Laboratorium Biokesmas NTT Berjuang dalam Keterbatasan
Di tengah keterbatasan, Laboratorium Biologi Molekuler Kesehatan Masyarakat menjadi salah satu ujung tombak dalam pemeriksaan Covid-19 di Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·5 menit baca
Mencari Laboratorium Biomolekuler Kesehatan Masyarakat Provinsi Nusa Tenggara Timur tidak sulit. Cukup berpatok pada Gedung Klinik Pratama Universitas Nusa Cendana Kupang, laboratorium itu bisa ditemukan. Letaknya di bagian belakang gedung, dengan kondisi cukup memprihatinkan. Sejumlah 24 tenaga honor dan sukarelawan bekerja selama 14 jam, memproses spesimen reaksi rantai polimerase (PCR) dari 22 kabupaten/kota.
Jalan menuju pintu masuk ruangan Laboratorium Biomolekuler Kesehatan Masyarakat (Biokesmas) becek dan berumput. Persis di depan pintu masuk ruang Laboratorium Biokesmas, terparkir mobil bertuliskan ”UPTD Laboratorium Biomolekuler Kesehatan Masyarakat Provinsi NTT”.
Jumat (29/1/2021) pukul 10.30, sekitar 10 karyawan sif pertama yang masuk pada pukul 09.00–17.00 Wita sedang sarapan pagi. Mereka adalah tenaga analis, perawat, dan pembantu lainnya yang bersiap masuk ke dalam ruangan ekstraksi PCR.
Mereka akan memasukkan sampel-sampel spesimen PCR ke dalam tabung-tabung dari kabupaten/kota di NTT secara manual ke dalam ruangan Bio Safety Cabinet (BSC) yang lebih dikenal ekstraksi.
”Kalau sudah mengenakan alat pelindung diri dan masuk dalam ruangan ekstraksi, mereka bertahan selama lima jam di dalam, tidak bisa keluar ruangan. Mereka memasukkan dan menyusun secara manual tabung-tabung spesimen itu di dalam miniatur ruangan BSC tadi. Setelah lebih kurang 5 jam di dalam ruangan itu, material genetiknya diambil untuk analisis,” kata Theo Bole dari Humas dan Laboran Laboratorium Biokesmas Provinsi NTT.
Proses pengambilan pun secara manual. Material genetik itu dibawa ke dalam ruangan Quantitave Polymerase Chain Reaction atau QPCR. Di situ, material genetik dicampur dengan reagen (semacam enzim) satu per satu untuk dimasukkan ke dalam alat QPCR.
”Jadi kalau ada 100 subyek, kami campur satu demi satu, sampai 100 kali. Beda kalau berproses secara otomatis, atau alat yang mengerjakan, dalam hitungan detik sudah jadi. Ini pekerjaan cukup melelahkan tetapi demi keselamatan masyarakat, kami harus lakukan,” kata Theo.
Proses pencampuran material genetik dengan reagen berlangsung selama 1-1,5 jam. Setelah itu satu per satu tabung dimasukkan ke dalam alat QCPR untuk mengetahui hasil itu positif atau negatif. Dari proses masuk tabung spesimen PCR ke ruang BSC sampai ke ruang QPCR untuk mencapai hasil akhir dalam bentuk laporan tertulis butuh waktu 8-9 jam.
Jadi kalau ada 100 subyek, kami campur satu demi satu, sampai 100 kali. Beda kalau berproses secara otomatis, atau alat yang mengerjakan, dalam hitungan detik sudah jadi. Ini pekerjaan cukup melelahkan tetapi demi keselamatan masyarakat, kami harus lakukan. (Theo Bole)
Gerakan masyarakat
Laboratorium Biokesmas lahir atas gerakan masyarakat. Ketika pandemi Covid-19 masuk NTT pertama pada 11 April 2020, anggota Forum Academia NTT (FAN), beranggotakan orang-orang yang memiliki kompetensi di bidang biomolekule, mulai bekerja. Ketua laboratorium itu adalah Fina Inaboy, yang memiliki keahlian bidang biomolekuler, lulusan salah satu perguruan tinggi di AS. NTT hanya punya dua ahli biologi molekuler.
”Laboratorium beroperasi dengan dukungan masyarakat, tetapi dikerjakan FAN. Bukan laboratorium milik Undana Kupang seperti Kompas, Jumat, 29 Januari 2021. Laboratorium ini juga tidak menumpuk spesimen sampai 1.600. Yang menumpuk itu di Laboratorium PCR RSUD Yohannes Kupang,” kata Theo.
Tampilan hasil akhir berupa virus di layar komputer. Kompas/Kornelis Kewa Ama.Laboratorium Biokesmas ini hanya meminjam tempat di Gedung Klinik Pratama Undana Kupang. Alat mesin yang memproses spesimen diadakan oleh Pemprov NTT, termasuk satu mobil operasional.
Kabupaten-kabupaten mengirim sampel sesuai standar operasional yang dibuat Laboratorium Biokesmas. Sampai hari ini, jumlah sampel yang sudah dianalisis sekitar 5.000 spesimen. Sampel datang dari 21 dinas kesehatan kabupaten dan sejumlah rumah sakit, rata- rata sampel dari pasien yang tidak bergejala.
Karyawan di Laboratorium memiliki tanggung jawab besar dengan beban kerja yang berat. Mereka bekerja secara manual. Proses ekstraksinya secara manual atau satu per satu. Kapasitas pekerjaan di Laboratorium Biokesmas setiap hari mestinya 480-500 sampel. Namun karena berproses secara manual, maka hanya bisa diselesaikan lebih dari 100 sampel per hari.
”Kami sedang berjuang dalam keterbatasan untuk mendapatkan alat ekstraksi otomatis. Jika alat itu ada, sehari Laboratorium Biokesmas Provinsi ini bisa mengerjakan lebih dari 1.000 sampel. Harga alat itu sekitar Rp 1,3 miliar. Ini memang sulit, tetapi demi kesehatan masyarakat tetap diperjuangkan,” katanya.
Sebanyak 24 tenaga bekerja selama 14 jam dari pagi sampai larut malam. Laboratorium Biokesmas diresmikan pemprov pada 15 Oktober 2020, tetapi FAN bekerja sejak Maret 2020. FAN menyediakan sumber daya manusia bersama Politeknik Pertanian Kupang sejak Juni 2020.
Ide dasarnya, ketika Covid-19 muncul, di dalam anggota FAN ini ada orang-orang yang punya kompetensi untuk membantu masyarakat dan pemerintah menangani Covid-19 di NTT. Saat itu Fina Inaboy mempresentasikan metode itu di hadapan Kepala Dinas Kesehatan NTT dan langsung disetujui dengan dukungan Gubernur NTT.
Jumlah karyawan sebanyak 24 orang, yang sudah mendapatkan kompensasi dari pemerintah 13 orang. Sisa 11 orang belum mendapatkan kompensasi. Jumlah 13 orang itu oleh pemprov telah diangkat menjadi tenaga honor provinsi per Januari 2021. Sementara beberapa dokter dan tenaga doktor, statusnya belum jelas.
”Apakah mereka itu layak disebut tenaga honor seperti 13 karyawan lain. Tentu tidak. Padahal, setiap hari mereka datang mengerjakan sampel-sampel yang datang dari berbagai kabupaten,” kata Theo.
Anggota DPRD NTT, Mercy Piwung, mengatakan, pihaknya mendukung kehadiran Laboratorium Biokesmas yang dikelola FAN bersama masyarakat. Laboratorium ini membantu mengurangi penumpukan spesimen PCR di RSUD WZ Yohannes Kupang.
Ia mendorong Pemprov NTT membantu kelengkapan laboratorium dengan mengalokasikan anggaran operasionalnya. ”Semangat pengabdian putra-putri NTT membantu pemerintah mengatasi pandemi ini mesti diapresiasi dan didukung. Jangan biarkan mereka berjuang sendirian,” kata Mercy.