Pertama dalam Sejarah, Muncul Dua Kubah Lava di Kawah Merapi
BPPTKG menyatakan, muncul satu lagi kubah lava baru sehingga saat ini ada dua kubah lava yang sama-sama tumbuh di puncak Gunung Merapi. Kondisi ini baru pertama kali terjadi dalam sejarah erupsi gunung api tersebut.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·5 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi atau BPPTKG menyatakan, telah muncul satu lagi kubah lava baru di puncak Gunung Merapi. Oleh karena itu, kini ada dua kubah lava yang sama-sama tumbuh. Tumbuhnya dua kubah lava dalam waktu bersamaan baru pertama kali terjadi dalam sejarah erupsi Merapi.
”Sekarang ada dua kubah lava di Gunung Merapi. Baru kali ini dalam sejarah Gunung Merapi mempunyai dua kubah lava,” kata Kepala BPPTKG Hanik Humaida dalam konferensi pers secara daring, Jumat (5/2/2021), di Yogyakarta.
Hanik menjelaskan, kubah lava pertama di Merapi berlokasi di pinggir kawah di sisi barat daya puncak gunung api itu, tepatnya di atas lava sisa erupsi tahun 1997. Kubah lava tersebut teramati sejak 4 Januari 2021 dan masih terus tumbuh. Pada 25 Januari 2021, volume kubah lava pertama itu sempat mencapai 157.000 meter kubik.
Namun, pada 28 Januari, volume kubah lava itu berkurang signifikan menjadi 62.000 meter kubik. Berkurangnya volume itu terjadi karena sebagian material kubah lava tersebut telah runtuh menjadi awan panas guguran dan guguran lava. Apalagi, pada 26-27 Januari, Gunung Merapi yang berlokasi di perbatasan Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) itu mengeluarkan rangkaian awan panas hingga puluhan kali.
Meski begitu, kubah lava di sisi barat daya Gunung Merapi itu masih terus tumbuh. Berdasarkan data BPPTKG, pada Kamis (4/2/2021), volume kubah lava tersebut bertambah menjadi 117.400 meter kubik. Adapun laju pertumbuhan kubah lava itu mencapai 12.600 meter kubik per hari.
Hanik menuturkan, jika menilik sejarah erupsi Gunung Merapi, volume dan laju pertumbuhan kubah lava di sisi barat daya itu masih tergolong kecil. Sebagai perbandingan, pada erupsi tahun 2006, volume kubah lava di Merapi mencapai 4,3 juta meter kubik dengan laju pertumbuhan hingga 170.000 meter kubik per hari.
”Setelah tanggal 27 Januari, volume kubah lava di sisi barat daya itu menurun drastis. Volume kubah lava itu kemudian meningkat lagi, tapi dengan kecepatan yang relatif kecil untuk ukuran Merapi,” paparnya.
Baru kali ini dalam sejarah Gunung Merapi mempunyai dua kubah lava.
Kubah kedua
Kubah lava kedua berada di tengah kawah di puncak Gunung Merapi. Menurut Hanik, kubah lava yang berada di tengah kawah itu mulai teramati sejak Kamis kemarin. ”Per tanggal 4 Februari mulai kelihatan kubah lava yang ada di tengah itu tumbuh,” ungkapnya.
Sampai saat ini, BPPTKG belum bisa memastikan volume kubah lava kedua tersebut. Hal ini karena BPPTKG belum berhasil mengambil foto kubah lava tersebut menggunakan drone atau pesawat nirawak. Namun, Hanik menyebut, volume kubah lava itu masih kecil sehingga belum terlalu membahayakan.
”Kami sudah mencoba mengambil foto dengan drone, tapi gagal karena selalu tertutup kabut. Namun, potensi bahayanya belum signifikan karena kubah lava ini belum terlalu besar,” ujarnya.
Jika kubah lava kedua itu terus tumbuh, sebagian materialnya bisa jadi akan runtuh sehingga menghasilkan awan panas atau guguran lava. Jika itu terjadi, ancaman bahaya diperkirakan mengarah ke bukaan kawah di sisi tenggara atau menuju hulu Sungai Gendol di Kabupaten Sleman, DIY.
”Karena bukaan kawah itu ke arah tenggara atau menuju Kali Gendol, tentunya potensi bahaya ada di sana. Namun, kubah lava ini masih kecil sehingga kalau terjadi awan panas, jarak jangkauannya belum menjangkau permukiman,” kata Hanik.
Dengan kondisi tersebut, BPPTKG masih menetapkan Gunung Merapi dalam status Siaga (Level III). Selain itu, radius bahaya yang ditetapkan BPPTKG juga masih sama karena potensi bahaya akibat erupsi Merapi saat ini masih berada dalam radius yang ditetapkan sebelumnya.
Menurut BPPTKG, potensi bahaya erupsi Merapi saat ini berupa guguran lava dan awan panas ke arah selatan-barat daya yang mencakup aliran Sungai Kuning, Boyong, Bedog, Krasak, Bebeng, dan Sungai Putih sejauh maksimal 5 kilometer (km) dari puncak. Sementara itu, lontaran material vulkanik apabila terjadi letusan eksplosif dapat menjangkau radius 3 km dari puncak.
Jika kubah lava kedua itu terus tumbuh, sebagian materialnya bisa jadi akan runtuh sehingga menghasilkan awan panas atau guguran lava.
Lahar hujan
Di sisi lain, Hanik juga mengimbau masyarakat untuk mewaspadai potensi lahar hujan di sungai-sungai yang berhulu ke Gunung Merapi. Lahar hujan terjadi saat material vulkanik dari Gunung Merapi mengalir ke bawah karena terbawa air hujan.
Menurut dia, saat ini, potensi terbesar lahar hujan berada di aliran Sungai Boyong dan Sungai Krasak. Pasalnya, guguran lava dan awan panas guguran di Merapi sejak awal Januari 2021 selalu mengarah ke hulu dua sungai tersebut. Bahkan, berdasarkan data BPPTKG, di hulu Sungai Boyong dan Sungai Krasak saat ini terdapat endapan material vulkanik sebesar 262.000 meter kubik.
Secara terpisah, Kepala Seksi Mitigasi Bencana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sleman Joko Lelono mengatakan, aliran material dari Gunung Merapi telah memasuki Sungai Boyong di wilayah Dusun Turgo, Desa Purwobinangun, Kecamatan Pakem, Sleman. Permukiman terdekat dari sungai tersebut berjarak sekitar 300 meter.
Oleh karena itu, warga di dekat sungai tersebut telah mengungsi lebih dahulu. ”Dengan adanya hujan deras, air yang mengalir membawa material ke sungai. Tetapi, kondisinya masih normal dan terkendali,” ujar Joko.
Terkait ancaman lahar hujan, ia mengimbau masyarakat di lereng Merapi untuk terus meningkatkan kewaspadaan. Selain itu, koordinasi dengan para sukarelawan tanggap bencana juga terus diperkuat. Di sisi lain, BPBD Sleman juga memastikan sistem peringatan dini ancaman lahar hujan sudah siap.
Joko meyakini, warga telah memahami langkah mitigasi bencana dengan terbentuknya tim siaga bencana desa lewat program desa tangguh bencana (destana). ”Di program destana, warga diajak memahami ancaman. Dengan seperti itu, warga ikut menyusun SOP (prosedur standar operasi) penanggulangan bencana dusunnya sehingga siap mengantisipasi ancaman yang mungkin ada,” ujarnya.