Rapuhnya Benteng Ganda Menahan Gelombang Korona
Vaksinasi dan pembatasan mobilitas masyarakat menjadi andalan pemerintah menekan penularan Covid-19 pada tahun ini. Namun, pelaksanaannya di lapangan masih butuh perbaikan agar hasilnya benar-benar ideal.
Vaksinasi Covid-19 dan pembatasan mobilitas masyarakat menjadi benteng ganda menahan gempuran korona. Sayangnya, kedua hal itu belum optimal menghalau serangan virus tak kasatmata.
Rizki Lesmana (22) menurunkan lengan bahunya saat melangkah keluar Gedung Sasana Budaya Ganesa, Kota Bandung, Jawa Barat, Kamis (4/2/2021) siang. Ia lega setelah disuntik vaksin Covid-19 dosis pertama buatan Sinovac, China.
”Setelah diperiksa suhu tubuh dan tekanan darah, ada wawancara mengenai riwayat penyakit. Selesai disuntik, diobservasi 30 menit untuk mengamati efeknya,” ujar mahasiswa semester VII Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Budi Luhur, Kota Cimahi, itu.
Rizki adalah satu dari lebih kurang 3.000 sumber daya manusia (SDM) kesehatan se-Bandung Raya yang mengikuti vaksinasi masif pada 3-4 Februari. Penyuntikan vaksin dosis kedua dijadwalkan 17-18 Februari.
Seusai divaksin, ia diberi Kartu Vaksinasi Covid-19 berisi informasi jenis vaksin dan nomor batch produksinya. Ada juga nomor telepon tim vaksinasi untuk melaporkan jika terjadi gejala klinis.
Baca juga: Percepat Vaksinasi Massal
”Vaksinasi menjadi salah satu cara melawan Covid-19. Cara lainnya, disiplin menjalankan protokol kesehatan,” ujar Rizki yang tetap mengenakan masker dan menenteng cairan antiseptik.
Sebagai mahasiswa program studi pendidikan Ners tingkat akhir, Rizki membutuhkan vaksin. Ia akan mengikuti praktik kuliah lapangan di rumah sakit. Meskipun dilengkapi alat pelindung diri, risiko tertular tetap ada. Buktinya, ratusan tenaga kesehatan gugur selama 11 bulan pandemi Covid-19 di Indonesia.
”Dengan divaksin, antibodi untuk melawan virus akan semakin kuat. Ini menjadi benteng perlindungan sehingga memperkecil risiko penularan,” ucapnya.
Neti (32), perawat di salah satu rumah sakit swasta di Kota Bandung, juga tidak ragu saat namanya masuk daftar penerima vaksin. ”Tidak masalah tenaga kesehatan menjadi kelompok yang divaksin duluan. Selain karena berisiko tertular Covid-19, ini juga untuk membuat warga tidak ragu divaksin,” ucapnya.
Dengan divaksin, antibodi untuk melawan virus akan semakin kuat. Ini menjadi benteng perlindungan sehingga memperkecil risiko penularan.
Bagi Kepala UPT Pelayanan Kesehatan Khusus Public Safety Center (PSC) 119 Kota Cirebon Weri (49), vaksin memberikan harapan cerah. Tahun 2020 begitu melelahkan. Bahkan, anggotanya sempat tumbang gara-gara Covid-19.
Awal pandemi, pihaknya semakin sering menerima telepon, bisa 20-25 kali. Padahal, biasanya hanya 2-3 telepon per hari. Sebagian besar menanyakan gejala Covid-19 dan meminta dirujuk ke rumah sakit.
Permintaan evakuasi dan rujukan juga melonjak dua kali lipat. Pada 2019, pihaknya mengevakuasi pasien 209 kali. Tahun lalu, PSC Kota Cirebon membawa pasien dengan ambulans hingga 582 kali. Sebagian besar merupakan pasien Covid-19.
Sembilan bulan turun ke lapangan untuk pelayanan darurat di kota seluas 37 kilometer persegi, petugas PSC pun ambruk pada Desember 2020. Sebanyak 8 orang dari 10 petugas terkonfirmasi positif Covid-19. Beruntung, Weri tidak terpapar.
”Kalau ibu hamil melahirkan setelah sembilan bulan. Kami sesudah sembilan bulan jadi positif Covid-19,” ucap ibu tiga anak ini berkelakar. PSC pun ditutup sepekan.
Ia tidak tahu pasti di mana anggotanya terpapar. Selama ini, mereka selalu mengenakan APD lengkap. Namun, Weri mengakui, anggotanya kewalahan. Mereka tidak hanya menjadi perawat, tetapi sekaligus sopir ambulans. Beberapa kali anggotanya pingsan karena letih. Kekhawatiran Weri terpapar Covid-19 mungkin mulai berkurang karena vaksin.
Baca juga: RSD Gunung Jati, Saksi Pertempuran Tiada Henti di Utara Jawa Barat
Untuk meminimalkan kerja berat itu, pemerintah lantas menggelar vaksinasi massal. Di Jabar, vaksinasi terhadap 150.000 SDM kesehatan ditargetkan rampung dalam tiga pekan ke depan. Saat ini sudah lebih dari 8.000 orang yang divaksin. Untuk membentuk kekebalan kelompok, vaksinasi akan menyasar 33,5 juta orang atau setara dengan 70 persen penduduk Jabar.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Maxi Rein Rondonuwu mengatakan, vaksinasi masif dibutuhkan untuk mencapai target vaksinasi Covid-19. Setelah SDM kesehatan, sasaran selanjutnya adalah sektor pelayanan publik, seperti pegawai negeri sipil, TNI, Polri, guru, dosen, dan pedagang.
”(Vaksinasi masif) ini upaya extraordinary dalam mengejar vaksinasi terhadap 70 persen penduduk (sekitar 181,5 juta jiwa) untuk membentuk kekebalan kelompok. Satu tahun ini harus terlaksana,” ujarnya.
Akan tetapi, vaksinasi pada ratusan ribuan orang juga tidak sederhana. Banyak kendala dihadapi, mulai dari lamanya proses pendaftaran daring, kondisi kesehatan yang tidak stabil, hingga keengganan sebagian tenaga kesehatan divaksin. Hal itu rentan membuat waktu vaksinasi bakal lebih lama.
Kendala lainnya muncul, khususnya di Kota Cirebon. Vaksin masih datang tidak tepat waktu. Dari kebutuhan 11.800 vial vaksin, pemerintah pusat baru mengirim 4.600 vial. ”Intinya, kalau ada barang (vaksin), kami langsung kerjakan. Tempat penyimpanan kami kapasitasnya 15.000 vial,” ucap Kepala Dinas Kesehatan Kota Cirebon Edy Sugiarto.
(Vaksinasi masif) ini upaya extraordinary dalam mengejar vaksinasi terhadap 70 persen penduduk (sekitar 181,5 juta jiwa) untuk membentuk kekebalan kelompok. Satu tahun ini harus terlaksana.
Selama mengejar kekebalan kelompok terbentuk, penerapan protokol kesehatan disebut tak boleh dilonggarkan. Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas, Rabu (3/2/2021), di Jakarta, meminta penanganan Covid-19 agar lebih efektif dengan pendekatan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) berbasis mikro atau tingkat lokal, dari desa hingga RT/RW.
Sayangnya, PPKM belum optimal. Hingga Kamis sore, kasus positif di Indonesia saja telah melewati 1,1 juta kasus. Pemprov Jabar sendiri menerapkan PPKM pada 11-25 Januari di 20 kabupaten/kota. Kebijakan ini diperluas di 27 kabupaten/kota pada 26 Januari-8 Februari. Namun, dalam sepekan terakhir terdapat 23.091 kasus baru atau rata-rata 3.298 kasus per hari.
Jumlah itu justru meningkat dibandingkan dengan penambahan kasus Covid-19 sebelum PPKM. Pada 4-10 Januari, misalnya, kasus baru berjumlah 10.060 kasus atau rata-rata 1.437 kasus per hari.
Pelanggaran protokol kesehatan juga terus terjadi di Jabar. Masih ada warga tidak memakai masker di pusat keramaian, seperti pasar dan jalan-jalan utama. Sejumlah kafe tetap beroperasi di atas pukul 20.00 dan berpotensi menjadi tempat berkerumun. Mobil aparat pemerintah masih saja wara-wiri meminta warga menaati protokol kesehatan meski pandemi hampir setahun menghancurkan banyak sektor kehidupan.
Pada pekan pertama PPKM di Cirebon, misalnya, tercatat 71 pelaku usaha menerima teguran lisan. Sebanyak 67 pelaku usaha juga dijatuhi denda kisaran Rp 50.000-Rp 500.000 atau total senilai Rp 9,75 juta. Sebuah tempat makan dan tempat pijat ditutup karena melanggar protokol kesehatan.
Mobil aparat pemerintah masih saja wara-wiri meminta warga menaati protokol kesehatan meski pandemi hampir setahun menghancurkan banyak sektor kehidupan.
Akan tetapi, Gubernur Jabar Ridwan Kamil mengklaim kedisiplinan warganya menjalankan protokol kesehatan selama PPKM meningkat. Menurut dia, penambahan kasus harian yang diumumkan pemerintah pusat bercampur dengan kasus lama.
Ia menambahkan, keterisian rumah sakit rujukan Covid-19 di Jabar juga menurun menjadi 69 persen dari bulan sebelumnya 80 persen. ”Jadi, kami anggap selama PPKM ini membaik,” ujarnya.
Penyuntikan vaksin memang membawa asa untuk mengatasi pandemi. Namun, vaksinasi butuh waktu. Sebelum kekebalan kelompok terwujud, pembatasan mobilitas masyarakat seharusnya ditaati tanpa syarat jika tidak ingin terus-menerus dicekik pandemi.
Baca juga: PPKM Diperpanjang, Pelanggaran Protokol Kesehatan Masih Terjadi di Jabar