Tanah Bergerak, 10 Keluarga Tempati Pengungsian di Batu
Ada 10 keluarga warga Kota Batu yang menempati ”shelter” pengungsian. Mereka adalah warga terdampak bencana tanah bergerak di Dusun Brau, Desa Gunungsari.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS — Warga yang mengungsi akibat tanah bergerak di Malang bertambah. Hingga saat ini, ada 10 keluarga atau 33 warga Dusun Brau, Desa Gunungsari, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, Jawa Timur, yang menempati shelter pengungsian.
Satu hari sebelumnya, hanya ada 8 keluarga (28 orang). Selain warga, ternak yang diungsikan juga bertambah. Saat ini ada 42 sapi dan 13 kambing yang terpaksa dipindahkan ke lokasi aman dari sebelumnya 30 sapi dan 13 kambing. Lokasi pengungsian warga dan ternak berada tidak jauh dari permukiman mereka.
Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Batu Ahmad C Rochim, Selasa (9/2/2021) malam, mengatakan, pemantauan terhadap pergerakan tanah di kawasan itu terus dilakukan.
BPBD Kota Batu dan agen bencana Provinsi Jawa Timur juga melaksanakan riset serta perawatan peralatan peringatan dini bencana (early warning sistem/EWS) yang ada di tempat itu. Seperti diketahui, EWS sudah terpasang di tempat itu sejak 2015 dan saat ini semakin sering berbunyi.
”Petugas siaga 24 jam untuk mengawasi jika terjadi tanah longsor di permukiman,” ujarnya melalui pesan tertulis. Adapun warga, menurut Rochim, telah memanfaatkan dapur umum mandiri guna memehuni kebutuhan mereka selama mengungsi.
Seperti diketahui, sejak awal Februari lalu, belasan keluarga di Dusun Brau mendapat perhatian serius dari pemerintah daerah setempat lantaran permukiman mereka terancam longsor. Curah hujan tinggi ditambah kondisi topografi yang curam dan kondisi tanah tidak solid dinilai sebagai penyebab.
Petugas siaga 24 jam untuk mengawasi jika terjadi tanah longsor di permukiman. (Ahmad C Rochim)
Pemerintah Kota Batu berencana merelokasi rumah mereka ke tempat aman. Sebelumnya, Wali Kota Batu Dewanti Rumpoko mengatakan, pihaknya tengah mencari lokasi yang tepat untuk relokasi. Harapannya, proses relokasi bisa dilakukan secepatnya.
Sementara itu, setelah sepekan melakukan upaya pencarian terhadap korban banjir di Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang, akhirnya proses pencarian gabungan ditutup, Selasa sore. Untuk selanjutnya, akan dilakukan pemantauan di lapangan oleh petugas SAR setempat.
Dua korban adalah Kamit (50) dan istrinya, Sumiah (53)—sebelumnya ditulis Kunayah (45)—warga Desa Banjarejo, Kecamatan Ngantang.
Jenazah Sumiah akhirnya ditemukan Senin (8/2/2021) sore di Bendungan Selorejo yang berjarak sekitar 2 kilometer dari tempat mereka terseret arus. Sedangkan Kamit hingga kini belum diketahui nasibnya.
Koordinator Pencarian dari Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) Surabaya Ainul Makhdi mengatakan, kondisi lumpur di Waduk Selorejo menjadi kendala selama sepekan pencarian.
Waduk setempat—tempat korban diperkirakan berada—memiliki kedalaman sekitar 1,5 meter. Namun, dasar dari perairan berupa lumpur tebal. Tim pencari, lanjut Makhdi, lebih banyak melakukan penyisiran dengan perahu karet sambil mengandalkan penciuman guna mengetahui keberadaan korban.
”Korban Sumiah ditemukan dalam posisi terbenam lumpur. Kondisinya juga sudah rusak karena sepekan terendam di air. Itu pun juga sudah sore ditemukannya,” ucapnya.
Saat peristiwa terjadi, Selasa pekan lalu, kedua korban diduga tengah berteduh dari hujan deras di gubuk di pinggir Sungai Konto di Dusun Sukoanyar, Desa Mulyorejo. Namun, tiba-tiba air sungai meluap dan menyeret gubuk yang ada di tempat tersebut.