Menko Polhukam dan Mendagri Diminta Segera Tuntaskan Konflik di Intan Jaya
Suasana di Intan Jaya, Papua, dinilai sangat dilematis. Pengungsian terjadi karena masyarakat merasa tidak aman. Menko Polhukam Mahfud MD dan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian diminta turun tangan menangani konflik.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD serta Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian diminta turun tangan untuk segera menyelesaikan konflik antara aparat keamanan dan kelompok kriminal bersenjata di Intan Jaya, Papua. Pendekatan militer harus dikaji ulang agar korban jiwa tidak terus bertambah di wilayah tersebut.
Sebelumnya diberitakan, ratusan warga mengungsi ke kompleks pastoran Gereja Katolik di daerah Bilogai, Distrik Sugapa, Kabupaten Intan Jaya, Papua, sejak Senin (8/2/2021) malam. Hal ini disebabkan serangan kelompok kriminal bersenjata (KKB) yang sudah memasuki Sugapa, ibu kota Intan Jaya.
Ketua Gugus Tugas Papua Universitas Gadjah Mada (UGM) Bambang Purwoko saat dihubungi di Jakarta, Selasa (9/2/2021), mengatakan, suasana di Sugapa sangat dilematis. Pengungsian terjadi karena masyarakat riil merasa tidak aman.
Ia mengungkapkan, beberapa hari lalu, seorang pejabat di Pemerintah Kabupaten Intan Jaya datang ke rumahnya dan bercerita kondisi lengkap di Sugapa. Dari cerita pejabat tersebut, diketahui bahwa masyarakat merasa takut dari dua sisi.
Jika masyarakat berinteraksi dengan aparat TNI, mereka akan dianggap sebagai mata-mata oleh KKB. Akibatnya, ada di antara mereka yang dieksekusi. Namun, di sisi lain, jika masyarakat berinteraksi atau bersinggungan dengan KKB, mereka akan dianggap bagian dari kelompok tersebut.
”Itu posisi sulit masyarakat. Jadi, tidak ada alternatif lain, ya, mengungsi. Kalau ada apa-apa dan rasa tidak aman, ya, begitu,” ujar Bambang.
Karena itu, Bambang berharap agar pemerintah tegas dalam mengatasi persoalan di Sugapa. Dalam pengertian, pemerintah harus bisa mendefinisikan secara jelas siapa sebenarnya KKB itu. Dengan begitu, pemerintah bisa menentukan jenis tindakan keamanan yang tepat untuk menyikapinya.
Dia mencontohkan, jika KKB dianggap beberapa pihak sebagai gerakan subversif atau teroris, tindakannya jelas seperti penanganan teroris. Namun, jika mereka adalah kelompok kriminal, penanaganannya cukup oleh aparat kepolisian.
”Inilah yang harus segera dicarikan solusi, diakhiri secara baik. Solusinya seperti apa, ya, tanggung jawab pimpinan TNI dan Polri, mungkin Menko Polhukam bisa ambil alih juga untuk membahas masalah ini,” tutur Bambang.
Ia menyayangkan, banyak aparat keamanan diterjunkan di Intan Jaya, sementara pemerintah belum tegas mendetailkan siapa KKB. Pendekatan militer selama ini justru menimbulkan jatuh korban di sana, baik sipil, maupun aparat.
Prajurit TNI juga terus menjadi korban karena mereka tidak memahami situasi medan di Intan Jaya, sementara pihak yang dilawan adalah KKB yang menguasai lika-liku medan di sana.
”Fisiknya (KKB) juga jauh lebih tahan. Senjatanya sama canggihnya, itu juga harus dipertanyakan. Pelurunya tidak pernah habis, juga harus dipertanyakan, dari mana itu? Jadi, itu yang harus ada ketegasan,” ucap Bambang.
Kedatangan aparat keamanan yang berlebihan ke Intan Jaya, menurut Bambang, juga dikeluhkan masyarakat. Keluhan juga muncul dari pemerintah daerah karena tiba-tiba aparat mengambil alih tempat pariwisata, rumah-rumah tamu, serta kantor-kantor dinas sebagai markas.
”Lalu, kalaupun aparatur sipil negara ini harus bekerja, mereka harus tinggal di mana? Kantor-kantornya sudah diambil oleh aparat,” kata Bambang.
Atas dasar itu, Bambang juga berharap Mendagri Tito Karnavian segera turun tangan untuk melihat situasi di Intan Jaya. Sebagai mantan Kapolda Papua, Tito diyakini bisa ikut menyelesaikan persoalan di wilayah tersebut.
Apalagi, dari informasi yang diterima Bambang, dana desa justru diambil oleh KKB, entah secara paksa atau kepala kampung yang menyerahkannya.
”Mendagri harus segera lihat situasi yang terjadi di Intan Jaya, lakukan supervisi. Dengan demikian, kalau pemda tidak jalan, jangan semata-mata disalahkan pemdanya, jangan juga salahkan bupatinya,” ujar Bambang.
Ubah pendekatan
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Yan Permenas Mandenas, berpandangan, situasi Papua semakin memanas karena ada tiga isu besar yang beredar sekarang, yakni revisi Undang-Undang Otonomi Khusus, pemekaran daerah Papua, serta referendum Papua.
Namun, menurut dia, penyelesaian isu-isu itu tidak tepat jika malah didekati dengan model keamanan. Pengiriman pasukan non-organik ke Papua malah semakin memperkeruh situasi dan suasana batin masyarakat Papua.
”Saya khawatir, dengan pendekatan keamanan, pendekatan kekerasan ini akan terus turun-temurun, akan berlanjut karena ada aksi balas dendam yang terjadi di Papua antara aparat dan KKB. Konflik akan terus meningkat,” ujar Yan yang berasal dari daerah pemilihan Papua.
Yan mengatakan, pemerintah, Panglima TNI, dan Kapolri harus mampu menyelesaikan masalah-masalah di Papua dengan pendekatan persuasif dan dialog. Pendekatan keamanan di Papua harus dikurangi. Fungsi intelijen harus dipertebal sehingga situasi di Papua bisa kondusif ke depan.
”Fungsi intelijen ini, kan, untuk bisa mencari sumber-sumber dan simpul-simpul yang mengakibatkan konflik itu bisa terjadi terus-menerus. Dengan fungsi itu, kita bisa mencari solusi dan titik temu untuk menyelesaikan masalah di Papua sehingga terjadi rekonsiliasi dan perundingan damai seperti di Aceh. Kalau tak begitu, intensitas konflik akan terus meingkat,” kata Yan.
Untuk menghadapi KKB, menurut Yan, Kapolri dan Panglima TNI harus mampu menyelidiki dan menyetop tiga sumber yang dimiliki KKB, meliputi suplai amunisi, suplai anggaran, serta suplai senjata. ”Tiga sumber ini saya minta aparat TNI dan Polri untuk bisa jadi pekerjaan rumah Kapolri baru dan Panglima TNI sehingga bisa memutus mata rantai,” tuturnya.
Yan meminta agar pemerintah pusat konsisten mendukung kelancaran akitivitas pemerintah daerah di Intan Jaya sehingga penyelenggaraan pemerintahan bisa berjalan normal kembali. Negara, menurut dia, tidak boleh kehilangan wibawa terhadap masyarakatnya sendiri yang sedang berontak.
”Negara tidak boleh kalah, tetapi negara harus cari solusi yang terbaik, bukan dengan pendekatan keamanan, melainkan dengan pendekatan persuasif, dialogis, dan mendorong fungsi intelijen,” ucap Yan.