PVMBG Segera Tambah Instrumen Pemantauan Gunung Raung
Guna meningkatkan pemantauan, PVMBG berencana menambah instrumen pengukuran deformasi atau perubahan bentuk tubuh gunung. Sebanyak tiga GPS akan dipasang untuk melengkapi tiga GPS yang dipasang lebih dulu.
Oleh
ANGGER PUTRANTO
·3 menit baca
BANYUWANGI, KOMPAS — Erupsi Gunung Raung, yang diikuti suara gemuruh serta semburan abu vulkanik hingga pijar kemerahan di puncak terus terjadi. Untuk meningkatkan pemantauan, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi atau PVMBG berencana menambah instrumen pemantauan.
Gunung Raung yang berada di perbatasan Kabupaten Bondowoso, Banyuwangi, dan Jember di Jawa Timur itu mengalami erupsi sekala kecil sejak 21 Januari. Gunung bertipe strato kaldera ini terakhir erupsi besar pada 2015.
Hal itu disampaikan Kepala Pos Pemantauan Gunung Api Raung Mukijo di Banyuwangi, Sabtu (6/2/2021). ”Dalam beberapa waktu ke depan kami akan menambah tiga GPS (global positioning system) di area yang selama ini belum terpantau. Penambahan GPS ini bersifat temporer, tidak selamanya akan di pasang di sana,” ujarnya.
Penambahan tiga instrumen GPS akan menambah instrumen yang sebelumnya telah dipasang. Dengan demikian, nantinya akan ada total 6 GPS yang mengelilingi Gunung Raung.
Sebelumnya tiga GPS sudah di pasang di sisi timur laut, tenggara, dan selatan. Nantinya tiga GPS baru akan melengkapi untuk pemantauan di sisi barat, barat daya, dan barat laut. GPS tersebut diletakkan di radius 10 km dari puncak.
GPS merupakan salah satu instrumen yang digunakan untuk mengukur aktivitas vulkanik. Alat ini digunakan untuk mengukur deformasi atau perubahan bentuk gunung. Selain GPS, instrumen yang biasa digunakan untuk pengukuran deformasi ialah tilt meter.
”Dari pengamatan yang kami lakukan, kami mencatat ada deformasi atau perubahan bentuk gunung. Namun, perubahannya masih sangat minim atau belum terlalu signifikan,” ujarnya.
Dari pengamatan yang kami lakukan, kami mencatat ada deformasi atau perubahan bentuk gunung. Namun, perubahannya masih sangat minim atau belum terlalu signifikan.
Deformasi menjadi salah satu hal yang diamati karena menggambarkan aktivitas vulkanik. Adanya perubahan bentuk pada gunung menunjukkan penggembungan tubuh gunung akibat aktivitas magma.
Selain GPS, Pos Pengamatan Gunung Raung juga melakukan pemantauan aktivitas vulkanik menggunakan tiga sesimograf, satu tilt meter, dan satu kamera pemantau (CCTV). Ketiga seismograf tersebar di lereng tenggara, timur laut, dan di selatan, tilt meter ada di tenggara, dan CCTV ada di Pos Pengamatan Gunung Raung.
Dalam kondisi seperti ini, PVMBG dan Pemerintah Daerah Kabupaten Banyuwangi terus mengimbau warga untuk tidak panik kendati tetap harus waspada. Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas juga menyempatkan untuk meninjau langsung pos Pengamatan Gunung Api Raung sekaligus bertemu dengan warga Desa Sumberarum yang menjadi permukiman penduduk terdekat dekat Gunung Raung.
”Warga tidak perlu panik. Percaya saja dengan informasi dari petugas di Pos Pengamatan. Jangan percaya berita-berita bohong dari media sosial. Saat ini ancaman yang paling nyata adalah hujan abu, bukan wedus gembel (luncuran awan panas),” tuturnya.
Hal itu disampaikan Anas karena beredar video lelehan lava bersamaan dengan suara dentuman yang disertai narasi bahwa hal itu terjadi di Gunung Raung. PVMBG juga memastikan bahwa video tersebut dipastikan bukan dari Gunung Raung.
Kepala Desa Sumberarum Ali Nur Fahtoni juga mengimbau warganya untuk tidak panik. Ia berharap kejadian tahun 2015 tidak terulang kembali. Saat ini kepanikan membuat warga berbondong-bondong menjual ternaknya dengan harga murah.
Fahtoni mengatakan, Desa Sumberarum memiliki tujuh dusun dengan jumlah warga 6.000 jiwa. Adapun Dusun Dani yang dihuni 11 keluarga menjadi permukiman yang paling dekat dengan jarak 8 km dari puncak Gunung Raung.