Pencarian Korban Longsor Kebumen Terkendala Medan Sulit
Hingga hari ketiga setelah longsor di Kebumen, Jawa Tengah, satu korban belum ditemukan. Kondisi medan yang sulit menghambat pencarian petugas.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·3 menit baca
KEBUMEN, KOMPAS — Pencarian seorang korban longsor atas nama Jemarun (48) di Desa Kalijering, Kecamatan Padureso, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, terkendala kondisi medan yang sulit. Dua korban, Tarsinah (60) dan Doniatun (46), telah ditemukan tewas serta sudah dimakamkan.
”Pencarian hari ketiga ini kami fokuskan di sekitar penemuan korban pertama dan kedua dengan memakai delapan pompa air dan cangkul karena alat berat tidak bisa masuk,” kata Syaeful Anwar dari Humas Kantor SAR Cilacap saat dihubungi dari Banyumas, Jawa Tengah, Jumat (12/2/2021).
Syaeful menyampaikan, areal pencarian yang luasnya mencapai 4 hektar dengan kondisi lumpur serta kontur tanah yang terjal menyulitkan pencarian. ”Sampai siang ini, korban ketiga belum ditemukan,” ujarnya.
Longsor yang terjadi Selasa (9/2/2021) lalu menyebabkan tujuh rumah rusak. Total kerugian diperkirakan mencapai lebih dari Rp 1,5 miliar. Selain itu, sebanyak 119 jiwa masih mengungsi di tempat yang aman untuk mengantisipasi longsor susulan. ”Warga mengungsi di sejumlah tempat, seperti balai desa, masjid, dan rumah tetangga,” ujar Syaeful.
Menteri Sosial Tri Rismaharini dalam kunjungannya ke lokasi longsor menyampaikan, bencana di Padureso itu cukup memprihatinkan karena menimbulkan korban jiwa. Proses penanganan pun tidak perlu dipisahkan antara pemerintah daerah dan pusat.
Anak-anak sampai kapan pun akan ingat kejadian itu, maka perlu diberikan pendampingan. (Tri Rismaharini)
Risma berpesan agar kejadian longsor serupa tidak terulang dan jika tidak memungkinkan untuk ditempati, perlu adanya relokasi.
Kepada keluarga korban, Risma memberikan santunan dan juga bantuan lain untuk posko. Selain itu, Mensos menekankan pentingnya pendampingan dampak psikologis bukan saja bagi orang tua, melainkan juga anak-anak.
Terkadang, anak sering kali diabaikan karena fokus penanganan kepada orang tua. ”Anak-anak sampai kapan pun akan ingat kejadian itu, maka perlu diberikan pendampingan,” kata Risma, seperti dikutip dari siaran pers.
Tak sesuai peruntukan
Secara terpisah, Ketua Tim Tanggap Bencana Balai Informasi dan Konservasi Kebumian (BIKK) Karangsambung LIPI Sueno Winduhutomo mengatakan, bencana longsor sering terjadi di wilayah Kebumen, terutama di daerah dengan lereng curam pada musim hujan karena adanya penggunaan lahan yang tidak sesuai peruntukannya.
Menurut Sueno, untuk bisa memprediksi penyebab terjadinya longsor di suatu lokasi, diperlukan kajian mendalam dari aspek geologi, geohidrologi, dan geoteknik dari lokasi kejadian sehingga peluang mitigasinya dapat dirumuskan.
”Untuk mengetahui hasil kajiannya, hal ini memerlukan waktu 1-2 bulan sehingga diperoleh hasil uji laboratorium dan observasi lapangan yang mendalam dan akurat,” katanya.
Merujuk pada fenomena bencana longsor itu, Kepala BIKK Karangsambung LIPI Indra Riswadinata menambahkan, Tim Tanggap Bencana BIKK Karangsambung LIPI telah merumuskan cara memprediksi lokasi yang rawan longsor dengan memperhatikan morfologi dan kondisi cuaca di antaranya.
Pertama, intensitas hujan yang tinggi menjadi faktor pemicu utama terjadinya longsor. Kedua, waspadai tebing berlereng terjal. Perhatikan juga ada tidaknya rembesan air di sekitar tebing terjal tersebut. Ketiga, diperlukan drainase yang lancar untuk mengalirkan genangan air guna memperkecil adanya kejenuhan air pada tanah.
Keempat, penggunaan lahan yang tidak sesuai peruntukannya perlu diperhatikan. Pilihlah vegetasi dengan perakaran kuat. Kelima, longsor dipengaruhi oleh aspek geologi berupa kontrol struktur dan tingkat pelapukan. Juga aspek tanah yang mencakup kejenuhan air dalam tanah, adanya sisipan lempung yang dapat berperan sebagai bidang gelincir.
”Informasi terkait literasi kebencanaan penting untuk diketahui masyarakat agar warga bisa waspada dan menghindari wilayah-wilayah yang rawan longsor berdasarkan kriteria tersebut,” kata Indra.