Jaringan pemburu satwa dilindungi diringkus tim aparat gabungan. Jalan masuk untuk mengungkap jaringan perdagangan ilegal satwa yang lebih luas.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·3 menit baca
Su (40) tak melawan ketika sejumlah aparat menyambangi rumahnya, Minggu (7/2/2021) sore. Terdesak situasi, ia pun menuruti aparat untuk membawanya ke rumah tahanan. Sang pemburu satwa itu kini terancam hukuman pidana maksimal 5 tahun.
Dalam urusan perburuan liar, Su bukan pemain baru. Ia memasang jerat satwa di pinggir-pinggir hutan, terkadang masuk cukup jauh ke tengah rimba. Hasil buruannya dijual dalam bentuk kulit dan organ bernilai ekonomi lainnya lewat sejumlah jaringan perdagangan gelap satwa.
Hutan di perbatasan Jambi dan Sumatera Selatan menjadi target buruannya. Di wilayah itu masih berkeliaran raja hutan dan seisi satwa dilindungi lainnya. Panen rupiah akan diraupnya tiap kali memperoleh hasil buruan.
Yang terakhir, seekor macan dahan (Neofelis diardi diardi) masuk ke dalam jerat yang dipasangnya di lantai hutan. Hasil buruan pun dikuliti dan diawetkan. Ia lalu menjual kulit dan tulang-tulang satwa itu kepada seseorang berinisial Sy dengan harga Rp 15 juta. Lalu, Sy menjualnya kepada seorang calon pembeli dengan harga Rp 40 juta.
Namun, nasib keduanya naas. Menjelang transaksi dengan calon pembeli, Sy ditangkap aparat gabungan Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Ditjend Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Balai Taman Nasional Berbak Sembilang, dan Kepolisian Daerah Jambi, 7 Februari 2021.
Kepada penyidik, Sy mengaku mendapatkan kulit satwa itu dari Su. Dari situlah, tim menelusuri keberadaan Su. Keesokan harinya, Su turut ditangkap di rumahnya.
Su mengaku kepada penyidik baru setahun terakhir terjun dalam dunia perburuan satwa-satwa dilindungi. Adapun kulit macan dahan tersebut merupakan hasil tangkapan pada tiga bulan lalu. ”Namun, hasil keterangannya masih akan kami telusuri lebih dalam,” kata Beth Venri, Komandan Satuan Polisi Hutan Reaksi Cepat (SPORC) Brigade Harimau Jambi.
Kepala Balai Penegakan Hukum Kementerian LHK Wilayah Sumatera Eduward Hutapea mengapreasiasi upaya membongkar jaringan peredaran tumbuhan dan satwa liar di Provinsi Jambi. ”Saya menginstruksikan tim terus mengawasi dan menggali informasi lain terkait jaringan perdagangan tumbuhan dan satwa liar di wilayah kerjanya,” kata Eduward.
Kedua pelaku terancam hukuman maksimal 5 tahun dan denda Rp 100 juta sesuai pelanggaran Pasal 21 Ayat )2) Huruf (d) juncto Pasal 40 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya alam Hayati dan Ekosistemnya.
Akan terus digali sampai terungkap pemodal maupun keterkaitan jaringan ini dengan jaringan lainya. (Sustyo Iriyono)
”Akan terus digali sampai terungkap pemodal maupun keterkaitan jaringan ini dengan jaringan lainya,” kata Direktur Pencegahan dan Pengamanan Hutan Ditjen Gakkum KLHK Sustyo Iriyono.
Macan dahan memiliki bulu berwarna kelabu kecoklatan serta ada bintik-bintik hitam di tubuhnya. Bintik hitam di kepalanya berukuran lebih kecil dan bertotol putih di belakang telinga. Macan dahan berkaki pendek dan bertelapak kaki besar. Ekor panjang dengan garis dan bintik hitam sepanjang ekor.
Macan dahan kini berstatus konservasi rentan menurut Uni Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN). Peneliti satwa University of Oxford, Iding Haidir, menyebut kerentanannya sangat dipengaruhi oleh pembukaan hutan dan okupasi manusia dalam ruang hidup satwa itu.
Dalam tesisnya berjudul ”TNKS: Sumatran Mesocarnivores: Small-Medium Sized Wild Felids of the Kerinci Seblat”, Iding menceritakan perihal ancaman konservasi satwa itu.
Di kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) yang meliputi Jambi, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, dan Bengkulu, macan dahan masih terbilang aman karena kondisi hutan yang relatif aman. Apalagi, dengan sifatnya yang menempati arboreal cenderung menyulitkan pemburu liar untuk menjeratnya. Akan tetapi, pembukaan hutan yang masif dapat menjadi ancaman besar bagi satwa itu.
Menurut Iding, kondisi pembukaan hutan yang terus meluas menandakan ancaman yang semakin tinggi. Itu sebabnya perlu dievaluasi kembali status konservasi macan dahan. Jangan sampai terjadi tanpa kita sadari kepunahan spesies.