”Jateng di Rumah Saja”, Bupati Banyumas Dapat Karangan Bunga Bentuk Protes
Dua karangan bunga berisi protes diterima Bupati Banyumas Achmad Husein menjelang pelaksanaan gerakan ”Jateng di Rumah Saja”. Meski kemudian ditarik lagi, Bupati berterima kasih atas perhatian rakyat.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·3 menit baca
PURWOKERTO, KOMPAS — Menjelang pelaksanaan ”Jateng di Rumah Saja”, dua buah karangan bunga diterima Bupati Banyumas Achmad Husein di Kompleks Pendopo Sipanji, Purwokerto, Jumat (5/2/2021) sore. Karangan bunga disampaikan sebagai bentuk protes dan kritik dari pembatasan aktivitas ekonomi warga.
Karangan bunga pertama tiba sekitar pukul 14.15 dan bertuliskan ”Untuk Bupatiku: Mungkin Ini Hanya 2 Hari Tapi Bagi Kami Ini Sungguh Berarti Ora Ongkek Ora Nyekek Pak. Sebagian Kecil Wargamu ’Yang Ambyar’”. Ora ongkek ora nyekek, dalam bahasa Banyumas artinya tidak bergerak atau bekerja, tidak bisa makan. Karangan bunga berukuran 200 sentimeter x 120 cm ini biasa dijual dengan harga Rp 350.000.
Adapun karangan bunga kedua tiba pukul 15.07 dengan tulisan ”Untuk Bupatiku. Mungkin Ini Hanya 2 Hari Tapi Bagi Kami Ini Sungguh Berarti. Ora Obah Ora Mamah Pak. Dari Kami: Komentator Instagram Yang Tak Dibalas”. Ora obah ora mamah, artinya tidak bergerak atau tidak bekerja, tidak makan.
Namun, karangan bunga kedua berukuran 240 cm x 200 cm dengan harga Rp 350.000 untuk sewa sepekan ini hanya dipasang sekitar 10 menit karena pengantar karangan bunga ini mengambil kembali. ”Ada komplain jadi diminta ditarik lagi sama bos,” kata Tomas (25) sambil mengangkut karangan bunga ini.
Tidak berselang lama, sekitar pukul 15.41, Tomas dan Santo (28), rekannya dari toko karangan bunga, kembali lagi ke kompleks pendopo untuk mengambil karangan bunga yang pertama. Alasannya pun sama, yaitu karena ada yang komplain dan diminta ditarik oleh atasannya.
Menanggapi karangan bunga yang hadir sesaat di pendopo itu, Bupati Banyumas Achmad Husein justru berterima kasih atas perhatian masyarakat. ”Saya mengucapkan terima kasih. Berarti itu, kan, tanda cinta buat bupati,” kata Husein.
Husein kembali menyampaikan, gerakan Jateng di Rumah Saja ini berupa imbauan dan tidak ada sanksinya bagi masyarakat yang hendak tetap bekerja. ”Sebetulnya untuk masyarakat yang kehidupannya bergantung pada harian itu tidak ada. Tidak dipaksa, tidak ada sanksinya. Seperti ASN dan pegawai-pegawai juga tidak ada sanksinya. Ini gerakan. Mencoba ayo bersimpati bersama-sama. Bersimpati kepada keluarga yang banyak meninggal, sudah ada 360-an,” tutur Husein.
Dia pun mengajak masyarakat untuk mencoba dari gerakan ini, apakah dengan dua hari di rumah saja akan memberi dampak signifikan atau tidak. ”Jadi, lebih mengarah kepada pengertian bersama. Warung-warung kecil tidak akan diapa-apain. Buka, ya, buka saja. Tapi kalau sadar sendiri, ya, hanya dua hari, (libur) misalnya,” ujarnya.
Husein mengatakan, soal efektif atau tidaknya gerakan ini itu soal nanti dan gerakan ini juga merupakan salah satu bentuk untuk menghormati imbauan dari Gubernur. ”Kita wajib menghormati. Pak Gubernur membuat gerakan ini, kan, ada dasar pemikiran beliau secara menyeluruh,” ujarnya.
Terkait karangan bunga yang ditarik kembali oleh toko bunga, Husein justru merasa bingung. ”Lho, kok, ditarik lagi. Tidak usah. Tidak apa-apa. Bagi saya itu tidak masalah. Itu justru masyarakat berarti memperhatikan saya. Lalu saya berpikir, oh mungkin ada yang salah mengerti. Kalau ditarik lagi, itu tidak benar. Itu tidak demokratis. Ini negara Pancasila, NKRI dan siapa pun juga boleh berpendapat,” katanya.
Di Banyumas, selama gerakan Jateng di Rumah Saja pada 6-7 Februari, pasar tradisional masih diperbolehkan buka. Namun, jumlah pengunjungnya dibatasi sehingga tidak berkerumun. Adapun mal, pusat perbelanjaan modern, dan tempat wisata tutup selama dua hari.
Wahono (53), penjual pecel lele Lamongan ”Cak Kin” di Jalan Jenderal Sudirman mengatakan, dirinya berencana menaati anjuran pemerintah untuk tidak berjualan pada 6-7 Februari. ”Saya biasanya libur di hari Minggu. Karena besok ada anjuran pemerintah, jadinya libur dua hari mulai Sabtu,” katanya.
Wahono mengatakan, pandemi menyebabkan pemasukannya berkurang dan dia berharap segera usai. Jika sebelum pandemi, dalam sehari, omzetnya mencapai Rp 3 juta per hari, kini hanya sekitar Rp 1 juta. ”Sekarang sepi sekali. Malam pukul 20.00 atau 21.00, jalan-jalan sudah sepi. Semoga Covid-19 cepat selesai,” katanya.