Begitu banyak aturan dan alasan demi mencegah penularan Covid-19 membuat agenda MICE sering kali batal dilaksanakan. Hal itu dikeluhkan pelaku usaha MICE.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Penyelenggaraan kegiatan pertemuan, insentif, konvensi, dan pameran atau MICE di tengah pandemi sering kali terkendala kebijakan daerah. Banyaknya aturan, kebijakan, dan ketatnya pembatasan serta perizinan membuat banyak kegiatan terpaksa batal dilaksanakan dengan alasan demi mencegah risiko terjadinya penularan Covid-19.
Koordinator Pengembangan dan Komunikasi Industri Pertemuan, Insentif, Konvensi dan Pameran Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Budi Supriyanto mengatakan, hal ini sebenarnya berlebihan karena setiap penyelenggaraan MICE biasanya sudah memakai standar protokol kesehatan yang ketat.
”Karena mengundang banyak orang, kegiatan MICE seringkali dikhawatirkan memicu terjadinya kluster Covid-19 baru,” ujarnya, dalam acara sosialisasi dan simulasi panduan pelaksanaan kebersihan, kesehatan, keselamatan, dan kelestarian lingkungan pada penyelenggaraan MICE di Hotel Grand Artos Magelang, Jawa Tengah, Selasa (9/2/2021).
Kebijakan dari pemerintah daerah ini, menurut dia, juga menjadi kendala dan membuat Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sempat kebingungan memilih-milih lokasi kota untuk menyelenggarakan kegiatan tertentu.
”Saat DKI Jakarta memberlakukan PSBB (pembatasan sosial berskala besar), kami pun pernah memindahkan lokasi kegiatan ke Banten,” ujarnya.
Padahal, menurut dia, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sebenarnya sudah membuat aturan-aturan detail menyangkut pelaksanaan protokol kesehatan berdasarkan substansi kegiatan wisata, di mana standar yang ditetapkan untuk aktivitas yang bersifat sebatas pertemuan, berbeda dengan wisata petualangan atau menyelam. Semua informasi tersebut sudah disampaikan terbuka dan diakses oleh pemerintah di daerah mana pun di seluruh Indonesia.
”Dengan mengacu pada aturan dan informasi yang sudah kami sampaikan tersebut, semestinya daerah pun bisa membuat perda (peraturan daerah) tentang MICE,” ujarnya.
Pemerintah daerah, menurut dia, semestinya juga tidak terlalu memberikan pembatasan yang terlalu ketat karena hal itu akan berdampak pada aktivitas kehidupan ekonomi.
”Presiden (Joko Widodo) sudah menyerukan supaya kita bisa hidup berdampingan dengan Covid-19. Jadi, semestinya, kita semua pun seharusnya bisa melakukan adaptasi agar kehidupan terus berjalan,” ujarnya.
Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Asosiasi Perusahaan Pameran Indonesia (Asperapi) M Andi Rosidin mengatakan, tahun 2020, Asperapi hanya bisa menyelenggarakan 20 acara pameran. Lebih dari 200 acara pameran di berbagai kota terpaksa dibatalkan karena terkendala ketatnya aturan dan kebijakan pemerintah daerah setempat.
Tahun ini, Andi mengatakan, rekan-rekannya, para anggota Asperapi, tetap bersemangat untuk kembali menggelar acara pameran, tetapi kebijakan pemerintah daerah dikhawatirkan akan kembali muncul sebagai kendala. ”Kami tidak berbuat apa-apa karena, di setiap daerah, pemerintah setempatlah yang berkuasa menentukan semuanya,” ujarnya.
Lebih dari 200 acara pameran di berbagai kota terpaksa dibatalkan karena terkendala ketatnya aturan dan kebijakan pemerintah daerah setempat.
Kebijakan pemerintah daerah tersebut sering kali juga memicu terjadinya kekhawatiran dan ketakutan berlebihan dari para pemilik gedung atau area pameran. Salah seorang rekan dari Asperapi pernah ditolak tidak bisa menyelenggarakan acara dengan alasan jumlah yang tamu dan peserta yang diundang mencapai 500 orang. Jumlah tamu tersebut dianggap terlalu banyak, padahal kapasitas ruangan yang akan disewa adalah untuk 1.500 orang.
”Sering kali sejumlah pihak masih rancu memikirkan batasan jumlah dengan kapasitas ruangan,” ujarnya.
Juru Bicara Satuan Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kabupaten Magelang Nanda Cahyadi Pribadi mengatakan, untuk setiap acara, baik kegiatan sosial di masyarakat hingga kegiatan formal di gedung hingga rapat di kantor-kantor dinas, pihaknya menetapkan batasan jumlah peserta sebanyak 50 orang saja. Aturan ini berlaku di mana pun, tanpa mempertimbangkan kapasitas ruangan.
Menurut dia, ini adalah upaya yang wajar dilakukan untuk mencegah terjadinya kerumunan. ”Kami berupaya sebisa mungkin menekan jumlah peserta acara demi meminimalisir terjadinya risiko penularan Covid-19,” ujarnya.
Namun, kebijakan ini pun masih bisa berubah tergantung pada kondisi dan perkembangan kasus Covid-19. Jika jumlah kasus mulai berkurang, bukan tidak mungkin batasan jumlah peserta akan ditambah.