Sinabung Luncurkan Awan Panas 2.500 Meter, Warga Masih Bertani di Zona Merah
Gunung Sinabung memuntahkan awan panas guguran sejauh 2.500 meter. Awan panas hampir menjangkau ladang warga yang berjarak 4.000 meter dan berada di zona merah. Patroli kini terus dilakukan di zona merah.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
KABANJAHE, KOMPAS — Gunung Sinabung di Kabupaten Karo, Sumatera Utara, kembali memuntahkan awan panas guguran sejauh 2.500 meter dari kawah. Masih ada warga yang bertani meski awan panas itu hampir menjangkau ladang yang berjarak 4.000 meter dari kawah atau berada di zona merah.
”Aktivitas vulkanis Gunung Sinabung meningkat dalam beberapa hari ini. Kami meminta warga benar-benar tidak masuk ke zona merah bahaya letusan Sinabung,” kata pengamat di Pos Pengamatan Gunung Api Sinabung, Armen Putra, Sabtu (6/2/2021).
Armen mengatakan, Sinabung memuntahkan awan panas guguran sejauh 2.500 meter pukul 11.58 ke arah selatan atau ke sekitar Desa Gamber. Awan panas menjangkau lebih dari setengah lereng gunung. Di kaki gunung di sekitar Desa Gamber hingga kini masih ada warga yang bertani meskipun telah dilarang.
Melihat aktivitas kegempaan yang meningkat pesat dalam beberapa hari belakangan, Armen menyebutkan, Sinabung bisa meletus besar sewaktu-waktu dan mengeluarkan awan panas dengan skala lebih besar. ”Namun, dampaknya bisa dihindari dengan tidak memasuki zona merah,” katanya.
Menurut Armen, jenis gempa yang paling mendominasi di Gunung Sinabung saat ini adalah gempa guguran yang mencapai 180 kali dalam sehari. Jumlah gempa meningkat pesat dalam beberapa hari belakangan, dari biasanya sekitar 50 kali per hari. Gempa ini menandakan tidak stabilnya kubah lava di kawah dan adanya proses runtuhnya kubah lava.
Runtuhnya kubah lava dalam skala besar berpotensi menyebabkan awan panas guguran. Sejak meletus kembali pada 2010, awan panas guguran Gunung Sinabung sudah beberapa kali menelan korban jiwa.
Selain awan panas guguran, ancaman lain dari letusan Sinabung adalah guguran lava, lontaran batu pijar, hujan abu lebat, dan gas beracun. Zona merah gunung api berstatus level III (Siaga) itu pun ditetapkan radius tiga kilometer dari puncak Sinabung. Khusus untuk sektor timur-utara empat kilometer dan sektor selatan-timur lima kilometer karena merupakan jalur awan panas.
Pelaksana Tugas Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Karo Natanael Perangin-Angin mengatakan, saat ini petugas masih terus berpatroli dan meminta warga tidak masuk ke zona merah. ”Namun, masih ada saja warga yang nekat bertani di zona merah,” kata Natanael. Warga biasanya datang untuk bertani. Setelah sore, mereka pulang ke rumahnya yang berada di zona aman.
Masih ada saja warga yang nekat bertani di zona merah.
Menurut Natanael, warga seharusnya tidak masuk ke zona merah karena rumah dan ladang mereka telah direlokasi dari area itu. Pemerintah juga telah memberikan bantuan rumah dan ladang. Warga yang belum mendapat rumah dan ladang pun masih mendapat bantuan sewa rumah dan sewa ladang.
Natanael menambahkan, awan panas guguran saat ini memang belum berdampak pada masyarakat. Awan panas juga tidak menyebabkan hujan abu. Namun, masyarakat harus mewaspadai jika awan panas dengan skala besar meluncur sewaktu-waktu.
Yahya Ginting (57), warga Kecamatan Naman Teran, berharap aktivitas Sinabung bisa reda. Para petani di lingkar Sinabung selalu waswas jika hujan abu menerjang ladang mereka yang sebagian besar merupakan hortikultura yang rentan pada paparan abu. Menurut data Dinas Pertanian Karo, letusan besar pada Agustus 2020 merusak 6.830 hektar ladang warga dengan kerugian total Rp 170,4 miliar.