Keponakan Mantan Kapolri di Kendari Direhabilitasi
Aparat Polda Sultra menangkap tiga orang di Kelurahan Kampung Salo, Kendari, dalam operasi pembersihan wilayah dari peredaran narkoba.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·3 menit baca
KENDARI, KOMPAS - Aparat Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara menangkap tiga orang di Kelurahan Kampung Salo, Kendari, dalam operasi pembersihan wilayah dari peredaran narkoba. Setelah melakukan gelar perkara, dua orang direhabilitasi dengan alasan tidak memiliki narkoba, salah satunya adalah keponakan mantan Kapolri Jenderal Idham Azis.
Direktur Resere Narkoba Polda Sultra Komisaris Besar Eka Faturrahman, Rabu (10/2/2021) siang, menjelaskan, puluhan personel gabungan dari Polda Sultra melakukan operasi pemberantasan narkotika dan obat berbahaya di wilayah Kelurahan Kampung Salo, Kendari. Wilayah ini merupakan salah satu dari sembilan lokasi yang dianggap menjadi simpul peredaran narkotika.
“Sebelum turun, kami melakukan identifikasi terkait siapa saja yang menjadi pemain hingga bandar di lokasi. Muncul beberapa nama, yaitu HM, EK, dan RA. Setelah itu, kami segera lakukan operasi,” tutur Eka, di Kendari, Kamis (11/2/2021).
Dikawal aparat bersenjata lengkap, tim lalu turun melakukan penangkapan terhadap sejumlah target di wilayah itu. Tiga orang diamankan di kediaman masing-masing. Tersangka HM ditangkap dengan barang bukti tiga bungkus sabu yang disimpan di saku celana.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, EK dan RA juga ditangkap di kediaman masing-masing dengan barang bukti berupa klip pembungkus kecil yang diduga dipakai untuk membungkus sabu. Sejumlah peralatan lain yang digunakan untuk memakai sabu juga ditemukan.
EK sendiri disergap ketika sedang tidur di kamarnya. Pria berumur 34 tahun ini diketahui merupakan keponakan dari mantan Kepala Kepolisian RI Jenderal (Pol) Idham Azis. Kampung Salo merupakan tempat Idham menghabiskan masa kecil hingga dewasa.
Sementara, RA sempat melarikan diri dengan kondisi tangan terborgol setelah ditangkap. Setelah dicari, RA ditemukan bersembunyi di sebuah saluran air. Ketiganya lalu dibawa ke Markas Polda Sultra untuk dimintai keterangan lanjutan. Dari hasil pemeriksaan urine, ketiganya positif mengandung methamphetamine dan amphetamine.
Menurut Eka, dari hasil gelar perkara, HM ditetapkan sebagai tersangka. Sementara itu, EK dan RA akan direhabilitasi di Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Sultra. “Dari hasil gelar perkara, keduanya tidak memiliki sabu, sehingga diputuskan untuk direhabilitasi karena positif methamphetamine dan amphetamine,” katanya.
Saat ditanya terkait EK yang merupakan kerabat dekat Idham Azis, Eka tidak mau menjawab. “Kami bekerja sesuai tugas dan fakta hukum. Untuk hubungan kekerabatan, jangan tanya saya,” katanya.
Operasi ini, tutur Eka, dilakukan untuk membersihkan wilayah yang dianggap rawan narkoba sekaligus memberi efek jera terhadap para pelaku yang selama ini terlibat peredaran narkotika. Wilayah Kampung Salo merupakan daerah yang rawan dan selama ini jarang tersentuh karena padat penduduk.
Sementara itu, Lurah Kampung Salo Budi mengatakan, pihaknya mengapresiasi aparat kepolisian yang telah melakukan operasi pembersihan narkotika di wilayah tersebut. Sebab, ia mengakui wilayah ini memang banyak terjadi peredaran narkotika di kalangan anak muda. Selama beberapa bulan terakhir, aparat Polda Sultra telah beberapa kali melakukan operasi di wilayah ini.
Menurut Budi, pihaknya telah memiliki sejumlah program untuk memberantas narkoba, mulai dari program Kampung Bersih Narkoba (Bersinar) hingga rehabilitasi mereka yang ingin sadar dan berhenti memakai barang haram tersebut. “Kami terus berupaya agar kampung ini betul-betul bersih dari peredaran obat terlarang. Bagaimanapun ini adalah kampung yang ingin kita jaga agar generasi kita tidak terjerumus dalam pengaruh narkoba,” ucapnya.
Pengamat hukum pidana Universitas Indonesia Akhiar Salmi menerangkan, aturan dalam penegakan hukum terkait narkotika memang memungkinkan seseorang untuk direhabilitasi. Hal tersebut sesuai pertimbangan dan kajian dari aparat.
Meski demikian, ia mengharapkan agar hal yang sama juga berlaku untuk semua orang, tanpa terkecuali. Jika ada pengguna yang tidak ditahan dan hanya direhabilitasi, maka semua pengguna lainnya juga harus diperlakukan sama. "Itu yang disebut asas keadilan. Saya berharap agar aparat hukum tidak tebang pilih dan betul-betul menjalankan aturan. Lebih jauh lagi, agar narkoba ini menjadi prioritas pemerintah dan peraturan yang ada agar segera direvisi. Narkoba ini menyangkut generasi dan masa depan bangsa," tambahnya.