Jalan Ambles di Cipali, Bisa Terjadi di Ruas Tol Lain
Jalan ambles yang berulang di Jalan Tol Cikopo-Palimanan bisa terjadi di ruas tol lainnya seiring musim hujan. Pengelola tol dan pemangku kebijakan perlu mengaudit kelaikan jalan dan lingkungan di jalan tol.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA/ABDULLAH FIKRI ASHRI
·4 menit baca
SUBANG, KOMPAS — Jalan ambles yang berulang di Jalan Tol Cikopo-Palimanan bisa terjadi di ruas tol lain seiring musim hujan. Pengelola jalan tol dan pemangku kebijakan perlu mengaudit kelaikan jalan dan lingkungan di jalan bebas hambatan tersebut.
Jalan Tol Cipali Kilometer 122+400 arah Jakarta di Kabupaten Subang, Jawa Barat, retak pada Senin (8/2/2021) sekitar pukul 16.00. Intensitas hujan tinggi membuat aspal semakin rusak. Beban berat kendaraan yang melintas turut memperburuk keadaan. Jalan retak itu sepanjang 40 meter.
Bahkan, pada malam hari, sejumlah bagian jalan ambles dengan kedalaman hingga lebih dari 30 sentimeter. Tidak ada korban jiwa dalam peristiwa itu. Namun, kemacetan sempat terjadi karena jalan tidak bisa dilalui. Petugas langsung merekayasa lalu lintas dengan sistem satu arah (contra flow) dari Km 117 hingga Km 126 mulai Selasa (9/2/2021) pukul 03.00.
Direktur Operasi Tol Cipali Agung Prasetyo mengatakan masih mengkaji penyebab jalan ambles itu. Menurut dia, banyaknya kendaraan berat yang melintas karena menghindari banjir di jalur pantura turut memicu kerusakan jalan.
Jalan Tol Cipali vital menghubungkan Jakarta dengan daerah lain di Pulau Jawa. Lebih dari 30.000 kendaraan melintas di jalan tol ini setiap hari. Sejak beroperasi pertengahan 2015, ruas jalan tol ini memangkas jarak tempuh Jakarta-Cirebon hingga 40 kilometer dibandingkan dengan melalui jalur pantai utara.
Agung menuturkan, ini pertama kalinya jalan ambles di Km 122+400. Ia mengklaim tidak ada jalur yang rawan ambles di jalan tol sepanjang 116,7 kilometer tersebut. Konstruksi jalan juga dianggap sesuai dengan kontur tanah. Namun, dalam catatan Kompas, jalan ambles pernah terjadi di Km 103+400 arah ke Jakarta pada 25 Mei 2016.
Terkait perbaikan jalan, pihaknya akan membangun jalur darurat di median jalan dalam 10 hari. ”Kami sudah berkoordinasi dengan kontraktor untuk memperbaiki jalur tersebut. Perbaikan memakan waktu 1,5 bulan,” katanya.
Djoko Setijowarno, pengamat transportasi dari Universitas Soegijapranata, Semarang, menilai, pengelola tol serta pemerintah perlu mengaudit kelaikan jalan dan daya dukung lingkungan di sekitarnya. Menurut dia, jika studi analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) pembangunan tol berjalan, kejadian jalan ambles bisa diantisipasi.
”Harus ada tim dari KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) serta Kementerian PUPR (Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat) yang mengawasi amdal. Jalan ambles di Cipali juga bisa terjadi di jalan tol lain. Hanya menunggu waktu,” ungkapnya.
Djoko juga mendorong kontraktor tidak sekadar mempercepat pembangunan tol tanpa memastikan kelaikan jalan. ”Jangan hanya mengejar target kalau nantinya berisiko dan membahayakan pengendara,” ungkapnya.
Sebelumnya, pergerakan tanah juga terjadi di dekat Jalur Tol Purbaleunyi Km 118 pada 11 Februari 2020. Posisi rekahan tanah tidak sampai 10 meter dari pinggir jalan tol.
Pada 23 Desember 2016, arus lalu lintas dari Jakarta menuju Bandung serta jalur selatan Jawa Barat dan sebaliknya terganggu setelah ada pembatasan kendaraan yang melintasi Jembatan Cisomang di Purwakarta, Jabar. Pembatasan kendaraan dilakukan karena pilar jembatan di ruas Jalan Tol Purbaleunyi Km 100+700 retak yang diduga dipicu pergerakan tanah di sana.
Sedangkan pada 2005, tanah di Km 91 Tol Cipularang di sekitar Purwakarta juga ambles tergerus hujan. Purwakarta termasuk daerah atau zona kerentanan tanah menengah-tinggi.
Jangan hanya mengejar target kalau nantinya berisiko dan membahayakan pengendara.
Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Andiani mengatakan, retakan di Jalan Tol Cipali dengan kedalaman 1 meter tersebut dipicu curah hujan tinggi. Aliran sungai di sekitar lereng jalan juga berpotensi menyebabkan erosi.
PVMBG merekomendasikan untuk segera menutup retakan dan memadatkannya agar air tidak meresap. Resapan air dapat mempercepat gerakan tanah. Selain itu, pengelola tol perlu mengalihkan aliran air menjauhi retakan.
”Lereng di tepian badan jalan yang dekat dengan sungai perlu diperkuat untuk mengurangi laju erosi dan meningkatkan kestabilan lereng,” ujarnya. Diperlukan penyelidikan geologi teknik sebagai landasan untuk memperkuat lereng.
Andiani menyebutkan, secara umum, lokasi jalan ambles merupakan daerah landai hingga agak curam di bantaran Sungai Cipunagara, Kabupaten Subang, dengan kemiringan lereng kurang dari 20 derajat. Lokasinya berada pada ketinggian 20-25 meter di atas permukaan laut.
Berdasarkan Peta Prakiraan Gerakan Tanah PVMBG pada Februari 2021, Tol Cipali Km 122 mempunyai potensi gerakan tanah rendah. Pada zona ini jarang terjadi gerakan tanah kecuali di perbatasan lembah sungai dan gawir.
”Kemiringan lereng tidak terlampau curam sehingga gerakan tanah relatif lambat. Kemungkinan material timbunan kurang padu atau mudah tererosi,” ujarnya.