pemkab Banyuasin sudah melakukan penyesuaian rencana tata ruang wilayah (RTRW), yakni menjadikan kawasan Tanjung Carat sebagai kawasan ekonomi. ”Perubahan RTRW pun sudah dituntaskan pada 2019 lalu,” kata Senen.
Menurut dia, pelabuhan ini akan memberikan dampak ekonomi yang besar bagi masyarakat sekitar, terutama dalam penyerapan tenaga kerja. ”Ke depan kami akan terus berkoordinasi dengan pemerintah provinsi agar pembangunan pelabuhan dapat berjalan lancar,” katanya.
Sumsel merupakan daerah yang kaya, tetapi untuk pengirimannya masih menumpang dengan daerah lain. Jika pelabuhan ini terwujud, proses ekspor akan lebih mudah.
Merusak mangrove
Di sisi lain, muncul kritik dari pembangunan pelabuhan itu. Direktur Perkumpulan Lingkar Hijau Hadi Djatmiko menuturkan, pembangunan pelabuhan ini dilakukan dengan cara membabat kawasan mangrove yang menjadi pelindung pesisir dari ancaman abrasi dan kepunahan biota yang ada di pesisir.
Hal ini berkebalikan dengan komitmen pemerintah untuk melindungi mangrove dengan mendirikan Badan Restorasi Gambut dan Mangrove. ”Jika pelabuhan ini dibangun, komitmen itu hanya sekadar wacana,” ujarnya.
Dia berharap pemerintah mengkaji kembali rencana pembangunan itu. ”Apakah nilai investasi yang didapat sebanding dengan risiko bencana yang akan dihadapi ke depan,” ujar Hadi.
Menurut dia, pembangunan pelabuhan di Sumsel tidak begitu mendesak. Pasalnya, pemerintah sudah membangun jalan tol yang mempercepat akses dari Palembang ke Pelabuhan Panjang Lampung. ”Untuk apa dibangun pelabuhan lagi jika bukan hanya untuk kepentingan segelintir kelompok,” ujar Hadi.